PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1909, Bernard secara tidak sengaja menemukan adanya
fungi yang penting untuk perkecambahan biji anggrek.Anggrek hidup secara
simbiosis dengan fungi sejak perkecambahan.Simbiosis adalah hubungan antara
fungi dan akar disebut dengan mikoriza yang berarti fungus-akar.Perkecambahan
dan pertumbuhan anggrek yang masih muda sangat tergantung pada hubungan dengan
fungi tersebut karena cadangan makanan yang ada pada biji anggrek sangat
sedikit. Hadley (1982) menyimpulkan bahwa apa yang diperoleh anggrek dari hasil
simbiosis dengan fungi tergantung pada jenis anggrek. Kemungkinan besar biji
anggrek memperoleh karbohidrat dan asam amino tertentu dengan simbiosis yang
dilakukan dengan fungi tertentu.Semua jenis anggrek pada awal masa
pertumbuhannya dikenal bersifat heterotropik atau memerlukan pasokan dari luar
(Peterson et al., 1998 cit. Musdiawati, 2007).
Akan tetapi perlu
tidaknya fungi bagi anggrek sempat menjadi kontroversi ketika Knudson
mengembangkan teknik asimbiotik dengan media steril dengan nutrisi yang
diperlukan oleh bij anggrek.Pada tahun 1920-an, Knudson menunjukkan bahwa
perkecambahan biji anggrek dapat dilakukan dengan menanam biji anggrek pada
media yang mengandung mineral dan gula sebagai sumber energi (Arditti,
2010).
Penelitian yang berhasil dilakukan Knudson menunjukkan bahwa biji anggrek
dapat berkecambah secara in vitro. Beberapa alasan untuk megecambahkan
biji anggrek secara in vitro adalah :
1.
Biji
anggrek sangat kecil dan mengandung cadangan makanan yang sangat sedikit atau
bahkan tidak ada. Jika dikecambahkan in vivo kemungkinan besar bisa
hilang atau cadangan makanan tidak mencukupi
2.
Perkecambahan
dan perkembangan bibit sangat tergantung pada simbiosis dengan fungi. Jika
ditumbuhkan tanpa fungi maka disebut perkecambahan asimbiotik.
3.
Jika biji
dihasilkan dari persilangan tertentu, maka perkecambahan secara in vitro akan
meningkatkan persentase keberhasilannya.
4.
Perkecambahan
secara in vitro dapat membantu perkecambahan embrio anggrek yang belum
berkembang atau belum matang sehingga memperpendek siklus pemuliaannya atau
budidayanya
5.
Perkecambahan
dan perkembangan bibit dapat berlangsung lebih cepat dalam kondisi in vitro karena
lingkungan yang terkendali dan tidak ada kompetisi dengan fungi atau bakteri
yang tidak menguntungkan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Buah dan Biji Anggrek
Banyak peneliti yang melaporkan bahwa buah anggrek yang dipilih
untuk dikecambahkan secara in vitro tidak harus yang sudah masak
(berwarna kuning kecoklatan) dan sudah membuka atau pecah. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan saat pemilihan buah anggrek untuk ditanam secara in vitro
adalah :
1.
Lebih mudah
untuk sterilisasi buah yang belum pecah
2.
Dengan
memilih buah yang belum terlalu masak, dapat dilakukan penyelamatan embrio dari
hasil persilangan antar spesies atau kultivar yang berkerabat jauh
3.
Mengecambahkan
biji yang belum terlalu masak dapat memperpendek siklus budidaya
4.
Waktu
pengambilan buah yang tepat tergantung tiap spesies. Biasanya diambil saat 2/3
masak seperti diungkapkan oleh Lucke (1971) cit. Pierik (1987) di tabel
1. Akan tetapi lama perkecambahan tersebut dapat berubah sesuai kultivar maupun
lingkungan.
Menurut Damayanti
(2011), kematangan buah anggrek sangat tergantung pada jenis anggrek itu
sendiri. Buah anggrek Dendrobium akan matang dalam umur 3-4 bulan, buah anggrek
Vanda setelah 6-7 bulan, sedangkan buah anggrek Cattleya baru matang setelah 9
bulan. Buah anggrek adalah buah lentera dan akan pecah ketika matang. Bagian
yang membuka adalah bagian tengahnya. Untuk kultur jaringan anggrek,
pengambilan buah lebih baik sebelum buah pecah tetapi sudah mendekati masa
matang sehingga biji siap untuk berkecambah.
Tabel 1. Lama waktu masak beberapa jenis buah
anggrek (Pierik, 1987).
NO.
|
Jenis anggrek
|
Waktu buah masak (setelah pembuahan)
|
1
|
Calanthe
|
4 bulan
|
2
|
Cattleya
|
11 bulan
|
3
|
Coelogyne
|
13 bulan
|
4
|
Cymbidium
|
10 bulan
|
5
|
Cypripedium
|
3.5 bulan
|
6
|
Dendrobium
|
12 bulan
|
7
|
Epidendrum
|
3.5 bulan
|
8
|
Laelia
|
9 bulan
|
9
|
Milotonia
|
9 bulan
|
10
|
Odontoglossium
|
7 bulan
|
11
|
Paphiopedilum
|
10 bulan
|
12
|
Phalaenopsis
|
6 bulan
|
13
|
Stanhopea
|
7 bulan
|
14
|
Vanda
|
20 bulan
|
Gambar 1.
Buah anggrek muda (kiri) dan buah anggrek hampir masak (kanan) (sumber :
wordpress.com dan euisnovitasari.blogspot.com)
Menurut Pierik (1987),
biji anggrek sangat kecil, biasanya dengan panjang 1.0-2.0 mm dan lebar
0.5-1.0mm. Biasanya per polong atau buah terdapat 1,300-4,000,000 biji
anggrek.Biji anggrek terdiri dari testa atau kulit biji yang tebal dan embrio
yang terdiri dari sekitar 100 sel (gambar 1).Sedangkan menurut Mursidawati
(2007), biji anggrek dikenal dengan sebutan ‘dust seed’ karena ukurannya sangat
kecil sehingga menyerupai butiran debu.Struktur biji anggrek hanya terdiri dari
4-200 sel saja sehingga kapasitasnya untuk membawa cadangan makanan menjadi
sangat terbatas.
Gambar 2.
Biji anggrek(sumber : a. www.beyondthehumaneye.blogspot dan b.
sukasuka.blogspot.com)
Kulit biji mempunyai sifat yang spesifik yaitu bentuk seperti
jaring dengan bentuk yang khas untuk tiap spesies anggrek.Testanya adalah
jaringan yang sudah mati dan terdiri dari banyak ruang kosong atau udara
sebanyak 96%, sehingga biji anggrek dapat dikatakan seperti suatu balon
udara.Embrio anggrek berbentuk bulat atau lonjong. Biji anggrek biasanya tidak
bisa dibedakan bagian-bagiannya seperti biji tanaman lain, yaitu tanpa
kotiledon, tanpa akar dan tanpa endosperm. Pada ujung distal biasanya terdapat
titik tumbuh tetapi sulit untuk diamati.
2.2Kultur Jaringan
Kultur jaringan
merupakan suatu metode yang sudah dikenal cukup lama. Pelaksanaan teknik kultur
jaringan ini berdasarkan atas teori sel seperti yang dikemukakan oleh Schleiden
dan Scwann, yaitu sel mempunyai kemampuan autonomi, bahkan mempunyai kemampuan
totipotensi. Kemampuan totipotensi adalah kemampuan tiap sel untuk tumbuh
menjadi tanaman yang sempurna bila diletakkan di lingkungan yang sesuai
(Suryowinoto, 1991 cit. Hendaryono dan Wijayanti, 1994).
