I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jahe (Zingiber
officinale rose) yang termasuk famili Zingiberaceae, berasal dari bahasa
sansekerta: Singaberi, dari bahasa arab:Zanzabil, dan dari bahasa
yunani :Zingaberi. Jahe telah digunakan sebagai tanaman rempah dan obat
sejak dulu. India dan Cina termasuk negara pemanfaat jahe sejak bertahun-tahun
silam. Oleh karenanya, India diduga sebagai negara tempat jahe berasal.
Sebelumnya telah disebutkan dalam De Materia Medica, bahwa jahe saat itu
banyak digunakan sebagai obat pembantu pencernaan karena efek panasnya terhadap
perut dan sebagai obat anti racun. Manfaat lain dari tanaman beraroma khas ini
adalah sebagai persediaan makanan segar dan obat pencegah penyakit kulit para
pelayar pada pelayaran antara Cina dan Asia Tenggara.
Di Indonesia, jahe
telah diakrapi oleh sebagian besar masyarakatnya. Tak heran bila masing-masing
daerah memiliki nama yang berbeda untuk menyebut tanaman berkasiat ini.
Nama-nama daerah bagi jahe tersebut antara lain halia (Aceh), bahing (Batak
karo), sipadeh atau sipodeh (Sumatera Barat), Jahi (Lampung), jae (Jawa), Jahe
(sunda), jhai (Madura), pese (Bugis), lali (Irian).
Mobilitas masyarakat yang semakin
tinggi memerlukan kondisi kesehatan yang optimal. Kondisi kesehatan tubuh
tentunya tidak bisa lepas dari konsumsi makanan yang sehat. Banyaknya penyakit
yang ditimbulkan karena cara mengkonsumsi makanan yang salah ataupun keamanan
makanan yang tidak terjaga menyebabkan masyarakat cenderung bersikap hati-hati.
Saat ini banyak makanan dan minuman
yang ditawarkan sebagai produk suplemen yang dapat meningkatkan kesehatan tubuh
jika dikonsumsi. Minuman kesehatan merupakan minuman yang mengandung
unsur-unsur zat gizi atau non zat gizi dan jika dikonsumsi dapat memberikan
pengaruh posistif terhadap kesehatan tubuh (Muchtadi, 1996). Minuman kesehatan
sebagai salah satu produk yang sudah dikenal masyarakat, banyak dijumpai di
pasaran dengan berbagai merek dan bentuk, seperti dalam bentuk cair, serbuk
instan ataupun tablet.
Kecenderungan masyarakat saat ini
adalah lebih suka menggunakan produk yang kemasan dan penyajiannya lebih
praktis dan cepat, karena tidak perlu membutuhkan banyak waktu dalam
mempersiapkannya. Salah satu contoh minuman kesehatan yang dapat dijumpai
adalah minuman instan ekstrak jahe, dimana produk tersebut umumnya dibuat
dengan mengambil sari dari rimpang jahe kemudian dilakukan pengolahan lanjut.
Kebanyakan produk tersebut dijumpai dalam bentuk serbuk, di samping ada
beberapa yang dibuat dalam bentuk tabled maupun cair.
Pemanfaatan dalam bidang kesehatan,
zat aktif berupa zingeron dan senyawa antioksidan lain yang terkandung dalam
jahe dapat digunakan bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti
roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan
dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Jahe muda dimakan
sebagai lalaban, diolah menjadi asinan dan acar.
Besarnya potensi kesehatan dan
kimia/gizi yang terkandung dalam jahe, menggugah peneliti untuk mencoba
menuangkan ide dan inovasi menciptakan produk baru yaitu minuman kesehatan
berbentuk serbuk/instan dengan memanfaatkan jahe. Ide pembuatan ini didasarkan
pada sifat bahan yang memungkinkan untuk dapat dibuat minuman instan dengan
mengacu pada proses pembuatan minuman instan secara umum.
Khasiat minuman instan ekstrak jahe
dan untuk menciptakan produk yang praktis dan efisien, sehingga diharapkan
diperoleh manfaat kesehatan. Hal ini didasari juga oleh tingginya kebutuhan
masyarakat akan kesehatan dan kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi
minuman kesehatan yang lebih praktis dan efisien, sehingga diperlukan kemudahan
untuk mendapatkannya.
Di samping itu, bahan pembuatannya
dapat diperoleh dengan mudah dan harganyapun terjangkau oleh masyarakat, karena
ketersediaanya cukup banyak di pasar atau di lingkungan masyarakat sekitar.
Bahan yang dimaksud adalah jahe, dan gula yang telah dipilih dengan kualitas
terbaik. Hal yang mendasari penggunaan minuman instan adalah minuman instan
lebih praktis karena hanya menyeduh serbuk dengan air hangat kemudian diminum.
Serbuk minuman instan dapat digunakan dalam jangka lama karena berbentuk serbuk
sehingga tahan dalam penyimpanan.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dari praktikum pembuatan extra jahe adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana proses pembuatan extra jahe ?
2.
Berapa berat bersih extra jahe yang
dihasilkan dari rimpang jahe 1 kg dan gula pasir 1 kg ?
3.
Apa saja manfaat dan kegunaan extra jahe
?
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui carapembuatan extra jahe yang terbuat
dari tanaman jahe dan gula putih guna untuk minuman obat yang dapat
menyembuhkan suatu penyakit dan dapat digunakan untuk kesehatan.
1.4 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa
dapat mengetahui cara pembuatan minuman obat yang terbuat dari tanaman jahe dan
gula yang disebut extra jahe
2. Mahasiswa
dapat mengetahui bahwa tanaman jahe terdapat suatu manfaat yang sangat berguna
bagi manusia untuk dapat menyembuhkan suatu penyakit dan dapat mengolahnya
dengan baik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Jahe
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jahe
Jahe(Zingiber officinale),
adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan
obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa
dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron.
Divisi
: Spermatophyta Gambar 1. Tanaman Jahe
Sub-divisi
:
Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
Species
: Zingiber
officinale
*sumber:http://baitulherbal.com/tanaman-herbal-jahe-dan
khasiatnya
2.1.2 Morfologi
Tanaman Jahe
Jahe
(Zingiber officinale rose) merupakan tanaman terna tahunan dengan batang
semu yang tumbuh tegak Tingginya berkisar 0,3 - 0,7 meter dengan akar rimpang
yang bisa bertahan lama di dalam tanah. Akar rimpang itu mampu mengeluarkan
tunas baru untuk mengganti daun dan batang yang sudah mati. Tanaman jahe ini
terdiri atas bagian akar, batang, daun dan bunga. Berikut ini akan diuraikan
satu persatu.
1.
Akar
Akar merupakan bagian
terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh tunas-tunas baru yang
kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang) bertahan kuat di dalam tanah
dan makin membesar dengan pertambahan usia serta membentuk rhizoma-rhizoma
baru. Selain penting secara botani, akar juga merupakan bagian terpenting
secara ekonomis. Akar rimpang jahe memiliki banyak kegunaan mulai sebagai bumbu
masak, obat-obatan, sampai menjadi minyak jahe. Oleh karenanya tujuan penanaman
jahe selalu untuk memperoleh rimpangnya.
Gambar
2. Akar tanaman Jahe (Zingiber officinale)
*sumber:http://umkmnews.com/inspirasi/jahe-emprit-modal-irit-hasil-selangit.html
Rimpang jahe memiliki
aroma khas, bila dipotong berwarna putih, kuning, atau jingga. Sementara bagian
luarnya kuning kotor, atau bila telah tua menjadi agak coklat keabuan. Akan
tetapi bagian dalam rimpang jahe biasanya memiliki dua warna yaitu bagian
tengah(hati) berwarna ketuaan dan bagian tepi berwarna agak muda.
2.
Batang
Batang
tanaman merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang itu terdiri dari
seludang-seludang daun tanaman dan pelepah-pelepah daun yang menutupi batang.
Bagian luar batang agak licin dan sedikit mengkilap berwarna hijau tua.
Biasanya batang dihiasi titik-titik berwarna putih. Batang ini biasnya basah
dan banyak mengandung air, sehingga tergolang tanaman herba.Batang jahe
merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm.
Gambar
3. Batang tanaman Jahe (Zingiber officinale)
*sumber: http://cipuedt28.blogspot.com/2013/11/cara-menanam-jahe-yang-baik-dan-benar.html
3.
Daun
Daun menyirip(berbentuk
lonjong dan lancip) dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm,
menyerupai daun rumput-rumputan besar. Daun itu sebelah menyebelah berselingan
dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Pada bagian
atas, daun lebar dengan ujung agak lancip, bartangkai pendek, berwarna hijau
tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu
halus. Panjang daun sekitar 5 - 25 cm dengan lebar 0,8 - 2,5 cm. Tangkainya
berbulu atau gundul dengan panjang 5 - 25 cm dan lebar 1 - 3 cm. Ujung daun
agak tumpul dengan panjang lidah 0,3 - 0,6cm. Bila daun mati maka pangkal
tangkai tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas dan menjadi akar rimpang baru.
Gambar
4. Daun tanaman Jahe (Zingiber officinale)
*sumber: http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/latest-news/127-cara-efektif-menakan-serangan-bercak-daun-pada-jahe
4.
Bunga
Bunga
jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan panjang 5 - 7 cm
dan bergaris tengah 2 - 2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang
keluar dari akar rimpang dengan panjang 15 - 25 cm. Tangkai bulir dikelilingi
daun pelindung yang berbentuk bulat lonjong, berujung runcing dengan tepi
berwarna merah, ungu, atau hijau kekuningan. Bunga terlatak pada ketiak daun
pelindung dengan beberapa bentuk, yakni panjang, bulat telur, lonjong, runcing,
atau tumpul.
Panjangnya
berkisar 2 - 2,5 cm dan lebar 1 - 1,5 cm. Daun bunga berbentuk tabung memiliki
gigi kancil yang tumpul dengan panjang 1 - 1,2 cm. Sedang daun mahkota bagian
bawah berbentuk tabung yang terdiri dari tiga bibir dengan bentuk pisau lipat
panjang serta runcing yang berwarna kuning kehijauan.Daun kelopak dan daun
bunga masing-masing tiga buah yang sebagian bertautan. Pada bunga jahe, benang
sari yang dapat dibuahi hanya sebuah sedangkan sebuah benang sari lain telah
berubah bentuk menjadi daun. Staminoid-staminoidnya membentuk tajuk mahkota
beruang tiga dengan bibir berbentuk bulat telur berwarna hitam belang.
Gambar
5. Bunga tanaman Jahe (Zingiber officinale)
*sumber: http://macam-jenis.com/ternak-budidaya/ciri-ciri-tanaman-rempah.html
Bunga
jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5
cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7
buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu.
Tangkai putik berjumlah dua.
2.2 Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya.
Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1.
Jahe Gajah atau Jahe Badak
Gambar 6.
Jahe Badak
*sumber :https://opnavers.files.wordpress.com/2013/11/rimpang-jahe.jpg
Rimpangnya
lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas
lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur
tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2.
Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti
atau jahe emprit :
Gambar 7.
Jahe Kuning
*sumber: bp.blogspot.com/-bIa-kfr/Xp7zhdopxcs/s1600/jahe+kuning.jpeg
Ruasnya
kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen
setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe
gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok
untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3.
Jahe merah
Gambar 8.
Jahe Merah
*sumber: http://sehatcenter.com/ketahui-sejuta-manfaat-jahe-merah-alami-bagi-kesehatan
Rimpangnya
berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. Sama seperti jahe
kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan
minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan
obat-obatan.
2.3 Syarat Tumbuh
2.3.1
Iklim
Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif
tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau
lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe
dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang
hari. Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35°C.
2.3.2
Media Tanam
Tanaman jahe paling cocok ditanam
pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.Tekstur tanah yang
baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.Tanaman jahe
dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah
(pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
2.3.3
Ketinggian Tempat
Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan
subtropis dengan ketinggian 0-2.000 m dpl..Di Indonesia pada umumnya ditanam
pada ketinggian 200 - 600 m dpl.
2.4 Teknik Budidaya
2.4.1
Pembibitan Jahe
Persyaratan bibit Jahe : Bibit berkualitas adalah bibit yang
memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi),
dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan
mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria
yang harus dipenuhi antara lain:
1. Bahan bibit diambil langsung dari
kebun (bukan dari pasar).
2.Dipilih bahan bibit dari tanaman yang
sudah tua (berumur 9-10 bulan).
3.Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau
lecet.
2.4.2
Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau
seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan.
Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
1. Penyemaian pada peti kayu : Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur
sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan.
Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5
mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit
tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam
larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan.
Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti
kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit
selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian
seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut.
Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
2. Penyemaian pada bedengan : Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8
m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah
penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang
bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya
diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga
didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan
bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali
disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas.
Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah..Bibit
hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki
3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3. Penyiapan Bibit Jahe : Sebelum ditanam, bibit harus
dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam
karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit
dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
2.4.3 Pengolahan
Media Tanam
1.
Persiapan Lahan : untuk mendapatkan hasil panen yang
optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe.
Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan
tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
2.
Pembukaan Lahan : Pengolahan tanah diawali dengan
dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan utk mendapatkan kondisi
tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu
tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit
dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah
pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang
kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang
dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3.
Pembentukan Bedengan : Pada daerah-daerah yang kondisi
air tanahnya jelek dan sekaligus utk encegah terjadinya genangan air, sebaiknya
tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar
80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
4.
Pengapuran : Pada tanah dengan pH rendah, sebagian
besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam
keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat
menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan
pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat
diperlukan tanaman utk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang
pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang
pembentukan biji.
2.4.4
Teknik Penanaman Jahe
1.
Penentuan Pola Tanaman : Pembudidayaan jahe secara
monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena
mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan
tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan
kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a.
Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya
harga.
b.
Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja
pemeliharaan tanaman.
c.
Meningkatkan produktivitas lahan.
d.
Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat
rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu). Praktek di lapangan, ada jahe
yang ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe
rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija,
seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
2.
Pembuatan Lubang Tanam : untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air
tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan.
Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm utk menanam
bibit.
3.
Cara Penanaman : Cara penanaman dilakukan dengan cara
melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang
sudah disiapkan.
4.
Perioda Tanam : Penanaman jahe sebaiknya dilakukan
pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan
karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
2.4.5
Pemeliharaan Tanaman
1. Penyulaman :
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang
mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit
sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih
bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2. Penyiangan :
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian
dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang
tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan
penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3. Pembubunan :
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan
dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk
menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah.
Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling
rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam
dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus
terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang
terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur
tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4. Pemupukan :
a. Pemupukan
Organik : Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk
pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan
menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering
disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos
organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai
pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah
olahan. untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan
jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per
tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6
bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per
tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan
dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
b. Pemupukan
Konvensional : Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu
diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang
digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan
pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK
10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan.
Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan
K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada
awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman
berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di
sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman.
c. Pengairan
dan Penyiraman : Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk
pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal
musim hujan sekitar bulan September;
d. Waktu
Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari
saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan.
Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk
organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.
2.5
Hama dan
Penyakit
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe
adalah Kepik yang menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang, Ulat
penggesek akar yang menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe
menjadi kering dan mati, dan Kumbang. Di
bawah ini adalah gambar hama kepik berbintik.
Gamabar 9.
Kepik berbintik
*Sumber:http://benediktif.blogspot.com/2012/05/kumbang-kepik-berbintik-indah.html
2.5.2
Penyakit Tanaman Jahe
1.
Penyakit layu bakteri
Gejala: Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat
dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan
mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah.
Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk,
kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai
kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang
paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan
kondisi tanah yang terlalu lembab. Pengendalian: jaminan kesehatan bibit
jahe;karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;pengendalian dengan
pengolahan tanah yang baik;pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%),
Bavistin (0,25%)
Gambar 10.
Daun bercak
*Sumber:http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/latest-news/127-cara-efektif-menakan-serangan-bercak-daun-pada-jahe
2.
Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui
lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus
berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk. Gejala: Daun bagian
bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian: penggunaan bibit yang sehat; penerapan pola tanam yang
baik;penggunaan fungisida.
Gambar 11.
Busuk rimpang
*sumber:http://gresruts.blogspot.com/2009/12/budidaya-tanaman-jahe.html
3.
Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan
masuk melalui luka maupun tanpa luka.Gejala: Pada daun yang bercak-bercak
berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercak-bercak itu berwarna abu-abu dan
ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk
basah. Tanaman yang terserang bisa mati.Pengendalian: baik tindakan pencegahan
maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang
dijelaskan di atas.
Gambar 12.
Bercak daun
*sumber:http://bank-jahetemanggung.blogspot.com
2.5.3 Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu
lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum,
dan gulma berdaun lebar lainnya.
Gambar 13.
Alang – alang dan ageratum
*sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Alangalanghttp://www.prota4u.org/protav8.asp?p=Ageratum+conyzoides
2.5.4
Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah
lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk
menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1.
Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu
memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan
terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
2.
Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3.
Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan
terhadap serangan hama dan penyakit.
4.
Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan
tenaga manusia.
5.
Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya
budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran
hama dan penyakit potensial.
6.
Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang
ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam
keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil
pengamatan.
Beberapa
tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam
pengendalian hama antara lain adalah:.
1.
Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk
insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga
kecil misalnya Aphids.
2.
Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang
mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang
menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada
serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3.
Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang
mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk
hembusan dan
semprotan.
semprotan.
4.
Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang
mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini
terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti
hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk
menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5.
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya
mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida
dan larvasida.
6.
Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung
komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi
cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.
2.6
Perbanyakan Tanaman Jahe
Tanaman jahe dapat
diperbanyak dengan beberapa cara. Cara yang paling banyak dilakukan adalah cara
vegetatif dengan menggunakan rimpangnya. Sedangkan cara vegetatif lain adalah
menggunakan rumpunnya. Cara perbanyakan ini kurang banyak dilakukan pembudidaya
jahe alasannya, dengan menggunakan rimpang lebih banyak tanaman yang diperoleh
karena rimpang lebih kecil dengan beberapa tunas saja. Cara lain adalah dengan
kultur jaringan (tissue culture). Cara ini adalah proses perbanyakan tanaman
dengan menggunakan jaringan dari salah satu bagian tanaman. Cara kultur
jaringan mampu memberikan hasil yang cepat, banyak, dan hasilnya sama persis
dengan tanaman induknya. Hanya saja diperlukan pengetahuan, keterampilan, serta
peralatan laboratorium yang tidak murah. Sampai saat ini baru balai-balai
penelitian dan pembudidaya jahe bermodal besar yang menggunakan cara ini.
2.7
Panen dan
Pasca Panen Tanaman Jahe
2.7.1 Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila
kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam
pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan
sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen
setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan,
dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua
mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan
berlangsung selama 15 hari atau lebih.
Gambar 14.
Umur panen jahe
*sumber:http://ilmujahe.blogspot.com/2014/01/budidaya-jahe-merah-dengan-karung.html
2.
Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat
garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya
tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu
dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira
selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan
penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3.
Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan
Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas
tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun
pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan
pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang
sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4.
Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang segar utk klon jahe gajah berkisar antara 15-25
ton/hektar, sedangkan utk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara
10-15 ton/hektar.
2.7.4
Pasca Panen
1.
Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada
bahan segar dilakukan utk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa
tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan
tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air
bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya
dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi.
Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang
terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari
karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang
belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah
itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2.
Perajangan
Jika perlu
proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang
akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan
ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh
dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan
mesin pemotong.
3.
Pengeringan
Pengeringan
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat
pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah
kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas
tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama
pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan
merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari
bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven
dilakukan pada suhu 50 ° C - 60 ° C. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di
atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.
4.
Penyortiran Kering
Selanjutnya
lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan
bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran
lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung
rendemennya).
5.
Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering
dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara
(belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah
tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode
penyimpanannya.
6.
Penyimpanan
Kondisi
gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30 ° C dan gudang
harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari
kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan,
memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta
bersih dan terbebas dari hama gudang.
2.8
Kandungan
dalam Jahe
Jahe mengandung
komponen minyak menguap (Volatile oil), minyak tak menguap (Non volatile oil),
dan pati. Minyak menguap yang biasa disebut minyak asiri merupakan komponen
pemberi bau yang khas, sedangkan minyak tak menguap yang biasa disebut
oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang
terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu
minyak asiri dan fixed oil yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin.
Komponen
yang terkandung dalam rimpang jahe ini sangat banyak kegunaanya. Terutama
sebagai rempah, industri farmasi dan obat tradisional, industri parfum,
industri kosmetika, dan lain sebagainya. Untuk lebih jelas dibawah ini
diuraikan secara rinci kandungan zat dalam jahe.
a.
Oleoresin
Oleoresin
adalah salah satu senyawa yang dikandung jahe yang bisa diambil. Bentuk olahan
jahe yang berupa oleoresin ini memiliki banyak kelebihan, misalnya mampu
mengatasi beberapa perubahan mutu saat jahe segar atau jahe kering dieksport,
mengurangi volume kemasan jahe, mencegah pemalsuan atau penambahan benda lain
pada jahe. Oleoresin, ternyata lebih ringkas dibanding bubuk jahe. 1 kg
oleorosin setara dengan 28 kg bubuk jahe dengan kandungan dan cita rasa yang
sama. Dengan demikian biaya pangangkutan bisa ditekan. Selain itu penggunaan
lebih praktis, oleoresin mudah larut, mudah didisfersikan, serta lebih mudah
diolah, oleoresin inilah penyebab rasa pedas dan pahit. Sifat pedas ini
tergantung dengan umur panen. Semakin tua umur panennya semakin pedas dan
pahit. Selain itu jenis jahe juga menentukan kandungan oleoresin. Dan jahe rasa
pedasnya tinggi, seperti jenis emprit kandungan oleoresinnya tinggi sedangkan
jenis badak rasa pedasnya kurang, kandungan oleoresin sedikit. Oleoresin dibuat
dengan cara ekstraksi tepung jahe dengan pelarut organik tertentu. Pelarut yang
biasa digungankan adalah ethanol, aseton, etilene dikhlorida, isopropenol dan
heksan. Oleoresin termasuk minyak tak menguap sehingga cara mengekstraknya pun
pada keadaan hampa udara. Komponen dalam oleoresin adalah zingerol, zingerone,
shogoal, resin dan minyak asiri.
b.
Minyak asiri
Minyak
asiri biasa disebut minyak eteris, minyak menguap/terbang atau essential oil.
Ciri minyak asiri antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami
dekomposisi, mempunayai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan tanaman
penghasilnya dan umumnya larut dalam pelarut organic dan tidak larut dalam air.
Minyak asiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Minyak
asiri terdapat pada rimpang jahe segar, jahe kering, atau oleoresin. Minyak
asiri diperoleh dengan cara mendestilasi jahe dengan sistem destilasi air,
destilasi air dan uap, atau destilasi uap. Jahe kering mengandung minyak asiri
sebanyak 1-3%. Sedangkan jahe segar kandungan minyak asirinya lebih banyak dari
jahe kering. Apalagi kalau tidak dikuliti sama sekali.
Minyak
asiri merupakan pemberi aroma khas pada jahe. Komponen utama minyak jahe adalah
zingiberen dan zingiberol. Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak
jahe memiliki titik didih 34’C pada tekanan 14mm. selama penyimpanan, senyawa
zingiberen akan mengalami resinifikasi. Sementara zingiberol merupakan
seskwiterpen alkohol yang menyebabkan aroma khas pada minyak jahe. Kegunaan
minyak asiri adalah sebagai bahan baku minuman ringan, industri farmasi seperti
parfum dan kosmetik, serta sebagai bahan penyedap. Kandungan minyak asiri pada
rimpang jahe ditentukan dengan umur panen dan jenis jahe. Pada umur panen muda,
kandungan minyak asiri banyak sedangkan pada panen tua kandungannya makin
menyusut, walau baunya semakin menyengat. Bagian tepi dari umbi mengandung
minyak lebih banyak dari bagian tengah demikian pula dengan baunya.
2.9
Manfaat
Tanaman Jahe
Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu
masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang
gula dan berbagai.minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak
wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar,
lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan
jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar,
kering, jahe bubuk dan awetan jahe.
Disamping itu terdapat hasil olahan
jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan
yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim,
campuran sosis dan lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi
antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda
kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti
mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran
getah lambung dan getah empedu.
III. METODE
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 08 Mei 2015 pukul 08.00
Wita – Selesai yang bertempat di belakang gedung Agronomi STIPER Kutai Timur.
3.2 Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, wajan, baskom, kompor,
parutan, ayatan/saringan, sutil, sendok makan, timbangan, dan kamera untuk
dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah jahe 1 kg, gula putih 1 kg,
air, dan plastik untuk bungkusan extra jahe yang telah dihasilkan.
3.3 Cara
Kerja Praktikum
Cara kerja
dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Jahe yang telah di beli dikeluarkan dari dalam plastik
guna untuk memilih jahe yang baik dan masih layak di pakai
2.
Kemudian jahe tersebut dikupas dari kulitnya dengan
bersih dan masukkan dalam air untuk dicuci dengan bersih
3.
Jahe yang sudah dicuci bersih kemudian di parut dengan
parutan yang halus agar memperoleh air jahe yang banyak
4.
Setelah selesai di parut jahe tersebut diperas dan
dipisahkan dengan air tersebut
5.
Air jahe yang telah dipisahkan kemudian dicampur
dengan gula putih kemudian diaduk supaya merata
6.
Air jahe yang telah dilarutkan dengan gula dimasukkan
dalam wajan dan kemudian direbus sampai menghasilkan bubuk
7.
Setelah jahe menghasilkan cairan yang telah masak, air
jahe tersebut diaduk sampai dingin dan menjadi bubuk extra jahe
8.
Setelah dingin extra jahe tersebut diayat sampai
menghasilkan bubuk yang benar – benar telah menjadi bubuk extra jahe
9.
Extra jahe yang telah jadi kemudian dimasukkan dalam
plastik guna untuk penyimpanan yang baik dan ditimbang berapa gram yang
dihasilkan oleh jahe tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Bahan yang digunakan
|
Jahe setelah di masak/hasil extra jahe
|
Jahe 1 kg
Gula putih 1 kg
Air mineral 1 liter
|
1028 gram
|
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali inibahan utama
yang digunakan yaitu jahe. Jahe merupakan jenis rempah-rempah yang paling
banyak digunakan dalam berbagai resep makanan dan minuman. Secara empiris jahe
biasa digunakan masyarakat sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan,
sebagai analgesik, antipiretik, anti-inflamasi, dan lain-lain. Dibawah ini
adalah gambar tanaman jahe.
Gambar 15.
Tanaman Jahe
4.2.1
Persiapan Alat dan bahan
Dalam praktikum ini praktikan menyediakan alat dan bahan yaitu jahe 1 kg,
gula 1 kg, air bersih, wajan, sutil, pisau, parutan, dan baskom. Alat dan bahan
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 16.
Alat dan bahan
4.2.2
Pengupasan dan pencucian
Jahe tersebut dikupas dengan menggunakan pisau dan kemudian jahe yang
dikupas dimasukkan dalam baskom yang berisikan air bersih lalu dicuci dengan
air tersebut hingga bersih dan tidak ada kotoran seperti tanah dan pasir. Proses pengupasan dan
pencucian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 17.
Jahe yang telah di bersihkan
4.2.3
Pemarutan Jahe
Jahe yang telah dibersihkan dapat diparut dengan menggunakan parutan halus
yang menghasilkan banyak air dari jahe
tersebut. Proses pemarutan jahe dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 18.
Pemarutan jahe
4.2.4 Perebusan jahe
Air jahe yang telah dipisah dari
ampas jahe kemudian direbus dengan menggunakan api yang sedang dan dalam proses
perebusan harus diaduk terus menerus dengan pengadukan searah agar menghasilkan
extra jahe yang baik. Proses perebusan jahe dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 19. Perebusan
air jahe
4.2.4
Air jahe yang telah menjadi bubuk
Air jahe tersebut telah masak dan
menjadi bubuk. Kemudian diayat guna untuk memisahkan bubuk yang kasar dengan
bubuk yang halus. Proses jahe yang telah matang dan menjadi bubuk dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar 20. Pengayakan
bubuk jahe
4.2.5
Bubuk jahe siap di kemas
Bubuk jahe yang telah di ayat,
dimasukkan dalam kemasan plastik gula yang berukuran kecil kemudian diikat.
Setelah bubuk extra jahe dibungkus kemudian ditimbang berapa gram yang
dihasilkan dan setelah ditimbang, hasil yang didapat adalah 1028 gram. Proses
pemasukan bubuk kedalam plastik dan penimbangan hasil dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 21.
Hasil extra jahe
Dalam praktikum ini, pembuatan extra
jahe dikatakan berhasil karena memperoleh hasil yang baik. Dikatakan berhasil
karena menggunakan jahe yang telah tua. Dalam pembuatan extra jahe ini, hasil
yang didapat tidak seimbang dengan jahe sebelumnya karena telah diolah dengan
cara – cara yang ada pada gambar diatas. Extra jahe tidak berwarna putih tapi
agak kekuning-kuninan, ini diperkirakan pengaruh dari warna jahe yang kita gunakan. Extra jahe ini juga rasa nya masih terasa
pedas, dan untuk rasa manisnya sudah bisa di katakan cukup.
4.3 Khasiat Extra Jahe
Khasiat dari extra jahe ini dapat
menyembuhkan batuk, menghangatkan/menstabilkan sakit tenggorokan dan masuk
angin. Selain menghasilkan ekstra jahe dapat juga diolah menjadi sa’rabah yang
langsung dapat diminum untuk berbagai kesehatan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat
daripada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses
pembuatan extra jahe ini sangatlah mudah, hanya dengan melakukan perebusan hingga
benar – benar mendidih dan mengembang sampai menghasilkan bubuk. Cara
pengadukan tersebut dilakukan dengan mengaduk rata dan searah supaya hasilnya
baik.
2. Bubuk jahe
yang telah di ayak, dimasukkan dalam kemasan plastik gula yang berukuran kecil
kemudian diikat. Setelah bubuk extra jahe dibungkus kemudian ditimbang berapa
gram yang dihasilkan dan setelah ditimbang, hasil yang didapat adalah 1028
gram.
3. Khasiat dari
extra jahe ini dapat menyembuhkan batuk, menghangatkan/menstabilkan sakit
tenggorokan dan masuk angin. Selain menghasilkan ekstra jahe dapat juga diolah
menjadi sa’rabah yang langsung dapat diminum untuk berbagai kesehatan.
5.2 Saran
Dalam pelaksanaan praktikum ini
sebaiknya menggunakan jahe yang sudah tua agar menghasilkan pengolahan extra jahe
yang baik dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat untuk kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
bp.blogspot.com/-bIa-kfr/Xp7zhdopxcs/s1600/jahe+kuning.jpeg
http://baitulherbal.com/tanaman-herbal-jahe-dan
khasiatnya
http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/latest-news/127-cara-efektif-menakan-serangan-bercak-daun-pada-jahe
http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/latest-news/127-cara-efektif-menakan-serangan-bercak-daun-pada-jahe
http://ilmujahe.blogspot.com/2014/01/budidaya-jahe-merah-dengan-karung.html
Lingga, Pinus, 1987 Resep-resep Obat Tradisional,
Jakarta: Penebar Swadaya.
Paimin, Murhananto, 2000 Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe,
Jakarta: Penebar Swadaya.
Suharjono, 1989 Budidaya Jahe, Rempah Yang Makin
Diminati, Sura Karya.
Suratman, dkk., 1987 Pedoman Bercocok Tanam Jahe, Balittro: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Zakaria, F.R., Y. Wiguna, dan A. Hartoyo. 1999.Konsumsi sari jahe (Zingiber
officinaleRoscoe) meningkatkan aktivitas sel naturalkiller pada mahasiswa
pesantren Ulil Albaabdi Bogor. Buletin Teknologi Industri PanganX(2): 40−46.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar