Agama Islam yang diwahyukan kepada
Rasulullah Muhammad SAW. Mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk
menjadi rahmat bagi sekalian alam. Dalam agama Islam terkandung suatu potensi
yang mengacu kepada kedua fenomena perkembangan yaitu :
1. Potensi
psikologis dan pedagogis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi pribadi yang
berkualitas baik dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi
pengembangan kehidupan manusia sebagai khalifah di bumi yang dinamis dan
kreatif serta responsive terhadap lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang
alamiah maupun ijtimaiah, dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.
Bila pendidikan Islam telah menjadi
ilm yang ilmiah dan alamiah, maka ia akan dapat berfungsi sebagai sarana
pembudayaan manusia yang bernafaskan Islam diartikulasikan melalui dakwahnya
dalam masyarakat sampai kini, proses kependidikan Islam yang telah mengacu
dalam masyarakat yang beraneka rag
Dalam kultur dan struktur. Selama
itu pula jasa-jasanya telah tampak mewarnai sikap dan kepribadian manusia yang
tersentuh oleh dampak-dampak positif dan proses keberlangsungannya.
A.
PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI DAN MASA AKAN DATANG
1. Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang memiliki cakupan luas yang berorientasi kepada ajaran agaman islam.
Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam mempunyai cakupan yang sama
luasnya dengan pendidikan umum bahkan melebihinya. Karena pendidikan Islam juga
membina dan mengembangkan pendidikan agama, dimana titik beratnya terletak pada
internalisasi nilai iman, islam, dan ihsan dlam pribadi manusia muslim yang
berilmu pengetahuan luas.[1]
Dengan
demikian, apa yang kita kenal dengan
Pendidikan Agama Islam di negeri kita merupakan bagian dari Pendidikan
Islam. Tujuan utama dari pendidikan islam ialah membina dan mndasari kehidupan
anak didik dengan nilai-nilai agama sekaligus mengajarkan ilmu agama islam. Sehingga
ia mampu mengamalkan syariat islam secara benar sesuai pengetahuan agama.
2. Sistem
Pendekatan dan Orientasi
Efektivitas
dan efisiensi pendidikan islam menuntut kita untuk menerapkan berbagai rekayasa
dan rekadaya yang didasari oleh ilmu pengetahuan teoritis dan praktis sesuai
dengan sasaran yang digarap.
Pendidikan
masa kini dihadapkan kepada tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan yang
dihadapi pada masa permulaan penyebaran Islam. Tantangan tersebut berupa
timbulnya aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multiinteres yang
berdimensi nilai ganda dengan tuntutan hidup yang multikompleks pula. Tugas
pendidikan Islam dalam proses pencapaian tujuannya tidak lagi menghadapi
problema kehidupan yang simplisistis, melainkan sangat kompleks. Akibat
permintaan yang bertambah maka manusia semakin kompleks pula, hidup kejiwaannya
semakin tidak mudah jiwa manusia itu diberi napas agama.
3. Pelembagaan
Proses Kependidikan Islam
Kelembagaan
pendidikan islam merupakan subsistem dari sistem masyarakat atau bangsa. Dalam
operasionalisasinya selalu mengacu dan tanggap kepada kebutuhan perkembangan
masyarakat. Tanpa sikap demikian, lembaga pendidikan kita dapat menimbulkan
kesenjangan sosial dan cultural. Kesenjangan inilah yang menjadi salah satu
sumber konflik antara pendidikan masyarakat. Darisanalah timbul krisis
pendidikan yang intensitasnya berbeda-beda menurut tingkat atau taraf
masyarakatnya.
4. Pengaruh
Sains dan teknologi Canggih
Sebagaiman kita
ketahui bahwa dampak positif dari kemajuaan teknologi sampai kini bersifat
pasilitatif( memudahkan ). Teknologi menaarkan berbagai macam kesantaian dan
kesenangan yang semakin luas memasuki ruang dan celah-celah kehidupan kita yang
gelap pun dapat dipenitrasi. Dampak negative nya sendiri sudah mulai menampakan
dirinya di depan mata kita,pada dasarnya tehnologi melemahkan mental dan
spiritual serta jiwa yang sedang berkembang dalam berbagai bentuk penampilan.
Tidak hanya itu nafsu juga di perlemah oleh ransangan tehnologi elektronik dan
informatika,juga ikut melemah kan fungsi kejiwaan lainnya. Permasalahan yang
harus di pecahkan oleh pendidikan islam khususnya adalah dehumanisasi
pendidikan, netralisasi atau nilai-nilai agama.
5. Perencanaan
dan model-model pendidikan islam
Pendidikan serta
kelembagaan nya sering mengalami inovasi dan peka terhadap perubahan sosial.
Perencanaan pendidikan sendiri harus di mulai dari identifikasa kebutuhan,
yaitu perkembangan anak didik seirama dengan perkembangan masyarakat.
Kebutuhan
pendidikan biasanya di ukur dari adanya kesenjangan antara das sein dengan das
sollen dari hasil yang di capai dengan hasil yang harus di capai. Menurut
beberapa ilmuan bidang pendidikan menurut Roger A. kaufman,untuk meng analisis
hasil yang ada dengan hasil yang seharusnya ada,
Dengan demikian
dapat di ketahui tingkat kebutuhan pendidikan
( seperti ilmu
pengetahuan,sikap,dan keterampilan ) anak didik.
B.
PRINSIP-PRINSIP
PENIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
Sebagai
mana kita ketahui bahwa sumber disiplin ilmu pendidikan agama islam berasal
dari kitab suci Alquran dan sunah para rasul.
Pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan
wawasan atau pandangan yang terdapat dalam sumber-sumber pokok dengan bantuan
dari para sahabat dan ulama atau ilmuan muslim. Dalam beberapa pokok itu
terdapat bahan-bahan fundamental terdapat nilai kependidikan atau implikasi-implikasi
kependidikan yang masih berserakan. Untuk itu suatu ilmu pendidikan islam perlu
disistematiskan sesuai dengan kaidah yang dtetapkan oleh dunia pengetahuan.
Ilmu pengetahuan pndidikan islam
pada khususnya tersusun dari konsep-konsep dan teori-teori ang disistematiskan
menjadi suatu kebulatan yang terdri dari beberapa komponen-komponen yang satu
sama lain saling berkaitan. [2]
Teori tersebut dijadikan pedoman
untuk melaksanakan proses kependidikan islam itu. Antara teori dan proses
operasionalisasi saling terkait, yaitu satu sama lain saling menunjang bahkan
saling memperkokoh.
Ada tiga komponen dasar yang harus
di bahas dalam teori pendidikan islamyang pada gilirannya dapat dibuktikan
validitasnya dalam operasionalisasi diantaranya:
1. Tujuaan
pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi
seluruh umat islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan islam adalah
yang asasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi
pendidikan islam. Tujuan pendidikan islam yang universal itu telah dirumuskan
dalam Seminar Pendidikan Islam s Dunia
di Islamabad pada tahun 1980 dimana rumusannya telah ada di dalam ayat
al-Qur’an yang artinya “Sesungguhnya salatku, ibadahku,
kehidupanku, matiku adalah bagi Tuhan semesta alam”[3]
2. Metode
pendidikan Islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan islam itu. Dimana metode yang dipakai dalam proses
kependidikan Islam bertumpu pada paedosentrisme, dimana kemampuan fitrah
manusia dijadikan pusat proses kependidikan.
3. Irama
gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan
mengalami vakum bila anpa kehadiran nilai atau ide.
Pendidikan Islam pada saat ini masih berada pada
garis marjinal masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat manusia dalam
arti sepenuhnya. Untuk itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman
operasionalisasi pendidikan islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan dalam dunia akademik, yaitu sebagai berikut:
1. Memiliki
objek pembahasan yang jelas dank has pendidikan yang islami meskipun memerlukan
ilmu penunjang dari yang non islami.
2. Memiliki
wawasan , pandangan, dan asumsi, hipotesis serta teori dalam lingkup
kependidikan yang islami yang bersumberkan ajaran islam.
3. Memiliki
metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu kependidikan
yang islami yang berdasarkan islam, beserta sistem pendekatan yang seirama
dengan corak keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4. Memiliki
struktur keilmuan yang sistematis yang mengandung
totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu
sama lain dan menunjukan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena itu, suatu ilmu yang ilmiah harus
bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan islam juga harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Teori
harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2. Teori
harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep, karena
alam kita tidak menyediakan sistem siap pakai untuk itu.
3. Teori
harus mengikhtisarkan sebagai fakta, kejadian-kejadian oleh karenanya maka
sebuah teori harus dapat menjelaskan sejumlh besar fakta.
4. Teori
harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian karena tugas sebuah teori
adalah meramalkan kejaian-kejadian yang belum terjadi.
Yang menjadi permasalahan urgen bagi ilmu pendidikan
islam yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana
seharusnya pendidikan Islam dapat menjawab tantangan kebutuhan kependidikan
generasi muda bagi kehidupannya di masa depan secara sistematis berencana,
mengingat cirri khas agama Islam adalah bersifat aspiratif dan kondusif kepada
kebutuhan hidup sesuai dengan fitrahnya.
2. Bagaimana
agar pendidikan Islam mampu mendasari kehidupan generasi muda dengan iman dan
takwa dan berilmu pengetahuan tersebut sejalan dengan tuntutan Al-Qur’an.
3. Bagaimana
pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan tradisi
dan budaya moral yang dalam komunikasi sosial dan interpersonal dalam
masyarakat yang semakin industrial teknologis.
4. Bagaimana
agar pendidikan Islam tetap mampu berkembang dalam jalur input invironmental di lembaga pendidikan dalam proses pencapaian
tujuan akhirnya, baik dalam upaya membentuk pribadi, maupun anggota masyarakat
dan warga Negara yang berkualitas baik.
Semboyan yang menjadi etos kerja
kita antara lain adalah firman Allah yang megatakan: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu umat, sehingga
mereka sendiri mengubahnya”. [4]
C.
MODEL-MODEL
PENDIDIKAN ISLAM DAN ORIENTASINYA
Orienasi dasar pendidikan Islam, yang
diletakan oleh Rasulullah pada awal risalahnya ialah menumbuhkembangkan sistem
kehidupan sosial yang penuh kebijakan dan kemakmuran ( dengan amal saleh ),
memeratakan kehidupan ekonomi yang
berkeadilan sosial berpolakan
dunia
dan akhirat yang berumpu pada nilai-nilai moral yang tinggi dan berorientasi
kepada kebutuhan pendidikan yang mengembangkan daya kreativitas an pola pikir
intelektual bagi terbinanya tekno sosial yang berkeadilan dan berkemakmuran.
Itulah suatu model pendidikan islam yang berorientasi perspektif ke masa depan
merupakan jawaban yang tepat guna.
Model-model pendidikan yang terbukti
tidak memuaskan tuntutan umat terlihat pada praksisnya sebagai berikut:
1. Model
pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola piker bahwa nilai-nilai lama
yang konservatif dan asketis harus dilestarikan dalam sosok pribadi muslim yang
resistan terhadap pukulan gelombang zaman, merupakan ciri utama pendidikan
esensialistik. Orientasi demikiansudah tentu kurang dapat diandalkan oleh umat
untuk menjawab tantangan zaman.
2. Jika
pendidikan Islam berorientasi kepada pola pikir nbahwa nilai-nilai islami yang
mengandung potensi mengubah nasib masa lampau ke masa kini yang dijadikan inti
kurikulum pendidikan, maka model pendidikan Islam menjadi bercorak
perenialistik, dimana nilai-nilai yang terbuki tahan lama saja yang
didinternalisasikan ke dalam pribadi anak didik. Sedangkan nilai-nilai yang
potensial bagi semangat pembruan ditinggalkan.
3. Bila
pendidikan Islam hanya lebih berorientasi pada personalisasi kebutuhan
pendidikan dalam segala aspeknya, maka ia bercorak individualistis, di mana
potensi yang bersifat mengubah dan membangun masyarakat dan alam sekitar kurang
mengacu kepada kebutuhan sosiokultural.
4. Jika
pendidikan Islam berorientasi kepada masa dean sosio, masa depan tekno, dan
masa depan bio, di mana ilmu dan teknologi menjadi pelaku peubahan dan
pembaruan kehidupan sosial, maka pendidikan Islam yang bercorak teknologis, di
mana nilai-nilai samawi ditinggalkan diganti dengan nilai-nilai pragmatik
relivistik cultural.
5. Akan
tetapi, jika pendidikan Islam yang berorientasi kepada perkembangan masyarakat
berdasarkan proses dialogis di mana manusia ditempatkan kepada Geiger
D.
KRISIS
PENDIDIKAN ISLAM
Beberapa
ahli perencanaan kependidikan masa depan telah mengidentifikasikan krisis
pendidikan yang bersumber dari krisis orientasi masyarakat masa kini, dapat
pula dijadikan wawasan perubahan sistem pendidikan Islam, yang mencakup
fenomena-fenmena antara lain sebagai berikut:
1. Krisis
Nilai-nilai[5]
Krisis nilai
berkaitan dengan masalah sikap menilai sesuatu perbuatan tentang baik dan
buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah, dan hal-hal lain yang
menyangkut perilaku etis individual dan sosial. Sikap penilaian yang dahulu
ditetapkan sebagai “benar, baik, sopan, atau salah, buruk, yak sopan” mengalami
perubahan drastic menjadi ditoleransi, sekurang-kurangnya tak diacuhkan orang.
2. Krisis
konsep tentang kesepakatn arti hidup yang baik
Masyarakat mulai
mengubah pandangan tentang cara hidup bermasyarakat yang baik dalam bidang
ekonomi, politik, kemasyarakatan dan implikasinya terhadap kehidupan
individual. Dimana nilai-nilai apa yang dijadikan ukuran menjadi kabur.
3. Adanya
kesenjangan kredibilitas
Dalam masyarakat
manusia saat ini dirasakan adanya erosi kepercayaan di kalangan kelompok
penguasa dan penanggung jawab sosial. Di kalangan orang tua , guru, pengkhutbah
agama di mimbar rumah ibadah, penegak hukum, dan sebagainya mengalami
keguncangan wibawa, mulai diremehkan orang yang mestinya menaati atau mengikuti
petuah-petuahnya.
4. Beban
institusi sekolah kita terlalu besar melebihi kemampuannya
5. Kurangnya
sikap idealisme dan citra remaja kita tentang peranannya di masa depan bangsa
6. Kurang
sensitive terhadap kelangsungan masa depan
7. Kurangnya
relevansi program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan pembangunan
8. Adanya
tendensi dalam pemanfaatan secara naïf kekuatan teknologi canggih
9. Masih
membesarnya kesenjangan di antara kaya dan miskin
10. Ledakan
pertumbuhan penduduk
11. Makin
bergesernya sikap manusia kearah pragmatisme yang pada gilirannya membawa kea
rah matrealisme dan individualism
12. Makin
menyusutnya jumlah ulama tradisional dan kualitasnya
E.
STRATEGI
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN AGAMA ( ISLAM ) DALAM UPAYA MENGANTISIPASI PERKEMBANGAN
IPTEK
Strategi
pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan iptek
itu mencakup ruang lingkup sebagai berikut:
1. Motivasi
kreatifitas anak didik ke arah pengembangan iptek itu sendiri, di mana
nilai-nilai Islami menjadi sumber acuannya.
2. Mendidik
keterampilan memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup umat manusia
pada umumnya dan umat islam pada khususnya.
3. Menciptakan
jalinan yang kuat antara ajaran agama dan iptek, dan hubungannya yang akrab
dengan para ilmuan yang memegang otoritas iptek dalam bidang masing-masing.
4. Menanamkan
sikap dan wawasan yang luas terhadap
kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterprestasikan ajaran
agama dari sumber-sumbernya yang murni kontekstual dengan masa depan kehidupan
manusia.
Firman Allah
berikut ini mengajak ke arah sikap ketajaman wawasan yaitu “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri manusia memperhatikan hal-hal apa yang hendak dilaksanakan bagi
hari esok. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.[6]
F.
PENDEKATAN
KULTURAL EDUKATIF TERHADAP AGAMA DAN PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA
Dalam kehidupan cultural manusia, agama
dapat dibedakan menjadi dua macam aspek, yaitu:
1. Agama
sebagaimana yang tercermin dalam doktrin atau ajaran
2. Agama
yang telah mempribadi dalam sikap dan pendirian manusia
Kedua
aspek tersebut merupakan suatu referensi potensial yang saling beresonansi
dalam proses enkulturasi yang berlangsung secara interaktif antara potensi subjektif
dengan potensi objektif.
G.
PENDEKATAN
AGAMA, SARANA, FASILITAS DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Dasar pemikirannya diantaranya sebagai berikut:
1. Modal
rohaniah dan mental, yaitu kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
merupakan enaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian
aspirasi-aspirasi bangsa.
2. Pendidikan
agama sebagai salah satu aspek dasar daripada pendidikan nasional Indonesia
harus mampu memberikan makna dari hakikat pembangunan nasional.
3. Meskipun
pendidikan agama tidak termasuk pola dasar pembangunan nasional sebagai salah
satu komponen strategis dalam pembinaan watak bangsa Indonesia.
4. Sejalan
dengan tujuan pendidikan Indonesia yang telah ditetapkan.
Tujuan pendidikan nasional
Indonesia adalah meningkatkan kualitas manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan
terampil serta sehat jasmani dan rohani. Memperdalam rasa cinta tanah air,
mempertebal semangat kebangsaan, dan rasa kesetiakawanan sosial.
Posisi pendidikan agama sebagai
proses budaya untuk meninkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup
manusia berlangsung secara integralistik mendasari bidang-bidang studi lainnya,
sehingga seluruh proses pendidikan di sekolah itu berlangsung secara terpadu
sebagai satu sistem yang bulat. Untuk pencapaian tujuan tersebut diperlukan
kerja sama antara guru dan terbentuknya satu tekad dan langkah. Materi atau
substansi pendidikan agama perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan tujuan
tersebut. Memilih dan menggunakan metode yang tepat disamping daya tangkap dan
tanggap murid dengan memperhitungkan masa peka dari tingkat hidup kejiwaannya.
Pelaksanaan pendidikan agama dan penggunaan metode perlu disediakan fasilitas
yang lengkap. Fasilitas peraturan perundang-undangan sampai dengan fasilitas
yang bersifat fisik seperti buku-buku pelajaran beserta penunjangnya.
H.
BAHAN-BAHAN
PEMIKIRAN TENTANG METODE PENDIDIKAN AGAMA PADA PERGURUAN TINGGI
Landasan yuridis formal pelaksanaan
pelajaran agama islam di sekolah-sekolah sampai dengan di perguruan tinggi kita
sudah tidak menjadi persoalan lagi.
Karena telah dijadikan mata pelajaran wajib sejak tahun 1966.
Masih menjadi problema ialah bagaimana
melaksanakannya seefektif mungkin. Sehingga program tersebut dapat memperoleh
sukses. Istilah lain kita masihdihadapkan kepada persoalan metode dan persoalan
ini bukan suatu hal yang gampang dipecahkan karena menyangkut beberapa faktor.
Diantaranya sebagai berikut:
1. Tujuan/
cita-cita; alat-alat yang membantu pelaksanaan baik moril maupun materiil
pendidikannya.
a. Tujuan pendidikan agama ataukah pengajaran agama?
Katakanlah misalnya dirumuskan sebagai berikut: “ Membimbing ke arah terbentuknya
sarjana Indonesia yang berjiwa Islam dan yang bertakwa kepada Allah SWT dengan
beriman teguh, beramal saleh, dan mndedikasikan
keahlian kepada masyarakat”.
b. Alat-alatnya
Di sini
menyangkut persoalan kurikulum serta penyajiannya,dan menyangkut juga alat-alat
material ( kalau ada ) seperti audiovisual, publikasi-publikasi, kepustakaan, metode-metode
yang dapat digunakan, dan sebagainya. Apakah kurikulum dasar yang telah di tetapkan oleh
seminar pendidikan agama islam di perguruan tinggi 1963 di Yogya, yang di aktif-kan
pada tahun 1965 di Jakarta yang sudah memadai atau masih di anggap valid
c. Pendidikan
dosen agama islam
Faktor inilah
yang memeagang central cour ( intinya ) pelajaran agama islam di
perguruan tinggi. Bagai mana pun dosen yang mengajar di perguruan tinggi harus
sarjana dari perguruan tinggi. Namun permasalahan nya apakah dosen itu, apakah
dosen tersebut harus sarjana agama islam atau sarjana umum yang beragama islam?
Bilamana keduanya dapat di pandang qualified
sudah tentu harus mendapatkan upgrading dalam pengetahuan-pengetahuan yang di
perlukan.
d. Anak
didik atau mahasiswa
Sikap-sikap
apakah yang seharusnya dibangkitkan dan di bina dalam pendidikan agama ini.
Sudah tentu sika ilmiah mahasiswa yang harus tetap di pelihara dengan di lakukan pendekatan ilmiah yang sesuai
dngan norma-norma yang berlaku di perguruan tinggi
tersebut dengan
memperhatikan permasalahan-permasalahn sebagai berikut.
1) Persoalan
yang menyangkut kehidupan mahasiswa yang bersifat sosial ekonomi, seksualitas, belajar
pada fakultas yang bersangkutan, soal kebudayaan serta problem-problem
kehidupan individu lainnya.
2) Sikap
ilmiah disejalankan dengan sikap
keagamaan mahasiwa atau sebaliknya. Agama dan ilmu pengetahuan sebenarnya tidak
pelu berlawanan .
e. Sekitar
atau lingkungan
Lingkungan
perguruan tinggi brada harus juga di jadikan perhatian pendidik yang
bersangkutan dalam arti linhkungan sosial kulturalnya.
·
Indentifikasi problem utama
yang dihadapi pendidikan Islam[7]
1.
Lack of vision
Menurut Ismail Raji al Faruqi tak ada upaya menuntut
ilmu tanpa spirit, dimana spirit ini sendiri tentu tidak bisa di-copy,
melainkan dinyatakan dalam sebuah visi diri, dunia dan realitas, yang secara
ringkas dimotivasi oleh agama.
2.
Kesalehan individual dan
ketertinggalan teknologi
Kategori ibadah ghairu makhdah yang cakupannya lebih
luas semisal solidaritas sosial, etika politik, kewajiban menuntut ilmu,
masalah pergaulan, kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitar, kerjasama
antar bangsa, pengembangan sumber daya manusia, dan lain-lain kurang mendapat
perhatian.
Penyempitan makna beribadah menimbulkan dampak yang
besar atas sikap mereka terhadap sain dan teknologi. seolah-olah sains dan
teknologi tidak ada kaitannya dengan kesalehan dan ketakwaan. Padahal justru di
bidang sain dan teknologi inilah umat Islam saat ini jauh tertinggal bila
dibandingkan dengan negara-negara lain.
3.
Dikotomi ilmu
Adanya pemahaman bahwa menuntut ilmu agama itu tergolong
fardu ain dan ilmu-ilmu non agama fardhu kifayah. Maka menimbulkan banyaknya umat
yang mempelajarai agama sebagai suatu kewajiban seraya mengabaikan petingnya
ilmu-ilmu non agama.
4.
Tradisi berpikir
normatif-deduktif
Praktek pendidikan lebih menekankan aspek kognitif
semata. Siswa hanya belajar tentang materi pengetahuan tertentu melalui
transfer of knowledge dari orang yang dpandag lebih tahu, yakni guru.
Pesantren: ketahanan sebuah lembaga pendidikan Islam
·
Pesantren sebagai “ learning
community”
Santri (sebutan untuk warga yang menuntut ilmu) hidup,
belajar, beribadah dan bekerja di bawah bimbingan kiai dan dibawah
perlindungannya. Dalam perkembangannya, learning community ini juga mengenal
tataran-tataran belajar, juga spesialis keilmuan, sebagaimana layaknya
pendidikan di masa kini pada umumnya. Kiai adalah pemimpin sekaligus pemilik
pesantren. ia memimpin dan mengarahkan pendidikan di pesantren berdasarkan
pandangan atau pun pandangan yang diwarisi dari pandangan pendahulunya.
·
Ciri pendidikan pesantren
a.
Terjalinnya hubungan yang akrab
dan familiar antara kiai dengan santri
b.
Kepatuhan santri kepada kiainya
c.
Kehidupan relatif sederhana
d.
Semangat mandiri
e.
Disiplin yang terjaga
f.
Saling membantu
g.
Meneladani kehidupan kiai,
khususnya ruhaniahnya.
·
Fungsi pesantren
1.
Melakukan transfer/transmisi
ilmu-ilmu keislamanan
2.
Memeliharaan tradiri Islam
3.
Menjaga fungsi reproduksi ulama
(Azyumardi Azra)
Tanggung jawab intelektual Muslim
Tanggung jawab intelektual Muslim
Ulil albab sebagai istilah yang digunakan al Qur’an
untuk intelektual Muslim. Menurut Dr.Muhammad Hijazi ada 8 sifat ulul albab
dalam surah ar Rad:20-24. Kaitan ayat tersebut dengan sifat intelek muslim.
1.
Kewajiban
Yaitu memenuhi janji Allah dan menyambung apa yang Allah perintahkan
untuk menyambungnya. Perjanjian Allah disebut mitsuq. Dalam hal ini intelektual
Muslim berfungsi sebagai integrator, katalis, pemersatu dan muwahid
2.
Akhlak
Seorang intelektual Muslim harus mempertanggung jawabkan apa yang ia kerjakan di dunia ini: ia takut pada perhitungan yang jelek, teguh, penuh komitmen, tabah, ikhlas karena Allah.
Seorang intelektual Muslim harus mempertanggung jawabkan apa yang ia kerjakan di dunia ini: ia takut pada perhitungan yang jelek, teguh, penuh komitmen, tabah, ikhlas karena Allah.
3.
Metode
Cara utama untuk menerapkan nilai-nilai Islam adalah membentuk tempat shalat, mengisinya dengan program-program keislaman dan menjadikannya sebagai jantung Islamisasi. Kedua dengan menggalakkan infak. Ketiga menolak jelek dengan kebaikan.
Cara utama untuk menerapkan nilai-nilai Islam adalah membentuk tempat shalat, mengisinya dengan program-program keislaman dan menjadikannya sebagai jantung Islamisasi. Kedua dengan menggalakkan infak. Ketiga menolak jelek dengan kebaikan.
REFERENSI
Muzzayin
Arifin.2008.Kapita Selekta Pendidikan
Islam.PT. Bumi
Aksara:Jakarta
Hamzah
B Uno. 2006. Perencanaan Pembelajaran.
PT. Bumi Aksara: Jakarta
Spupe07.wordpress.com/2011/10/16/resume-mata-kuliah-kapita-selekta-pendidikan/
[1] Prof. H Muzzayin Arifin,M. Ed, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
2008, PT Bumi Aksara, Jakarta, hlm.5
[2] Ibid hlm 16
[3] Q.S Al-An’am: 162
[4] . QS. Ar-Ra’du:11
[5] Ibid hlm 38
[6] Q.S Al-Hasyr:18
0 Komentar
Penulisan markup di komentar