Skripsi |
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan dasar pembangunan suatu bangsa, pendidikan juga menjadi sebuah ruh
bagi kemajuan negara. Di zaman globalisasi yang di tandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut
semua negara bersaing dalam mencerdaskan warga negaranya, didalam pembukaan UUD
tahun 1945 alinea ke empat juga mengamanatkan,
Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamain
abadi, dan keadilan sosial.[1]
Dalam realitasnya Negara Indonesia terdiri dari
berbagai suku, ras, agama, budaya yang beraneka ragam. Secara geografis Negara
Indonesia terbagi menjadi beberapa pulau, yang di dalamnya sangat melimpah
kekayaan alam. Dengan kekayan sumber daya alam yang melimpah, di harapkan Negara
Indonesia juga memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola, agar terwujud
cita-cita dan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta kesejahteraa rakyat
Indonesia Seperti yang diungkapkan oleh Sudarwan Damin bahwa ketika persaingan
dalam aneka perspektif sosial, ekonomi, teknologi, dan kemanusiaan semakin
bereskalasi secara masif, persyaratan kemampuan yang diperlukan orang untuk
melakukan aneka pekerjaan semakin meningkat.[2]
Dalam konsep keagamaan juga banyak hadist yang menyebutkan tentang pentingnya
sebuah ilmu pendidikan untuk kehidupan, baik dalam menjalankan kehidupan yang
berhubungan dengan sosial kemasyarakatan, maupun kehidupan yang kaitanya dengan
beribadah langsung dengan tuhan, untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan juga
kebahagiaan di akhirat, seperti hadist berikut ini;
مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ
اَرَادَ الْأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَهُمِا فَعَلَيْهِ
بِالْعِلْمِ
(رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِمٌ )
Barangsiapa
yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barangsiapa yang
menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barangsiapa yang
menghendaki keduanya maka dengan ilmu” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dalam menjalankan seluruh kehidupan, manusia
membutuhkan sebuah ilmu untuk menuntun menuju sebuah kebahagiaan, baik di dunia
maupun di akhirat, Jika tanpa ilmu niscaya seseorang tidak mampu menjalankan
alur kehidupan bahkan menjadikan celaka baginya. Sebuah riwayat lain juga di sebutkan
manfaatnya orang berilmu.
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْعَالِمُ يَنْتَفِعُ
بِعِلْمِهِ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ عَابِدٍ (رَوَاهُ الدَّيْلَمِ )
Dari Ali R.A
berkata: Rasulullah SAW bersabda: Orang-orang yang berilmu kemudian dia
memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain) akan lebih baik dari seribu orang
yang beribadah atau ahli ibadah. (H.R Ad-Dailami).
Perbedaan orang yang mempunyai ilmu dengan orang yang tidak mempunyai ilmu
juga sangat kentara pengaruhnya, bukan hanya dalam kontek sosial keduniaan (Ghoiru maghdhoh), tetapi dalam
menjalankan sebuah ibadah akhirat (Maghdoh),
seseorang yang mempunyai ilmu lebih baik daripada seribu orang yang tidak
mempunyai ilmu saat beribadah.
Dalam dunia pendidikan, guru merupakan salah satu unsur
utama pada proses pendidikan, terutama di tingkat institusional dan
intruksional. Posisi guru dalam proses pendidikan berada di garis terdepan
dalam menjamin proses pembelajaran berkualitas. Keberadaan guru dan kesiapanya
menjalankan tugas sebagai pendidik sangat menentukan bagi terselenggaranya suatu
proses pendidikan. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal.[3]
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional di maksudkan berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran sehingga diharapkan
meningkatkan mutu penidikan nasional secara umum.
Pengembangan profesionalisme guru merupakan sarana
untuk menyukseskan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Oleh karena
itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup
tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Guru merupakan pemeran utama
kegiatan pembelajaran yang berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam
kegiatan proses belajar mengajar. Berhasil tidaknya upaya peningkatan kualitas
pendidikan banyak ditentukan oleh kemampuan yang ada pada guru dalam mengemban
tugas pokok sebagai pengelola kegiatan pembelajaran didalam kelas. Peningkatan
profesionalisme tenaga kependidikan memiliki evektivitas pendidikan yang
tinggi, yang tampak dari sifat pendidikan yang menekankan pada pemberdayaan
peserta didik. Pembelajaran bukan hanya sekedar memorasi dan recall, bukan
sekedar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang di ajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan
pada internalisasi tentang apa yang telah diajarkan sehingga tertanam dan
berfungsi sebagai muatan kehidupan oleh peserta didik (etos) bahkan pembelajaran juga lebih menekankan bagaimana peserta
didik mampu belajar dan cara belajar (learning
to learn).[4]
Guru adalah seseorang yang bisa digugu dan di tiru,
artinya mempunyai wibawa karisma dan bisa memberikan sebuah pengarahan atau
bimbingan sehingga perlu untuk di tirukan dan di teladani.[5] Segala
tingkah laku dan tutur kata dari seorang guru di jadikan pedoman bagi peserta
ajar dan juga masyarakat umum, terutama kaitanya erat dengan guru pendidikan
agama Islam yang dituntut lebih arif karena di bekali dengan ilmu keagamaan.
Dalam pendidikan agama Islam yang menjadi landasan atau pondasi adalah al-Quran
dan Sunnah yang dapat dikembangkan dengan Ijma’,
Qiyas, Maslahah Mursalah dan lainya, karena pendidikan menyangkut ruang
lingkup mu’amalah. Di dalam alquran
segala masalah dalam kehidupan manusia baik mengenai peribadatan maupun yang
berhubungan dengan kemasyarakatan dalam segala seginya. Begitu pula kegiatan- kegiatan pendidikan banyak sekali
mendapat tuntunan yang jelas dari alquran. Di dalam pendidikan agama Islam
alquran dijadikan sumber pertama dan yang paling utama karena didalamnya
terkandung beberapa keistimewaan dalam pendidikan manusai, diantaranya:
1. Menghormati
akal manusia
2. Bimbingan
ilmiah
3. Tidak
menentang fitrah manusia
4. Penggunaan
kisah-kisah untuk tujuan pendidikan
5. Memelihara
keperluankeperluan sosial
Sedangkan
Sunnah dijadikan sumber yang kedua setelah alquran karena menggambarkan segala
tingkah laku Rosululloh yang patut diikuti oleh umat Islam.[6]
Para guru pendidkan agama Islam perlu membaca
realitas tentang tuntutan masyarakat terhadap pendidikan yang diharapkan bisa
memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga tidak heran ada sebagian masyarakat yang memandang
sinis ketika seorang guru tidak sesuai dengan keinginanya. Rendahnya pengakuan
masyarakat terhadap guru disebabkan oleh beberapa faktor;
1. Ada
pandangan sebagian masyarakat bahwa siapa pun dapat menjadi guru, asalkan
berpengetahuan, walaupun tidak mengerti didaktik-metodik
2. Kekuranggan
tenaga guru di daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang
yang tidak mempunyai kewenangan professional untuk menjadi guru
3. Banyak
tenaga guru sendiri yang belum menghargai profesinya sendiri, apalagi
mengembangkan profesi tersebut.[7]
Guru juga menjadi sorotan bagi banyak pihak, karena
disaat menjalankan tugasnya sebagai tenaga kependidikan kurang profesional,
baik dalam kedisiplinan, kurang iklas dalam mengajar, dan tidak bisa
mengembangkan potensi peserta didiknya.
Profesionalisme
tenaga kependidikan secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari
mutu pendidikan. Tenaga kependidikan yang profesional mampu membelajarkan murid
secara efektif sesuai dengan tujuan pendidikan. Namun, untuk menghasilkan guru
yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Guru harus lebih dinamis dan
kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa, agar proses pendidikan
dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang
memadai, baik dari segi, jenis kompetensi, maupun isinya.
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia di sekolah.[8]
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor pendorong
profesionalisme tenaga kependidikan. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada
kebijaksanaan dan kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan
seorang pejabat yang mempunyai pemikiran dan strategi khusus dalam organisasi
sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan
guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Sesuai dengan
fungsinya, kepala sekolah harus memahami kebutuhan sekolah yang dipimpinya, sehingga
kompetensi guru tidak hanya berhenti pada kompetensi yang dia miliki
sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga
profesionalisme guru akan terwujud. Tenaga kependidikan yang profesional tidak
hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang tepat, akan tetapi
mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan
yang luas terhadap dunia pendidikan.
Dalam
rangka melakukan peran dan fungsinya, kepala sekolah harus memiliki strategi
yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekolah,
mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan
kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model model
belajar yang inovatif.[9]
Keadaan
pendidikan seperti di atas merupakan sebuah tantangan bagi lembaga pendidikan untuk
melaksanakan suatu sistem pembelajaran sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat, demikian pula yang tejadi di SMPN 1 Sangatta Utara, sebagai salah
satu lembaga pendidikan yang ada di Kutai Timur yang diharapkan berhasil dalam
proses belajar mengajar. Oleh karena itu, setiap komponen pendidikan kususnya guru
di harapkan bisa menciptakan suasana yang kondusif agar tujuan pendidikan yang
telah di tetapkan dapat tercapai. Dengan demikian guru pendidikan agama Islam di
SMPN 1 Sangatta Utara juga dituntut untuk menjalankan tugas profesinya dengan
baik, artinya guru diharap mampu bersikap profesional dalam profesinya yaitu dengan
mempunyai kompetensi keguruan sebagai syarat profesionalismenya.
Berdasarkan realita tersebut, penulis mengadakan
sebuah penelitian lapangan dengan judul “STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM
MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
[1]
Suc Sucipto, Sistem pendidikan nasional, (Semarang:
Aneka Ilmu, 2003), hlm, 3
[2]
Abdullah, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2011), hlm 229
[3]
Iskandar Agung, Mengembangkan profesionalitas guru,
(Cibubur: Bee media pustaka, 2013), hlm, 52
[4]
Mulya, Menjadi kepala sekolah profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), hlm, 90
[5] H Hamzah. B.
Uno, Profesi
Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara,
2007), hlm, 15
[7]
Muhamad Nurdin, Kiat
Menjadi Guru Professional, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2008), hlm, 156
[9]
Mulya,2013, Menjadi kepala
sekolah…, hlm, 118
0 Komentar
Penulisan markup di komentar