Makalah Struktur Hadist |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadist merupakan sumber ajaran islam kedua setelah
Alqur’an. Kedudukan Hadist sangat urgen bagi sarana informasi mengenai syariat
yang diajarkan nabi kepada umatnya. Masyarakat islam mutlak mengetahui dan
memahami sumber ajarannya, yakni Al-Qur’an dan Hadist. Tetapi faktanya banyak
muslim yang tidak memahami tentang Hadist. Sebagian dari mereka pun
mengenal dan memahami hadist tetapi seringkali implikasi dikehidupan
sehari-harinya mereka abaikan. Untuk memahami sumber ajaran islam tidak hanya
proses inqury terhadap hal yang berhubungan dengan sumber ajaran islam saja,
hadist misalnya. Tetapi juga diperlukan pemikiran yang kritis untuk
memahaminya. Sehingga dapat menteladani seluruh aspek kehidupan Rasulallah.
Oleh karena itu, Tuntutan penyusunan makalah terkait
“Pengertian dan Struktur Hadist” ini diharapkan sedikit bisa memberi
pengetahuan seputar Hadist.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian hadist secara etimologi dan terminologi?
2.
Apa pengertian Sunnah, khabar, dan atsar ?
3.
Apa bentuk-bentuk hadist ?
4.
Apa saja struktur hadist?
C.
Tujuan Pembuatan Makalah
1.
Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah “Ulumul Hadist”.
2.
Menambah Pembendaharaan informasi mengenai pengertian dan struktur hadist.
3.
Untuk Mengetahui definisi hadist dan struktur hadist secara kontemporer.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADITS
1.
Pengertian Hadist menurut Bahasa (Etimologi)
Menurut Ibn Manzhur, Hadits berasal dari bahasa arab,
yaitu dari kata al-Hadits, jamaknya : al-ahadits
al-haditsan dan al-hudtsan.[1]
Secara etimologis kata ini memiliki banyak arti, di antaranya : al-jadid (yang
baru) lawan dari al-qadim(yang lama), dan al-khabar,
yang berarti kabar atau berita.[2]
Maksud dari kalimat al-jadid (yang
baru) lawan dari al-qadim (yang lama),” adalah bahwa semua
sabda Rasulullah Saw, dianggap sebagai sesuatu yang baru, sedangkan yang qadim adalah
al-qur’an. Ketiga jamak (al-ahadits al-haditsan, al-hudtsan)
berarti baru ini, dapat pula sebagai jamak dari pada hadits yang berartiqarib (dekat).
Abul Baqa dalam penelitiannya mengatakan, kata Hadits
senada dengan katatahdits, yang berarti ikhbar atau
memberi tahu. Kemudian pengertian ini berkembang mencakup segala pekerjaan,
ucapan, dan pengakuan Nabi Saw saja. Perkataanikhbar sebenarnya
sudah digunakan sejak zaman pra-Islam yang artinya sama dengan hadits.[3]
Sementara itu Syaikh Nuruddin ‘Itr menyebut, Hadits
adalah kebalikan dariqadim (sesuatu yang terdahulu atau lama) dan
dipakai juga dengan makna khabar. Di nyatakan dan al-Qamus, “ al-Hadits
huwa al jadiid wa al-khabar” (hadits artinya sesuatu yang baru atau
berita). Khabar menurut pakar hadits adalah sinonim kata Hadits.”
Dengan demikian, menurut jumhur ulama tidak ada perbedaan antara hadits dan
khabar.[4]
Di samping pengertian tersebut, M.M. Azami,
mendefiniskan kata ‘Hadits’ (al-Hadits), secara lughawiyah (etimologi)
berarti ‘komunikasi’, ‘kisah’, ‘percakapan’; religius, historis, atau
kontemporer.
Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa
secara etimologi pengertian hadist itu adalah al’jadid (yang
baru). Artinya bahwa semua sabda nabi itu dianggap baru. Sedangkan
yang Qodim adalah Al-Qur’an. Hadist juga merupakan khabar,
berita, dan history yang memberi tahu tentang cara Rasulallah menjalankan
syariat Islam.
Dalam al-qur’an, kata hadits ini digunakan sebanyak 23
kali. Sebagai contoh :
a.
Komunikasi religious :
risalah atau Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman,
ª!$# tA¨tR z`|¡ômr& Ï]Ïptø:$# $Y6»tGÏ. $YgÎ6»t±tFB uÎT$sW¨B Ïèt±ø)s? çm÷ZÏB ßqè=ã_ tûïÏ%©!$# cöqt±øs öNåk®5u §NèO ßû,Î#s? öNèdßqè=ã_ öNßgç/qè=è%ur 4n<Î) Ìø.Ï «!$# 4 y7Ï9ºs yèd «!$# Ïöku ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o 4 `tBur È@Î=ôÒã ª!$# $yJsù ¼çms9 ô`ÏB >$yd ÇËÌÈ
Allah
telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang[5],
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.(QS.
Az Zumar : 23)
Firman-Nya lagi,
ÎTöxsù `tBur Ü>Éjs3ã #x»pkÍ5 Ï]Ïptø:$# ( Oßgã_ÍôtGó¡t^y ô`ÏiB ß]øym w tbqßJn=ôèt ÇÍÍÈ
Maka
serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan
Perkataan ini (Al Quran). nanti Kami akan menarik mereka dengan
berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (QS. Al Qalam : 44)
b.
Kisah tentang suatu watak sekuler atau umum.
Allah SWT. Berfirman,
ö (#qä9$s%ur Iwöqs9 tAÌRé& Ïmøn=tã Ô7n=tB ( öqs9ur $uZø9tRr& %Z3n=tB zÓÅÓà)©9 âöDF{$# ¢OèO w tbrãsàZã ÇÑÈ
Dan
mereka berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat?"[6]
dan kalau Kami turunkan (kepadanya) malaikat, tentulah selesai urusan itu,[7]
kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikitpun).(QS. Al An’am:8)
c.
Kisah Historis
Allah SWT berfirman,
ö@ydur y79s?r& ß]Ïym #ÓyqãB ÇÒÈ
Apakah telah sampai
kepadamu kisah Musa?
d.
Kisah Kontemporer
Allah SWT berfirman,
øÎ)ur §| r& ÓÉ<¨Z9$# 4n<Î) ÇÙ÷èt/ ¾ÏmÅ_ºurør& $ZVÏtn $£Jn=sù ôNr'¬7tR ¾ÏmÎ/ çntygøßr&ur ª!$# Ïmøn=tã t$¡tã ¼çmÒ÷èt/ uÚ{ôãr&ur .`tã <Ù÷èt/ ( $£Jn=sù $ydr'¬6tR ¾ÏmÎ/ ôMs9$s% ô`tB x8r't7/Rr& #x»yd ( tA$s% uÎTr'¬7tR ÞOÎ=yèø9$# çÎ6yø9$# ÇÌÈ
Dan
ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya
(Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu
(kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan
Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan
Allah kepadanya) dan Menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka
tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu
(Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini
kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah
yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."(QS. At Tahrim : 3)
Dari ayat ayat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa kata hadist telah
digunakan dalam Al-Qur’an dalam arti “Kisah”, “komunikasi”, atau “risalah”,
religious maupun secular, dari suatu masa lampau ataupun masa kini.[8]
2. Pengertian
Hadist Secara Istilah (Terminologi)
Secara terminologis, para ulama, baik muhadistin, fuqoha, ataupun ulama
ushul, merumuskan pengertian hadist secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan
tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan
masing-masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.[9]
Ulama hadist mendefiniskan hadist yaitu Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda,
perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.[10]
Menurut istilah ahli ushul fiqh, pengertian hadist adalah Segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW, selain AL-Qur’anulkarim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
taqrir Nabi yang bersangkut-paut dengan hokum Syara.[11]
Adapun menurut istilah para Fuqoha, hadist adalah Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW. Yang tidak bersangkut pat
dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.[12]
Perbedaan pandangan tersebut kemudian melahirkan dua macam pengertian
hadist, yakni pengertian secara terbatas dan pengertian secara luas.[13]
Pengertian hadist secara terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh jumhur
Al-Muhadistin, adalah Segala sesuatu
yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan
(taqrir) dan sebagainya.[14]
Dengan demikian, menurut ulama hadist, esensi hadist adalah segala berita
yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad
SAW. Yang dimaksud ihwal adalah segala sifat dan keadaan pribadi Nabi SAW.
Adapun pengertian hadist secara luas, sebagaimana dikatakan Muhammad
Mahfudz At-Tirmidzi, adalah Sesungguhnya
hadist bukan hanya yang dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan dapat
pula disebutkan pada yang mauquf ( dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya
dari sahabat) dan maqthu’ (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari
tabi’in).[15]
Hal ini jelas bahwa para ulama beragam dalam mendefinisikan hadist karena
berbeda dalam meninjau objek hadist itu sendiri.
B.
PENGERTIAN SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR
Dalam khazanah ilmu hadist, istilah hadist sering
disebut juga dengan istilah sunnah, khabar, dan atsar.
1.
Pengertian Sunnah
Secara bahasa sunnah diartikan sebagai : Jalan yang dilalui, baik terpuji ataupun
tercela[16]
Seperti sabda Nabi Muhammad SAW:
Barang siapa merintis dalam islam suatu jalan yang baik, ia memperoleh
pahala jalan baik itu dan pahala orang yang melakukannya sesudah dirinya, tanpa
mengurangi sedikit pun pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam islam
suatu jalan yang buruk, ia akan menerima dosa jalan buruk itu dan dosa orang
yang mengerjakannya sesudah dirinya, tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka.
(H.R. Muslim)
Juga sabda Nabi Muhammad SAW :
Sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah (perjalanan-perjalanan) orang
yang sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga
sekiranya mereka memasuki sarang dhab (serupa biawak) sungguh kamu memasuki
juga. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari kedua hadist tersebut, kita bisa mengetahui bahwa
kata “Sunnah” sebagaimana juga menurut ahli bahasa berarti jalan.
Adapun pengertian Sunnah menurut istilah, seperti yang
diungkapkan oleh Muhammad Ajaj Al-Khathib,adalah Segala sesuatu yang dunukilkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup,
baik sebelum Nabi diangkat jadi rasul atau sesudahnya.
Dari sudut pandang terminologi , para ahli tidak
membedakan antara hadist dan sunnah. Menurut mereka, hadist atau sunnah adalah
hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
penetapan maupun sifat beliau, dan sifat ini baik berupa sifat-sifat fisik,
moral maupun perilaku, sebelum beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya.
Sunnah pada dasarnya sama dengan hadist, namun dapat
dibedakan dalam pemaknaannya, seperti yang diungkapkan oleh M.M Azami bahwa
sunnah berarti model kehidupan Nabi SAW, sedangkan hadist adalah periwayatan
dari model kehidupan Nabi SAW. Tersebut.[17]
2.
Pengertian Khabar
Secara bahasa, khabar artinya warta atau berita[18]
yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Khabar menurut istilah
ahli hadist adalah Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari
Nabi SAW.
Maksudnya bahwa khabar itu cakupannya lebih luas
disbanding dengan hadist. Khabar mencakup segala sesuatu yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW dan selain Nabi, seperti perkataan sahabat dan tabi’in, sedangkan
hadist hanya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik perkataan,
perbuatan, maupun taqrir (ketetapan) beliau.
3.
Pengertian Atsar
Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau
sisa sesuatu. Menurut kebanyakan ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama
dengan khabar dan hadist, namun menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya
lebih umum disbanding khabar.
Para fuqoha memakai istilah atsar untuk
perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in, dan lain-lain.
Dari pengertian tentang hadist, sunnah, khabar, dan atsar,
sebagaimana diuraikan diatas, menurut jumhur ulama ahli hadist, dapat
dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadist disebut juga dengan
sunnah, khabar, atau atsar. Begitu pula, sunnah dapat disebut dengan hadist,
khabar, dan atsra. Oleh karena itu, hadist mutawatir dapat juga disebut dengan
sunnah mutawatir atau khabar mutawatir. Begitu juga, hadist shahih juga dapat
disebut dengan sunnah shahih, khabar shahih, dan atsar shahih.
C.
BENTUK-BENTUK HADIST
Berdasarkan pengertian hadist diatas, bentuk-bentuk
hadist terbagi pada qauli (perkataan), fi’li (perbuatan), taqrir (ketetapan),
hammi (keinginan), ahwali (hal ihwal), dan lainnya.
1.
Hadist Qauli
Hadist Qauli adalah segala bentuk perkataan atau
ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dengan kata lain, hadist qauli adalah
hadist berupa perkataan Nabi SAW yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk
syara’, peristiwa, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek akidah, syariat,
maupun akhlak.
Diantara contoh hadist qauli adalah hadist tentang
kecaman Rasul kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadist-hadist yang
berasal dari Rasulullah SAW,
Dari Abu Hurairoh r.a Rasulullah bersabda : “barang siapa sengaja berdusta
atas diriku, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di neraka”.
(H.R Muslim).
2.
Hadist Fi’li
Hadist fi’li adalah segala sesuatu perbuatan yang
disandarkan kepada Nabi SAW. Dalam hadist tersebut terdapat berita tentang
perbuatan Nabi SAW yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, dan
menjadi keharusan bagi semua umat islam untuk mengikutinya.
Hadist yang termasuk kategori ini diantaranya adalah
hadist-hadist yang didalamnya terdapat kana-kata kanalyakunu ra’aitul
ai’na.[19]
contohnya hadist berikut ini :
Dari ‘Aisyah, Rasul SAW membagi (nafkah dan gilirannya) antar istri-istrinya
dengan adil. Beliau bersabda, “Ya Allah ! Inilah pembagianku pada apa yang aku
miliki. Janganlah Engkau mencelaku dalam hal yang tidak aku miliki”. (H.R. Abu
dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah).
3.
Hadist Taqriri
Hadist Taqriri adalah hadist berupa
ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau dilakukan oleh para
sahabatnya. Nabi SAW membiarkan atau ,endiamkan suatu perbuatan yang dilakukan
oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan
atau mempermasalahkannya. Sikap Nabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh
para sahabat sebagai dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai
kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian Syara’.[20]
Di antara contoh hadist taqriri adalah sikap Rosul SAW
yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdanya tentang shalat pada
suatu peperangan, yaitu,
Janganlah seorang pun shalat Ashar, kecuali nanti di Bani Quraidhah. (H.R Al Bukhori).
Sebagian sahabat memahami larangan itu berdasarkan
pada hakikat perintah tersebut sehingga mereka terlambat dalam melaksanakan
shalat Ashar. Segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut untuk
segera menuju Bani Quraidhah dan serius dalam peperangan dan perjalanannya
sehingga dapat shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabat ini dibiarkan
oleh Nabi SAW tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.[21]
4.
Hadist Hammi
Hadist Hammi adalah hadist yang
berupa keinginan atau hasrat Nabi SAW yang belum terealisasikan, seperti halnya
hasrat berpuasa tanggal 9 Asyu’ara. Sebagai contoh adalah hadist dari Ibn
Abbas, sebagai berikut,
Dari Abdullah ibn Abbas, ia berkata, “ketika Nabi SAW berpuasa pada hari
‘Asyuara dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, “Ya
Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani”?
Rasul Saw bersabda, “Tahun yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada
hari yang kesembilan”. (H.R Muslim).
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya karena
beliau wafat sebelum datang bulan Asyuara tahun berikutnya. Menurut para ulama,
seperti Asy-Syafi’I dan para pengikutnya, menjalankan hadist hammi ini
disunahkan, sebagaimana menjalankan sunah-sunah lainnya.[22]
5.
Hadist Ahwali
Hadist Ahwali adalah hadist yang berupa hal ikhwal
Nabi SAW yang tidak termasuk kedalam kategori keempat bentuk hadist diatas.
Hadist yang termasuk kategori hadist ini adalah hadist-hadist yang menyangkut
sifat-sifat dan kepribadian Nabi SAW.[23]
Sifat Nabi SAW diceritakan dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Annas bin Malik, sebagai berikut,
Rasul SAW adalah orang yang paling mulia akhlaknya (Mutafaq’ alaih)
Tentang keadaan fisik Nabi
SAW dijelaskan dalam hadist:
Rasul SAW adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa dan tubuh. Keadaan fisiknya
tidak tinggi dan tidak pendek. (H.R. Al-Bukhari)
Pada hadist lainnya disebutkan bahwa Anas bin Malik
berkata,
Dari Anas ra. Berkata, “Aku belum pernah memegang sutra murni dan sutra
berwarna (yang halus) sehalus telapak tangan Rasul SAW., juga belum pernah
mencium wewangian seharum Rasul SAW. (H.R. Bukhari).
D. Struktur Hadist
1. Sanad
a. Definisi
Sanad
Sanad menurut bahasa artinya sandaran atau sesuatu
yang dijadikan sebagai sandaran, dikatakan demikian karena suatu hadis
bersandar kepadanya . Sedangkan pengertian sanad menurut istilah ilmu hadis,
banyak ulama yang mengemukakannya, diantaranya ialah:
- As Suyuti dalam bukunya Tadrib ar Rawi, hal 41 ,
menulis:
“Berita
tentang jalan matan”
- Mahmud at Tahhan, mengemukakan sanad adalah :
Dalam bidang ilmu hadis sanad itu merupakan salah satu
neraca yang menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadis. Jika para pembawa hadis
tersebut orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, taqwa, tidak
fasik, menjaga kehormatan diri, dan mempunyai daya ingat yang kuat, sanadnya
bersambung dari satu periwayat kepada periwayat lain sampai kepada sumber
berita pertama, maka hadisnya dinilai shahih. Begitupun sebaliknya, andaikan
salah seorang dalam sanad ada yang fasik atau yang tertuduh dusta atau setiap
para pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung (muttashil),
maka hadis tersebut dhaif sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
b. Contoh Sanad
ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ﻋَﺒْﺪِ اﻟﺮﱠﺣْﻤَﻦِ ﻋَﺒْﺪِ اﷲِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮ
ﺑْﻦِ اﻟْﺨَﻄﱠﺎبِ رَﺿِﻲ اﷲُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎل : ﺳَﻤِﻌْﺖُ رَﺳُﻮْل اﷲِ ﺻﻠﻰ اﷲ وﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮْل :
ﺑُﻨِﻲَ اْﻹِﺳْﻼَمُ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻤْﺲٍ : ﺷَﻬَﺎدَةُ أَنْ ﻻَ إِﻟَﻪ إِﻻﱠ اﷲُ
وَأَنﱠ ﻣُﺤَﻤﱠﺪاً رَﺳُﻮْل اﷲِ وَإِﻗَﺎمُ اﻟﺼﱠﻼَةِ وَإِﻳْﺘَﺎءُ اﻟﺰﱠآَﺎةِ وَﺣَﺞﱡ
اﻟْﺒَﻴْﺖِ وَﺻَﻮْمُ رَﻣَﻀَﺎن.
]رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬي وﻣﺴﻠﻢ [
Artinya:
Dari
Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Alh- Khottob radiallahuanhuma dia berkata
: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Islam
dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah
selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan.
(Riwayat Turmuzi dan Muslim)
Dari contoh hadis di atas jika diteliti, maka yang
dimaksud dengan sanad adalah dimulai dari Abu Abdurrahman , yang menyambungkan kepada
Rasulullah SAW.
2. Matan
a. Definisi
Matan
Kata matan menurut bahasa berarti yang berarti tanah
yang tinggi dan keras,namun ada pula yang mengartikan kata matan dengan arti
kekerasan, kekuatan, kesangatan. sedangkan arti matan menurut istilah ada
banyak pendapat yang dikemukakan para ahli dibidangnya, diantaranya:
- Menurut Muhammad At Tahhan
“suatu kalimat tempat berakhirnya
sanad”
- Menurut
Ath Thibbi
“lafadz hadis yang dengan lafadz itu
terbentuk makna”
Jadi pada dasarnya sanad itu ialah berupa isi pokok
dari sebuah hadis, baik itu berupa perkataan Nabi atau perkataan seorang
sahabat tentang Nabi. Posisi matan dalam sebuah hadis amatlah penting karna
dari matan hadis tersebutlah adanya berita dari Nabi atau berita dari sahabat
tentang Nabi baik itu tentang syariat atau pun yang lainnya.
b. Contoh Matan
ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ﻋَﺒْﺪِ اﻟﺮﱠﺣْﻤَﻦِ ﻋَﺒْﺪِ اﷲِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮ ﺑْﻦِ
اﻟْﺨَﻄﱠﺎبِ رَﺿِﻲ اﷲُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻗَﺎل : ﺳَﻤِﻌْﺖُ رَﺳُﻮْل اﷲِ ﺻﻠﻰ اﷲ وﺳﻠﻢ
ﻳَﻘُﻮْل : ﺑُﻨِﻲَ
اْﻹِﺳْﻼَمُ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻤْﺲٍ : ﺷَﻬَﺎدَةُ
أَنْ ﻻَ إِﻟَﻪ إِﻻﱠ اﷲُ وَأَنﱠ ﻣُﺤَﻤﱠﺪاً رَﺳُﻮْل اﷲِ وَإِﻗَﺎمُ اﻟﺼﱠﻼَةِ
وَإِﻳْﺘَﺎءُ اﻟﺰﱠآَﺎةِ وَﺣَﺞﱡ اﻟْﺒَﻴْﺖِ وَﺻَﻮْمُ رَﻣَﻀَﺎن.
]رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬي وﻣﺴﻠﻢ [
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin
Alh- Khottob radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda : Islam
dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah
selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan.
(Riwayat Turmuzi dan Muslim)
Dari contoh
hadist diatas yang dimaksud dengan matan hadis ialah lafadz yang dimulai dengan
:
ﺑُﻨِﻲَ اْﻹِﺳْﻼَمُ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻤْﺲ
hingga lafadz وَﺻَﻮْمُ رَﻣَﻀَﺎن atau dengan
kata lain yang dimaksud dengan bagian matan dari contoh hadis di atas yang
artinya Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi
bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad
utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa
Ramadhan.
3. Mukharrij
Kata Mukharrij merupakan bentuk Isim Fa’il (bentuk
pelaku) dari kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam bahasa
diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. sedangkan menurut istilah
mukharrij ialah orang yang mengeluarkan, menyampaikan atau menuliskan kedalam
suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
(gurunya) . Di dalam suatu hadis biasanya disebutkan pada bagian terakhir nama
dari orang yang telah mengeluarkan hadis tersebut, semisal mukharrij terakhir
yang termaksud dalam Shahih Bukhari atau dalam Sahih Muslim, ialah imam Bukhari
atau imam Muslim dan begitu seterusnya.
Seperti pada contoh hadis yang pertama diatas, pada
bagian paling akhir hadis tersebut disebutkan nama Turmuzi dan Muslim yang menunjukkan bahwa yang telah
mengeluarkan hadis tersebut ialah Imam Turmuzi dan Imam Muslim.
4. Tabaqat
al-Ruwwat
Secara bahasa kata tabaqat diartikan; kaum yang serupa
atau sebaya. Sedangkan menurut istilah tabaqat ialah ;
“Kaum
yang berdekatan atau sebaya dalam usia dan dalam isnad atau dalam isnad saja”
Tabaqat adalah kelompok beberapa orang yang hidup
dalam satu generasi atau satu masa dan dalam periwayatan atau isnad yang sama
atau sama dalam periwayatan saja.menurut Ibnu Hajar Al-Asaqalani, Tabaqat Al
Ruwwah sejak masa sahabat sampai pada akhir periwayatan ada 12 tabaqat yaitu
sebagai berikut:
a. Sahabat dengan berbagai tingkatannya.
b. Tabi’in senior seperti Sa’id bin Al-Musayyab
c. Tabi’in pertengahan seperti Al-Hasan dan Ibnu Sirin
d. Tabi’in dekat pertengahan seperti Az-Zuhri dan
Qatadah
e. Tabi’in yunior seperti Al-A’masy
f. Tabi’in yunior tetapi tidak bertemu seorang sahabat
seperti Ibnu Juraij
g. Tabi’i Tabi’in senior seperti Malik bin Anas dan
Sufyan Ats-Tsauri
h. Tabi’i Tabi’in pertengahan seperti Ibnu Uyaynah dan
Ibnu Ulayyah
i. Tabi’i Tabi’in yunior seperti Abu Dawud
Ath-Thayalisi dan Asy-Syafi’i
j. Murid Tabi’i Tabi’in senior seperti Ahmad bin
Hambal
k. Murid Tabi’i Tabi’in pertengahan seperti
Adz-Dzuhali dan Al-Bukhori
l. Murid Tabi’i Tabi’in yunior seperti At-Tirmidzi
Di antara faedah mengetahui tabaqat al-ruwwah ini
adalah menghindarkan kesamaan antara dua nama atau beberapa nama yang sama atau
hampir sama. Selain itu faedahnya juga yaitu untuk mengetahui ke-muttashil-an
atau ke-mursal-an suatu hadis. Sebab suatu hadis tidak dapat ditentukan sebagai
hadis muttasil atau mursal, kalau tidak mengetahui apakah tabi’in yang
meriwayatkan hadis dari seorang sahabat itu hidup segenerasi atau tidak.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara
etimologi, hadist merupakan berita, dan history yang memberi tahu tentang cara
Rasulallah menjalankan syariat Islam.
Sedangkan secara Terminologi, ada beberapa pendapat
diantaranya dari para muhadistin, para pakar ushul fiqih, dan dari Fuqoha.
Ketiga pendapat tersebut pada intinya sama, yakni memberikan arti bahwa hadist
adalah segala sesuatu yang datangnya dari Nabi dan tidak lepas dari empat
unsure mutlaq pada kehidupan nabi. Yakni perkataan, perbuatan, ketetapan, dan
himmah Rasulallah. Adapun yang membedakannya adalah dari segi sudut pandang dan
keluasan objek dan batasan dari para pakar.
Menurut Muhadisin hadist adalah segala sesuatu yang
datangnya dari nabi dengan empat unsure yang mutlak, baik sebelum menjadi Rasul
ataupun sesudahnya.
Sedangkan para pakar ushul fiqih menyatakan bahwa
hadist adalah segala yang datang dari Nabi dengan empat unsure mutlak kehidupan
nabi focus pada hal yang berhubungan dengan masalah syariat islam.
Dan menurut Fuqoha, hadist adalah segala yang datang
dari Nabi dengan empat unsure mutlak kehidupan nabi yang tidak berhubungan
dengan masalah fardu dan wajib.
Adapun struktur hadist secara umum ada dua komponen,
yakni sanad dan matan. Sedangkan untuk lebih detailnya ada empat komponen yakni
sanad, matan, mukhorrij, dan Tobaqot arruwat.
DAFTAR PUSTAKA
Solahudin, Agus. M, & Suyadi, Agus. 2011. Ulumul
Hadits. Bandung. Pustaka Setia.
Abdurrahman & Sumarna, Elan. 2011. Metode
Kritik Hadits : Telaah Ilmu Jarh Wa Ta’dil. Bandung.
Remaja Rosdakarya.
Al-Qardhawi, Yusuf. 2007. Pengantar Studi
Hadits. Penerjemah Agus Suyadi & Dede Rodin. Bandung. Pustaka Setia
Itr, Nuruddin. 2012. Ulumul Hadits. Alih
Bahasa Mujiyo. Bandung Remaja Rosdakarya.
Khaeruman, Badri. 2010. Ulum al-Hadits.
Bandung. Pustaka Setia.
Ajjaj Al-Khatib, Muhammad. 1997. Al-Sunnah
Qabla Al-Tadwin. Beirut : Dar Al-Fikr
Manzhur, Ibnu. Lisan Al-Arab juz II. Mesir
: Dar Al-Mishriyah
[5] Maksud berulang-ulang
di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang
menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap.
sebahagian ahli tafsir mengatakan bahwa Maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Al
Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al
Faatihah.
[7] Maksudnya:
kalau diturunkan kepada mereka malaikat, sedang mereka tidak juga beriman,
tentulah mereka akan diazab Allah seketika, sehingga mereka binasa semuanya.
[8] M.M, Azami, Studies in Hadist
Methodology and Literature. Terj. Meth Kieraha. Jakarta : Lentera. 2003. Hlm,
21-23.
[21]
Abbas Mutawali Hamadah. As-Sunah An-Nabawiyah wa
Makanatuh fi At-Tasyri. Kairo : Dar Al-Qoumiyah li Ath-Thiba’ah wa An-Nasyr.
1965. Hlm. 22-23
0 Komentar
Penulisan markup di komentar