Metode kultur in
vitro, atau kultur jaringan, telah banyak berkembang dari percobaan yang
dilakukan Kotte pada tahun 1923 dengan kacang kapri dan jagung. Berbagai
spesies telah dicoba dan dengan perkembangan pengetahuan mengenai zat pengatur
tumbuh yang dapat membantu menemukan metode kultur yang lebih baik, maka kultur
in vitro telah bekembang pesat menjadi metode alternatif untuk produksi
tanaman secara vegetatif maupun metode penelitian dalam berbagai ilmu yang lain
(Mantell et al. 1985). Pemilihan eksplan yang tepat, merupakan tahap
pertama dalam tiga tahap yang dilakukan dalam kultur jaringan. Eksplan tersebut
harus disterilisasi dan kemudian baru dapat ditanam pada media. Tahap kedua
adalah perbanyakan tunas pada media dan tahap ketiga adalah pemindahan ke media
pengakaran yang kemudian dilanjutkan dengan aklimatisasi atau penyesuaian
tanaman ke lingkungan alami.
2.3Media Perkecambahan Anggrek
Perkecambahan anggrek membutuhkan kondisi lingkungan dan nutrisi
tertentu terutama jika biji anggrek masih muda.Lingkungan yang mendukung
seperti suhu dan cahaya tertentu untuk mematahkan dormansi dan memicu
perkecambahan.Nutrisi yang dibutuhkan perlu didukung dengan pemberian nutrisi
secara lengkap karena biji anggrek tidak mengandung endosperm atau cadangan
makanan untuk membantu pertumbuhan dalam tahap awal sebelum mencapai tahap
autotrof.Nutrisi yang harus dipenuhi mencakup senyawa anorganik, sumber energy
(sucrose atau gula pasir), vitamin (misalnya asam nikotinat), pH yang tepat dan
agar sebagai bahan pemadat. Variasi lain adalah penambahan zat pengatur tumbuh
yang dapat digunakan setelah bij berkecambah. Senyawa anorganik juga dapat
diganti dengan bahan-bahan lain seperti buah pisang, air kelapa, buah tomat
atau air rebusan taoge. Jenis media yang digunakan akan tergantung pada jenis
anggrek, umur biji, dan tujuan kultur. Contoh pembuatan media untuk
perkecambahan biji anggrek dengan kultur jaringan adalah dengan menggunakan
bahan alami seperti pisang dan air kelapa. Bahan dan metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Bahan dan alat (untuk 1 liter media)
1.
Satu buah
pisang ambon (diambil 150g)
2.
Air kelapa
(150 ml)
3.
Gula pasir
(20g)
4.
Agar (8g)
5.
pH meter /
pH stick
6.
Aquadest
7.
Hotplate +
magnetic stirrer / kompor + panci kecil + pengaduk
8.
Botol-botol
steril
9.
Autoclave
Cara Kerja
1.
Pisang
sebanyak 150g dihaluskan
2.
Disiapkan
aquadest sebanyak 500ml, dimasukkan ke dalam beaker ukuran 1 liter atau panci
kecil jika menggunakan kompor.
3.
Ditambahkan
pisang yang sudah dihaluskan, air kelapa sebanyak 150ml, dan gula pasir sebanyak
20g
4.
Pemanas dan
magnet dinyalakan (jika menggunakan magnetic stirrer) atau kompor dan diaduk
perlahan sampai gula larut
5.
Pemanas
atau kompor dimatikan dan diukur pH media. pH seharusnya sekitar 5.8.Jika
terlalu basa atau asam maka ditambah HCl atau NaOH untuk mendapatkan pH 5.8
6.
Larutan
media ditambah aquadest hingga mencapai volume 1 liter
7.
Larutan
media dipanaskan sampai mendidih kemudian dituangkan ke dalam botol-botol yang
sudah steril.
8.
Botol-botol
yang sudah diisi media ditutup dan disterilisasi di dalam autoclave selama 15
menit pada suhu 121 C.
2.4 Tahap Sterilisasi Buah Anggrek
Sterilisasi
dilakukan untuk membersihkan buah anggrek dari mikroorganisme yang dapat
mengganggu pertumbuhan biji anggrek saat di kondisi in vitro.
Sterilisasi buah anggrek biasanya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
buah yang masih tertutup atau buah yang sudah pecah. Jika buah masih tertutup
maka sterilisasi lebih mudah dengan menggunakan alkohol dan buah dibakar di
atas api Bunsen. Jika buah sudah pecah maka sterilisasi juga harus dilakukan
terhadap biji yang sudah keluar. Metode yang kedua akan lebih rumit karena
harus dilakukan sterilisasi basah menggunakan larutan bleach (bayclin) yang
dicampur dengan tween untuk membersihkan buah dan biji anggrek. Salah satu
metode sterilisasi buah anggrek adalah sebagai berikut :Bahan dan alat
1.
Buah
anggrek yang sudah masak (tapi belum pecah)
2.
Bunsen
3.
Alkohol 70%
4.
Pinset
5.
Kapas
6.
Petridish
steril
7.
Kertas
saring steril
Cara kerja
1.
Buah
anggrek dibersihkan / dilap dengan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol
70%. Cara lain adalah dengan mencuci dengan detergen atau sunlight kemudian
dibilas dengan air mengalir.
2.
Buah
anggrek dibawa masuk ke laminair airflow cabinet (LAF) dengan petridish
steril, pinset steril, alkohol 70% dalam botol, dan bunsen
3.
Bunsen
dinyalakan di dalam LAF
4.
Buah
anggrek dicelupkan di dalam alkohol, diangkat sampai sisa alkohol tidak
menetes, kemudian dibakar diatas api Bunsen. Dilakukan 3 kali.
5.
Buah
anggrek siap untuk dibelah dan ditanam bijinya
2.5 Penanaman atau Penaburan Biji Anggrek
Penanaman biji anggrek
dilakukan dengan membuka buah anggrek di dalam kondisi steril.Media yang
digunakan biasanya berada dalam posisi miring di dalam botol untuk memudahkan penanaman
dan penyebaran biji dalam tiap botol.Metode penanaman dapat beragam sesuai
dengan kondisi buah dan jenis anggrek yang digunakan.Arditti (1982) cit Pierik
(1987) mengemukakan metode penyebaran dengan biji yang disuspensi dalam air
steril kemudian disebarkan di media.Akan tetapi terdapat metode yang lebi mudah
dan dapat mengurangi kontaminasi yaitu penanaman langsung dengan pinset, atau
spatula yang dirancang khusus untuk penanaman biji anggrek.Biji anggrek disebar
di atas media agar dan tidak di dalamnya atau di dalam media cair supaya dapat
memperolehoksigen yang cukup. Jumlah biji yang
ditanam dalam tiap botol akan bervariasi tergantung pada spesies yang ditanam.
Sebagai contoh, jika Phalaenopsis ditanam dalam jumlah yang terlalu banyak
dalam satu botol akan mengakibatkan akarnya saling menumpuk dan sulit untuk
melakukan subkultur atau aklimatisasi.
Gambar 3.
Media anggrek dalam botol (Sumber : ugm.ac.id dan atjenese.blogspot.com)
2.6 Pemeliharaan Anggrek Secara In Vitro
Pertumbuhan anggrek dalam media kultur akan tergantung pada
spesies yang ditanam. Lama pertumbuhan dan kondisi yang diperlukan akan
bervariasi. Suhu sekitar 20 0C dan pencahayaan selama 12-16 jam dengan lampu
neon diperlukan meskipun terdapat beberapa spesies yang lebih menyukai kondisi
gelap untuk perkecambahan seperti Paphiopedilum dan Cyrpipedium. Selain kondisi
lingkungan untuk mendukung perkecambahan dan pertumbuhan anggrek, penjarangan
atau sub kultur perlu dilakukan supaya tidak terjadi kompetisi untuk nutrisi di
dalan botol kultur. Sub kultur dilakukan saat media sudah terlihat habis atau
setiap 2 bulan sekali. Jumlah sub kultur juga sekitar 2-3 kali sebelum
aklimatisasi. Jika terlalu sering melakukan sub kultur dapat mengakibatkan
perubahan pada tanaman anggrek yang disebut dengan keragaman somaklonal.
Pertumbuhan anggrek di dalam botol kultur biasanya selama 6 bulan sampai 2
tahun tergantung varietas.
2.7 Aklimatisasi
Proses aklimatisasi dilakukan
dengan cara bertahap supaya tanaman hasil kultur jaringan dapat beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Baik suhu, kelembaban, cahaya maupun faktor
lainnya akan berbeda dan tanaman hasil kultur jaringan juga memiliki kekurangan
dibanding tanaman yang ditanam di lingkungan alami. Menurut Pierik (1987),
tanaman hasil kultur jaringan memiliki lapisan lilin (kutikula) yang tidak
berkembang sempurna dan akar yang belum bisa berfungsi dengan baik. Saat
pemindahan tanaman ke kondisi normal atau dalam media pakis, tanah, atau
compost, harus dilakukan secara bertahap dan menghindari infeksi dari fungi
serta bakteri karena tanaman hasil kultur jaringan belum mampu beradaptasi
dengan pathogen-patogen yang biasa ditemukan di lingkungan luar. Pemberian
fungisida diperlukan untuk mencegah serangan jamur, pembersihan media secara
benar juga mengurangi resiko serangan.Pemindahan pertama dilakukan ke dalam
‘community pot’ yang bisa menampung jumlah bibit yang cukup banyak.Pada tahap
awal kelembaban sangat perlu dijaga dan pemberian nutria tambahan bisa
dilakukan dengan penyemprotan pupuk daun.Selanjutnya bibit bisa dipindah ke
pot-pot individu saat daun dan akar siap untuk mendukung pertumbuhannya.
Gambar 4. Tahap aklimatisasi anggrek,
dari atas kiri, menurut arah jarum jam : pembersihan media agar, perendaman
dalam larutan fungisida, bibit dalam community pot, dan bibit dalam pot
individu. (Sumber gambar : kasopondok.blogspot.com, anggrekayah.wordpress.com,
bioscugm.blogspot.com)
DAFTAR PUSTAKA
Arditti,
J. 2010. Plenary Presentation : History of Orchid Propagation. AsPac
J.Mol.Biol.Biotecnol. Vol 18 (1) Supplement : 171-174.
Damayanti,
E. 2011.Budidaya Tanaman Anggrek. Penerbit Araska. Yogyakarta.Hal 24.
Hendaryono,
D.P.S., dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.139p. Henuhili, V. 2012.Kultur Jaringan Tumbuhan. Petunjuk
Praktikum FMIPA UNY. Yogyakarta.Mantell, S.H., J.A.Matthews, and R.A.McKee.
1985. Principles of Plant Biotechnology – An Iintroduction to Genetic
Engineering in Plants. Blackwell scientific Publications. Oxford. 269p.
http.www.anggrekayah.wordpress.com.
Diakses tanggal 21 Januari 2013http.www.atjenese.blogspot.com. Diakses tanggal
21 Januari 2013
http.
www.beyondthehumaneye.blogspot.com. Diakses tanggal 2 Juli 2012. http.www.bioscugm.blogspot.com.
Diakses tanggal 21 Januari 2013 http.www.euisnovitasari.blogspot.com. Diakses
tanggal 2 Juli 2012.
http.www.kasopondok.blogspot.com.
Diakses tanggal 21 Januari 2013 http.www.sukasuka.blogspot.com. Diakses tanggal
2 Juli 2012.
http.www.ugm.ac.id. Diakses tanggal 21
Januari 2013 http.www.wordpress.com Diakses tanggal 2 Juli 2012.
Mursidawati.S.
2007.Asosiasi Mikoriza dalam Konservasi Anggrek Alam.Buletin Kebun Raya
Indonesia.Vol 10. No 1.Hal 24-30. Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture
of Higher Plants.Martinus Nijhoff Publishers. Netherlands.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar