BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah
menyiapkan peserta didik untuk hidup dikemudian hari. Dikatakan bahwa bentuk
paling sederhana dari kurikulum adalah merupakan himpunan pengalaman, sistem nilai,
pengetahuan, keterampilan dan pola sikap yang ingin dihantarkan kepada peserta
didik dengan harapan bahwa keseluruhan yang dihantarkan tersebut merupakan
bekal para peserta didik dalam mengembangkan diri di dalam masyarakat
dikemudian hari.
Pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar pada hal-hal yang
berkenaan dengan hal-hal berikut :
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu
cepat.
2. Pendidikan merupakan
proses transisi
3. Manusia dalam keadaan
terbatas kemampuannya untuk menerima, menyampaikan dan mengolah informasi.
Atas dasar inilah, maka diperlukan suatu proses pengembangan
kurikulum yang merupakan suatu masalah pemilihan kurikulum yang penyelesaiannya
dapat ditinjau dari berbagai pendekatan antara lain pendekatan atas dasar keperluan
pribadi. Untuk merealisasikannya, maka diperlukan suatu model pengembangan
kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
BAB II
PEMBAHASAN
Ulasan
teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model atau konstruksi.
Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan teoritis tentang suatu
proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang salah satu
komponen kurikulum. Ulasan teoritis tersebut menetapkan titik berat ulasan yang
berbeda-beda, ada yang menitikberatkan pada organisasi kurikulum, ada pula yang
menitikberatkan pada hubungan antar pribadi dalam pengembangan kurikulum.[1]
Banyak
model dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan dalam pelaksanaannya.
Namun ada hal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan model
pengembangan kurikulum yang mungkin dapat diterapkan. Hal tersebut adalah bahwa
penerapan model-model tersebut sebaiknya didasarkan pada faktor-faktor yang
konstan, sehingga ulasan tentang model-model yang dibahas dapat terungkapkan
secara konsisten.[2]
Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya adalah :
A. The Administrative Model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan
paling banyak dikenal. Diberi nama model administrative atau line staff karena
inisiatif dan gagasan pengembangan dating dari para administrator pendidikan
dan menggunakan prosedur administrasi. Model ini dikenal dengan adanya garis
staf atau model dari atas ke bawah (top-down).
Cara kerja model ini adalah : pejabat pendidikan membentuk panitia
pengarah yang biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah dan
staf pengajar inti. Panitia pengarah ini bertugas merencanakan, member
pengarahan tentang garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan
tujuan umum pendidikan.
Selesai pekerjaan tersebut, mereka menunjuk kelompok-kelompok
kerja sesuai dengan keperluan anggota-anggota. Kelompok kerja umunya terdiri
atas staf pengajar dan spesialis kegiatan belajar. Tugasnya adalah menyusun
tujuan khusus, isi dan kegiatan belajar. Hasil pekerjaan direvisi oleh panitia
pengarah. Bila dipandang perlu dan meskipun hal ini jarang terjadi, akan
diadakan uji coba untuk meneliti kelayakan pelaksanaannya. Hal ini dikerjakan
oleh suatu komisi lainnya yang ditunjuk oleh panitia pengarah dan anggotanya terdiri
atas sebagian besar kepala-kepala sekolah. Setelah selesai, maka pekerjaan itu
diserahkan kembali kepada panitia pengarah untuk ditelaah sekali lagi kemudian
diimplementasikan.
B.
The Grass – Roots Model
Model pengembangan ini
merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum,
bukan dating dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model
ini didasarkan pada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil
jika staf pengajar sebagai pelaksana sudah sejak semula diikutsertakan dalam
pengembangan kurikulum.
Kegiatan pengembangan
kurikulum cara ini sangat memperhatikan kerja sama dengan orang tua, peserta
didik dan masyarakat. Kerja sama diantara sesame pengajar dengan sendirinya
merupakan bagian yang penting dalam model ini. Kedudukan administrator hanyalah
cukup memberikan bimbingan dan dorongan saja dan staf pengajar akan
melaksanakan tugas pengembangan kurikulum secara demokratis.
Biasanya pada
langkah-langkah tertentu diselenggarakan lokakarya untuk membahas
langkah-langkah selanjutnya. Lokakarya akan melibatkan staf pengajar, kepala
sekolah, orang tua peserta didik, orang awam lainnya, para konsultan dan
narasumber lainnya.
C. The Demonstration Model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass-roots, dating dari
bawah. Pembaharuan kurikulum dilakukan oleh sejumlah staf pengajar dalam satu
sekolah yang terorganisasi. Jika hasil pembaharuan tersebut berhasil maka
sekolah lainnya mengadopsinya. Selain secara formal ini dapat pula dilaksanakan
secara tidak formal. Hal ini berarti, staf pengajar bekerja dalam bentuk
organisasi terstruktur atau bekerja sendiri-sendiri. Dalam model ini
pembaharuan kurikulum dicontohkan dalam skala kecil oleh para pengajar lainnya.[3]
D. Beauchamps Model
Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp
seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima langkah kritis dalam
pengambilan keputusan mengenai pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Pekerjaan yang harus
dilakukan adalah menemukan “arena” pengembangan kurikulum. Arena ini berupa
kelas, sekolah, sistem persekolahan regional maupun nasional.
2. Memilih dan
mengikutsertakan pengembangan kurikulum, yang terdiri atas spesialis kurikulum,
perwakilan kelompok yang professional, staf pengajar, penyuluh, orang awam.
Penentuan orang tersebut tergantung pada penentuan arena.
3. Pengorganisasian dan
penentuan prosedur perencanaan kurikulum meliputi penentuan tujuan, materi dan
kegiatan belajar. Untuk keperluan itu ditempuh :
a. Penentuan Dewan
Kurikulum sebagai koordinator umum penyusunan kurikulum.
b. Penilaian praktek
kurikulum yanga sedang berjalan.
c. Pemilihan alternatif
materi pelajaran baru.
d. Penentuan kriteria dan
pemilihan alternatif bagian kurikulum.
e. Penulisan secara
menyeluruh tentang kurikulum yang dikehendaki.
4. Mengimplementasikan kurikulum
secara sistematis.
5. Menyelenggarakan
evaluasi kurikulum. Hall yang dievaluasi meliputi :
a. Penggunaan kurikulum
oleh staf pengajar
b. Rencana kurikulum
c. Hasil belajar peserta
didik, dan
d. Sistem kurikulum
E.
Taba’s Inverted Model
Menurut cara yang bersifat tradisional dan lazim dilakukan,
pengembangan kurikulum ditempuh atau dilakukan secara deduktif. Dalam model
Hilada Taba ini hal iatu ditempuh secara induktif, sehingga model Hilda Taba
ini dikenal dengan nama model terbalik Hilda Taba/ Taba’s Inverted Model. Taba
berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya
inovasi-inovasi baru. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong
inovasi dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat deduktif, yang merupakan
inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam model ini meliputi lima
langkah, yaitu :
1. Sejumlah staf pengajar
terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum yang akan dieksperimenkan
dengan jalan :
a. Mendiagnose kebutuhan
b. Memformulasikan isi
c. Memilih isi
d. Mengorganisasikan isi
e. Memilih pengalaman
belajar
f. Menilai
g. Mengecek perimbangan
kedalaman dan keluasan materi pelajaran.
2. Mengujicoba unit-unit
dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan belajar-mengajarnya.
3. Merevisi hasil yang
diujicobakan serta mengkonsultasikannya.
4. Mengembangkan kerangka
teoritis.
5. Langkah yang paling
akhir adalah mengasembling dan mendiseminasikan hasil yang telah diperoleh.
Pada tahap ini perlu dipersiapkan staf pengajar dalam penataran, program
lokakarya dan lain sebagainya.
F. Model Hubungan
Interpersonal dari Rogers (Roger’s Interpersonal Relations Model)
Rogers adalah seorang psikolog yang juga berminat dalam bidang
pendidikan. Ia mendasarkan pendangannya pada kurikulum yang diperlukan dalam
rangka pengembangan individu yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi
perubahan. Menurut Roger’s manusia berada dalam proses perubahan, sesungguhnya
ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada
hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain
merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut.
Guru serta peserta didik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu
perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pelancar perkembangan anak.
Atas dasar itulah, maka kurikulum yang seduai akan terwujud jika
disusun dan diterapkan oleh pendidik yang luwes, terbuka dan berorientasi pada
proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif.
Kelompok latihan sensitif ini seharusnya terdiri atas 10-15 orang dengan
seorang pengajar sebagai fasilitator. Kelompok ini tidak berstruktur dan
diharapkan dapat merupakan lingkungan yang memungkinkan orang secara individual
berekspresi secara bebas dan dapat berkomunikasi secara interpersonal secara
bebas.
Langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum model ini adalah:
1. Pemilihan target dari
sistem pendidikan
2. Partisipasi peran guru
dalam pengalaman kelompok yang intensif
3. Pengembangan pengalaman
kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran.
4. Partisipasi orang tua
dalam kegiatan kelompok
Selain pertemuan-pertemuan tersebut Rogers juga menyarankan
diadakan pertemuan vertikal yang menghilangkan hierarki birokrasi dan status
sosial. Jadi model pengembangan kurikulum Rogers ini mendukung adanya perubahan
tingkah laku dalam hal bagaimana merasakan dan bagaimana memandang sesuatu.
Dengan demikian diharapkan agar keputusan-keputusan dalam pengembangan kurikulum
akan lebih realistis karena diselenggarakan dalam suasana bebas tanpa tekanan.
G. Model Systematic
Action-Recearch Model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan
kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang
melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola
hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu ada
3 faktor yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini, yaitu :
1. Adanya hubungan antara
manusia
2. Organisasi sekolah dan
masyarakat
3. Otoritas ilmu
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat,
para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru dan lain-lain,
mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar dan
bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan
kurikulum harus memasukan pendangan dan harapan-harapan masyarakat dan salah
satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action
research.[4]
Langkah pertama, mengadakan kajian secara seksama tentang
masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan
mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah
tersebut. Dari hasil kajian tersebut, dapat disusun rencana yang menyeluruh
tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut serta tindakan pertama yang harus
diambil.
Kedua, menyelenggarakan atau mengimplementasikan rencana yang
telah disusun. Usaha ini diikuti dengan usaha pencarian fakta secara meluas
sehubungan dengan persoalan tersebut agar dapat diadakan penilaian tentang
kelebihan dan kekurangannya.
H. Model Teknologis
(Emerging Technical Models)
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta
nilai-nilai efisiensi efektifitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan
atas hal itu, diantaranya :
1. The Behavioral Analysis
Model, memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan peserta didik dari
yang sederhana sampai yang kompleks secara bertahap.
2. The System Analysis
Model, memulai kegiatannya dengan menjabarkan tujuan khusus kemudian menyusun
alat-alat pengukur untuk menilai keberhasilannya dan dalam pada itu
mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyelenggaraannya.
3. The Computer-Based
Model, memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi sejumlah unit-unit
kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan intruksional khusus. Kemudian pengajar
dan siswa diwawancarai tentang pencapaian tujuan-tujuan tersebut dan data itu
disimpan dalam komputer. Data komputer tersebut dimanfaatkan dalam menyusun isi
materi pelajaran untuk peserta didik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model
atau konstruksi. Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan
teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula
ulasan tentang salah satu komponen kurikulum.
Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya adalah:
1. The Administrative Model
2. The Grass-Roots Model
3. The Demonstration Model
4. Beauchamp’s Model
5. Taba’s Inverted Model
6. Roger’s Interpersonal
Relations Model
7. The Systematic
Action-Research Model
8. Emerging Technical
Models
a. The Behavioral Analysis
Model
b. The System Analysis
Model
c. The Computer-Based Model
B.
Saran
Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sangatta
dengan Jurusan Tarbiyah-Prodi PAI, kita sebaiknya mengenal berbagai macam
model-model dalam pengembangan kurikulum guna menambah wawasan kita sebagai
mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
http://imeyshare.blogspot.com/makalah-pengembangan-kurikulum-pai.html
Idi, Abdullah.
2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media.
Subandijah. 1996. Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sukmadinata, Nana
Syaodih. 2001. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
[1] Abdullah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Hal 236.
[2] Subandijah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal 46.
[4] Nana Syaodih Sukmadinata. 2001. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal 165.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar