seputar dunia pangan
Pemanfaatan Limbah Kakao
Kakao (Theobroma cacao)
merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk
peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok
utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan
persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization)
memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara
konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50
ribu ton per tahun. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik bagi
Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama
kakao dunia.
Kakao sudah sejak dahulu dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.
Sebagai salah satu komoditi unggulan pertanian Indonesia, kakao berperan
penting dalam pembangunan perekonomian dengan nilai devisa US$ 547 juta (2004),
memberikan lapangan kerja bagi 800.000 KK, sebagai bahan baku bagi 16 unit
industri pengolahan kakao dan cokelat di dalam negeri serta menjaga kelestarian
lingkungan (Departemen Pertanian, 2006). Ekspor kakao Indonesia sebagian besar
dalam bentuk kakao kering, dimana tercatat pada tahun 1993 volumenya mencapai
220.441 ton (Dirjen. Perkebunan, 1994).
Cokelat diperoleh dari pengolahan biji-biji
dari buah tanaman cokelat (Theobroma
cacao) dari familia Sterculiaceae.
Tanaman ini berasal dari hutan-hutan di daerah Amerika Selatan. Semula tanaman
ini diusahakan penanamannya oleh penduduk Maya dan orang-orang Indian Aztec.
Daerah utama penanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya pada wilayah 18˚ Lintang Utara sampai 15˚ Lintang Selatan.
Daerah-daerah dari selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brazilia adalah
tempat-tempat tanaman cokelat tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma
pentagona, dan Theobroma augustifolia,
merupakan spesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji
sebagai campuran.
Menurut status pengusahaannya, perkebunan kakao di Indonesia dibagi
menjadi 3, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan
besar swasta. Pada tahun 2000 perkebunan rakyat memiliki jumlah area terbesar,
yaitu 86% dari total area perkebunan kakao di Indonesia, kemudian diikuti oleh
perkebunan besar negara 7%, dan perkebunan besar swasta 7%.
Tanaman kakao tergolong tanaman yang multi guna. Selain bijinya yang dapat diolah menjadi
berbagai macak produk olahan cokelat, limbah kulit buah kakao juga dapat
digunakan sebagai palet pakan ternak, serta pulpnya dapat dimanfaatkan menjadi
bahan pangan yaitu nata de cacao
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri
yang dihasilkan tanaman kakao. Buah cokelat yang terdiri dari 74% kulit buah,
2% plasenta dan 24% biji. Pakar lain menyatakan kulit buah kakao kandungan gizinya
terdiri dari bahan kering (BK) 88% protein kasar (PK) 6-8%, serat kasar (SK)
40,1% dan TDN 50,8% dan penggunaannya oleh ternak ruminansia 30-40% dilaporkan
oleh Anonimous (2001). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak
kambing, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai bahan
campuran ransum sebanyak 15% dari total ransum. Sebaiknya sebelum digunakan
sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih
dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk
meningkatkan kadar protein dari 6-8% menjadi 12-15%. Pemberian kulit buah kakao
yang telah diproses pada ternak kambing dapat meningkatkan berat badan kambing
sebesar 50 gram sampai 150 gram per ekor per hari.
Salah satu alternatif teknologi pengolahan limbah kakao adalah dengan
memanfaatkan pulp kakao sebagai bahan bakunya dalam pembuatan nata de cacao.
Nata de cacao merupakan fermentasi dari limbah pulp biji cokelat yang berbentuk
padat seperti agar-agar, kenyal seperti kolang-kaling dan berwarna putih
transparan. Kandungan gizi nata sangat rendah karena tidak mengandung zat gizi
yang essensial sehingga sesuai untuk diet, penanggulangan penyakit gizi lebih,
tekanan darah tinggi, kardiovaskuler dan diabetes melitus (Karim, 2001). Nata
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Pulp kakao merupakan lapisan berlendir (pulp) yang menyelimuti keping
biji. Pada pengolahan kakao yang dimanfaatkan bijinya. Sedangkan lapisan lendir
dibuang. Pulp merupakan senyawa yang sebagian terdiri atas air dan komponen
gizi yang lain seperti sukrosa dan glukosa.
Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1991), tanaman kakao merupakan pohon
kecil yang tingginya mencapai sekitar 10 meter pada kondisi alamiah dengan
batang utama setinggi 6 meter. Daging biji kakao sangat lunak dan kulit buahnya
mempunyai 10 alur dengan tebal 1-2 cm.
Tahun 1988 tercatat sebagai tahun ketujuh puluh masuknya cokelat ke
Indonesia. Hal itu tampaknya berkaitan dengan usaha pemuliaan cokelat yang
pertama dimulai di Indonesia pada tahun tahun 1921. Dr. C. J. J. Van Hall
adalah orang yang pertama kali mengadakan seleksi terhadap pohon induk di Djati
Renggo dan Getas. Kedua nama kebun tersebut digunakan untuk menamakan beberapa
klon cokelat jenis Criollo yang sampai saat ini masih digunakan dengan kode DR
dan G berbagai nomor.
Daerah utama penanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika
Tengah, tepatnya pada wilayah 18˚ Lintang Utara sampai 15˚ Lintang Selatan.
Daerah-daerah dari selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat
tanaman cokelat tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang
diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma
pentagona, dan Theobroma augustifolia, merupakan spesies yang pada awalnya juga
dimanfaatkan sebagai penghasil biji sebagai campuran.
Dari aspek ekologi, tanaman kakao merupakan tanaman yang menghendaki
kelembaban dan temperatur tinggi. Tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh curah
hujan. Tinggi rendahnya curah hujan akan menyebabkan penurunan hasil. Untuk
pertumbuhan optimal, curah hujan minimal adalah 10 mm per bulan dengan batas
maksimal 200 mm perbulan dengan curah hujan tersebar secara merata. Namun,
apabila struktur tanahnya bercampur pasir, maka dibutuhkan curah hujan yang
lebih tinggi karena daya simpan airnya kurang baik.
Temperatur rata-rata tahunan yang dikehendaki adalah 25°C, sedangkan
temperatur rata-rata harian terdingin adalah 15°C. Penurunan temperatur di
bawah 22°C, menyebabkan perkembangan bunga akan terhenti dan normal kembali setelah
temperatur naik (Kartasaputra, 1988).
Selain temperatur dan kelembaban, intensitas sinar matahari merupakan
faktor yang ikut mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao. Banyaknya intensitas
sinar tergantung dari kondisi tanahnya. Kondisi tanah yang subur, intensitas
yang dibutuhkan 70–80%. Menurut Siregar, dkk. (1989), tanaman kakao dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki derajat keasaman (pH) antara 6–7,5
asal persyaratan fisik dan kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan
produksi dapat terpenuhi.
Cokelat merupakan salah satu komoditas yang sangat penting, baik sebagai
sumber penghidupan bagi jutaan petani produsen maupun sebagai salah satu bahan
penyedap yang sangat diperlukan untuk produksi makanan, kue-kue, dan berbagai
jenis minuman. Cokelat juga merupakan sumber lemak nabati yang memiliki
keistimewaan yaitu: dapat meleleh atau mencair pada suhu di mulut.
Biji kakao mengandung lemak 31%, karbohidrat 14% dan protein 9%. Protein
cokelat kaya akan asam amino triptofan, fenylalanin, dan tyrosin. Meskipun
cokelat mengandung lemak tinggi, namun relatif tidak mudah tengik karena
cokelat juga mengandung polifenol 6% yang berfungsi sebagai antioksidan
pencegah ketengikan. Di Amerika Serikat konsumsi cokelat hanya memberikan
kontribusi 1% terhadap intake lemak total sebagaimana dinyatakan oleh National
Food Consumption Survey (1987-1998). Jumlah ini relatif sedikit khususnya bila
dibandingkan dengan kontribusi daging 30%, serealia 22%, dan susu 20%.
Lemak pada cokelat, sering disebut cocoa butter, sebagian besar tersusun
dari lemak jenuh 60% khususnya stearat, tetapi lemak cokelat adalah lemak
nabati yang sama sekali tidak mengandung kolesterol. Lemak cokelat merupakan
bahan yang sangat diperlukan oleh industri-industri pembuatan berbagai macam
kembang gula dan manisan cokelat. Di samping itu juga sangat diperlukan oleh
industri-industri farmasi dan obat-obatan kecantikan. Lemak cokelat kini
merupakan produk yang lebih penting daripada bubuk cokelat. Bubuk cokelat,
cocoa paste, cocoa cake diperlukan oleh industri-industri yang menghasilkan
berbagai macam minuman, kue, dan makanan lainnya yang mengandung rasa khas
cokelat.
Di Indonesia, penetapan mutu biji dinyatakan dengan jumlah biji per 100
gram contoh. Golongan biji dibagi atas 3 kelompok yaitu A, B, dan C. Biji mutu
beratnya tidak kurang dari 1 gram.
Tabel 1. MUTU
BIJI COKELAT
Komponen
|
Mutu I
|
Mutu II
|
Persen biji berjamur
|
3 (maksimum)
|
4 (maksimum)
|
Persen biji slaty
|
3 (maksimum)
|
8 (maksimum)
|
Persen biji berserangga, hampa,
dan yang berkecambah
|
3 (maksimum)
|
6 (maksimum)
|
Sumber:
Wood (1971).
Biji kelas A jumlahnya 90-100 butir setiap 100 gram contoh. Biji kelas B
jumlahnya 100-110 butir setiap 100 gram contoh dan biji kelas C jumlahnya
110-120 butir setiap 100 gram contoh.
Kulit buah kakao merupakan limbah hasil perkebunan yang sangat potensial
sebagai bahan pakan ternak, kandungan nutrisinya dapat ditingkatkan melalui
difermentasi. Kulit buah kakao setelah fermentasi mengandung protein kasar
17,21%; serat kasar 12,45%; lemak 1,9%, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan campuran konsentrat pakan ternak.
Kulit buah kakao memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam
penyediaan pakan ternak ruminansia khususnya kambing terutama pada musim
kemarau. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan
dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah diolah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang dikeringkan dengan sinar matahari
kemudian digiling selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak.
Dalam pemeliharaan ternak kambing pakan merupakan faktor yang utama
paling utama diperhatikan, agar kambing yang dihasilkan mencapai bobot badan
yang diharapkan. Untuk mendapatkan bobot badan yang diinginkan perlu dilakukan
pemberian pakan yang teratur dan manajemen yang benar serta menggunakan
teknologi yang tepat , salah satunya dengan pemanfaatan kulit buah kakao
fermentasi. Pemberian kulit buah kakao fermentasi untuk meningkatkan bobot
badan kambing dan merupakan sumber protein dan energi. Kulit buah kakao
fermentasi dapat diberikan kepada ternak dengan cara dicampurkan kedalam
konsentrat yang diberikan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak kambing, bahwa
penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai bahan campuran ransum
sebanyak 15% dari total ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan
ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk
menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan
kadar protein dari 6-8% menjadi 12-15%. Pemberian kulit buah kakao yang telah
diproses pada ternak kambing dapat meningkatkan berat badan kambing sebesar 50
gram sampai 150 gram per ekor per hari.
Limbah pertanian dan agroindustri pertanian memiliki potensi yang cukup
besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Limbah yang memiliki nilai
nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein,
sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah
digolongkan sebagai pakan sumber serat. Beberapa kendala dalam memanfaatkan
bahan pakan lokal diantaranya tidak adanya jaminan keseragaman mutu dan
kontinuitas produksi. Disamping itu jumlah produksi bahan pakan lokal pada
umumnya berskala kecil dan lokasinya terpencar. Bahan pakan lokal selalu
dikaitkan dengan harga yang murah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan bahan pakan diantaranya, ketersediaan bahan, kadar gizi, harga,
kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat racun atau anti nutrisi serta
perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum digunakan sebagai pakan ternak.
Sejak lama, berbagai penelitian telah dilakukan untuk optimalisasi pakan lokal
yang belum lazim digunakan. Pertimbangan nilai ekonomis akibat adanya
introduksi teknologi masih banyak dilupakan sehingga hasil penelitian belum
dapat langsung diterapkan.
Limbah hasil perkebunan seperti kulit buah kakao berpotensi untuk diolah
menjadi bahan yang bermanfaat yaitu untuk pakan ternak. Produksi limbah
perkebunan diperkirakan setiap tahunnya cukup besar, seperti di provinsi Bali
produk limbah basah kopi mencapai sekitar 21.000 ton, kakao sekitar 13.000 ton,
jambu mete sekitar 50.000 ton, demikian juga di provinsi lainnya. Persentase
biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah
plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji. Pada areal 1(satu)
hektar pertanaman kakao akan menghasilkan limbah segar kulit buah sekitar 5,8
ton setara dengan produk tepung limbah 812 kg.
Berdasarkan hasil evaluasi, secara fisik diperoleh produksi limbah kakao
berupa cangkang rata-rata 72,88% dari berat total buah kakao basah, sedangkan
bagian biji dan kulit bijinya rata-rata 27,12%. Fermentasi limbah kakao
(fermentor) yang efektif hingga menumbuhkan “mycelium” memerlukan waktu :
ditambah 48 jam (2 hari) dan untuk proses penyimpanan hingga siap digiling
diperlukan waktu 2-3 x 8 jam pada sinar matahari yang normal (tidak mendung
atau hujan).
Dari limbah segar setelah difermentasi, dikeringkan akan diperoleh hasil
gilingan berupa tepung dengan rendemen rata-rata 30–40% dari bahan mentah.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam
meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi
pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan nasional yang sering digunakan
dalam penyusunan ransum sebagian besar berasal dari limbah dan pencarian bahan
pakan yang belum lazim digunakan (non konvensional) diarahkan pada upaya
penggalian potensi limbah sebagai bahan baku pakan.
Limbah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan berasal dari bagian-bagian
tanaman atau hewan yang dijadikan sebagai pakan kasar (roughage), sebagai
sumber energi, dan sumber protein atau mineral. Bahan pakan kasar sebagian
besar berasal dari limbah pertanian dan perkebunan di lapangan. Sumber energy
dan protein berasal darisisa pengolahan bahn pangan, biji-bijian, buah-buahan
dan sayuran, limbah usaha peternakan dan perikanan. Bahan pakan sumber mineral
terutama berasal dari limbah usaha dan pengolahan hasil peternakan dan
perikanan.
Proses pengolahan kulit buah kakao menjadi pakan
ternak ada dua cara, yaitu:
1.
Proses Pengolahan Kulit Buah Kakao dengan Fermentasi
Dengan proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat
ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk
ransum babi dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah
kakao adalah Aspergillus niger. Proses fermentasi limbah kakao menyebabkan
meningkatnya kandungan protein, hal ini dibuktikan dengan hasil “proximate
analysis”, yang menunjukan perubahan kandungan protein kasar (CP) dari 12,22%
pada kakao mentah (sebelum difermentasi) menjadi 16,12% setelah mengalami
fermentasi. Sedangkan kandungan serat kasar (CF) menurun akibat fermentai,
yakni dari 6,42% menjadi 4,15%. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini adalah:
a.
Meningkatkan kandungan protein.
b.
Menurunkan kandungan serat kasar.
c.
Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan).
2. Proses
Pengolahan Kulit Buah Kakao Tanpa Fermentasi
Mengumpulkan limbah kulit buah kakao dari hasil panen lalu dicincang.
Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara
mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk
dengan menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan
pengayakan. Untuk meningkatkan mutu pakan ternak, maka tepung kulit buah kakao
dapat dicampur dengan bekatul dan jagung giling masing-masing 15%, 35%, dan
30%. Ini artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15% tepung kulit buah
kakao, 35% bekatul dan 30% jagung giling.
Penggunaan Hasil
Olahan Limbah Kulit Buah Kakao untuk Pakan Ternak adalah:
1.
Pada awal pemberian, biasanya ternak tidak langsung mau memakannya.
Karena itu berikanlah pada saat ternak lapar dan bila perlu ditambah sedikit
garam atau gula untuk merangsang nafsu makan.
2.
Tepung limbah hasil fermentasi bisa langsung diberikan kepada ternak,
atau disimpan.
3.
Penyimpanan harus dengan wadah yang bersih dan kering. Untuk ternak
ruminansia (sapi, kambing) limbah kakao olahan bisa dijadikan pakan penguat,
untuk mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi susu. Bisa diberikan
sebagai pengganti dedak, yakni sebanyak 0,7-1,0% dari berat hidup ternak.
4.
Pada ayam buras petelur pemberian limbah kakao sebagai pengganti dedak
hingga 36% dari total ransum dapat meningkatkan produksi telur.
5.
Pada ternak kambing menunjukkan bahwa ternak nampak sehat, warna bulu
mengkilat dan pertambahan berat badan ternak dapat mencapai antara 50-150 gram
per ekor per hari.
6.
Untuk babi dapat juga diberikan sebagai pengganti dedak padi dalam
ransum sekitar 35-40%.
Salah satu bahan pakan potensial limbah hasil perkebunan adalah kulit
buah kakao. Limbah pengolahan buah kakao yang dapat digunakan sebagai bahan
pakan ternak diantaranya kulit (pod) luar dan kulit biji. Beberapa penelitian
penggunaan limbah coklat pada ternak ruminansia, bahwa pemakaian pod coklat
pada taraf 30% tanpa pengolahan, dapat menurunkan kecernaan in vitro.
Pemanfaatannya untuk usaha pembibitan dapat mencapai 20% dalam konsentrat
komersial.
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan
faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek
pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar 60%. Hal ini menunjukkan
bahwa walaupun potensi genetik ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan
tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi
tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas
ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha
peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya
produksi.
Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%, namun
demikian karena ketersediaan pakan hijauan sangat terbatas maka pengembangan
peternakan dapat diintegrasikan dengan usaha pertanian sebagai strategi dalam
penyediaan pakan ternak melalui optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian dan
limbah agroindustri pertanian. Hijauan identik dengan sumber serat. Warna tidak
selalu hijau, tidak selalu berbentuk rumput yang sudah umum dikenal (rumput
gajah dan rumput lapangan); namun dapat berupa jerami kering (jerami padi,
jerami jagung, dan jerami kedelai), daun-daunan (nangka, pisang, dan kelapa
sawit), limbah industri (bagase tebu, kulit kacang, tumpi jagung, dan kulit
kopi). Pakan yang baik adalah murah, mudah didapat, tidak beracun, disukai
ternak, mudah diberikan dan tidak berdampak negatif terhadap produksi dan
kesehatan ternak serta lingkungan.
Salah satu pengembangan teknologi formulasi pakan adalah pakan komplit,
yaitu semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan (limbah pertanian) dan
konsentrat dicampur menjadi satu campuran yang homogen dan diberikan kepada
ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Teknologi “pakan
murah” komplit telah dikembangkan dan diadopsi secara komersial oleh pabrik
pakan Prima Feed di Pasuruan Jawa Timur sejak tahun 2002. Pakan komplit
merupakan campuran dari limbah agroindustri, limbah pertanian yang belum
dimanfaatkan secara optimal sehingga ternak tidak perlu lagi diberi hijauan.
Mudah diduplikasi di setiap sentra peternakan dengan memanfaatkan potensi bahan
pakan local dengan menggunakan mesin pencampur sederhana serta ramah lingkungan
sehingga harganya sangat murah. Banyak digunakan untuk pengembangan sapi potong
penggemukan/pembibitan di wilayah yang tidak tersedia pakan hijauan sepanjang
tahun. Beberapa pengusaha ternak yang menggunakan pakan terasebut berbasis di
Bali dan wilayah pengembangan lainnya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Kandungan nutrisi konsentrat yang dikembangkan adalah kadar air maksimal 15%;
protein kasar 9-12%; lemak kasar maksimal 4%; serat kasar 20%; abu maksimal
10%; TDN minimal 60%; Ca 1,0% dan P 0,5%. Konsentrat (Concentrate) adalah suatu
bahan pakan dengan nilai gizi tinggi yang dipergunakan bersama bahan pakan lain
untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimakan untuk
disatukan dan dicampur sebagai pelengkap (suplemen). Konsentrat sapi potong
tidak selalu berbentuk konsentrat buatan pabrik atau yang dijual di pasaran
(konsentrat komersial), namun dapat berupa bahan pakan tunggal atau campuran
beberapa bahan pakan.
NATA DE CACAO
Salah satu produk hasil samping yang dapat dihasilkan dari cairan lender
biji kakao adalah nata cacao. Produk tersebut hamper sama dengan nata de coco
yanga bahannya berasal dari air kelapa. Dengan proses fermentasi yang serupa
yaitu pemnafaatan bakteri acetobacter xylinum, cairan lender biji kakao dapat
menghasilkan nata. Cara embuatan nata de cacao sama dengan pembuatan nata de
coco yaitu relative sederhanan dan mudah dikerjakan, hanya saja memerlukan suasana
yang bersih dan kondisi yang aseptis (Effendi, 1995).
Menurut alaban (1962), raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata
meliputi sumber gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman medium, lama
fermentasi dan aktivitas bakterinya. Gula merupakan salah satu nutrisi yang
sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Sampai pada konsentrasi tertentu penambahan gula akan meningkatkan pertumbuhan
bakteri acetobter xylinum sehingga pembentukan nata dari hasil perombaan gula menjadi
semakin tinggi.
Untuk memperoleh hasil nata de cacao yang lebih putih, dalam pembuatannya
harus dilakukan pengenceran limbah cair biji kakao. Hal ini disebabkan cairan
biji kakao mengandung yang langsung diambil dari pabrik pengolahan biji kakao
masih mengandung kotoran-kotoran dan masih berwarna kuning cokelat. Adapun
tujuan pengenceran media (limbah cair biji kakao) adalah untuk memucatkan warna
kuning cokelat dari limbah cair biji kakao agar nata yang dihasilkan lebih
putih (Effendi, 1995).
Tahapan Pembuatan Nata de Cacao
Tahapan
pembuatan starter:
1. Timbang bahan yang sudah disiapkan.
2. Siapkan larutan pertama
berupa air kelapa yang telah diendapkan dan disaring, ambil 1.060 ml air
kelapa. Panaskan sampai mendidih.
3. Tambahkan asam asetat glacial 25%
dan 100 gr glukosa. Aduk hingga gula larut.
4. Buat larutan kedua berupa larutan
urea yang dimasukkan dalam 60 ml air kelapa, kemudian panaskan hingga mendidih.
5. Tuang larutan kedua dengan larutan
pertama yang telah disiapkan.
6.
Pindahkan dalam botol starter
dan tutup dengan kapas steril dan tunggu sampai dingin.
7.
Tambahkan 10% biakan, agar
biakan tumbuh miring pada permukaan gunakan aquades steril sebanyak 10 ml.
8.
Letakkan botol kedalam rak
inkubasi selama 6-8 hari sampai terbentuk lapisan putih pada media.
Tahapan pembuatan nata de cacao adalah:
1. Pulp cacao diiris tipis kemudian dicuci sampai bersih.
2.
Bahan dimasukkan ke dalam
blander kemudian ditambahkan air dengan perbandingan
1:15.
3. Setelah diblender bahan disaring untuk memisahkan ampasnya dengan sari
buah.
4. Sari buah ditambahkan sukrosa 75%, amonium sulfat 0,5%, asam asetat hingga
pH mencapai 3,7.
5. Dilakukan pemanasan terhadap medium fermentasi pada suhu 100oC selama
30 menit, kemudian didinginkan.
6. Setelah dingin ditambahkan starter nata kemudian dituang dalam nampan.
7. Medium diinkubasi selama 14 hari, kemudian dilakukan pemanenan nata.
8. Lembaran nata yang terbentuk dicuci dan dipotong kecil-kecil, kemudian
direbus sampai mendidih (suhu 30oC).
9. Air rebusan nata diganti dengan air yang baru dan direndam selama semalam.
Hal ini dilakukan sebanyak 2-3 kali sampai aroma asamnya hilang.
10. Nata direbus dalam
larutan gula 25 % selama 20 menit dan direndam selama semalam. Setelah itu baru dikemas.
a.
Metode Kegiatan
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
sebagai berikut:
Persiapan
Meliputi praktek uji coba pembuatan nata de cacao yang dilakukan di
laboratorium Teknologi Hasil Pertanian.
Pembinaan
teknologi proses
Melakukan pembinaan dengan teknik penyuluhan dan pelatihan tentang pembuatan
nata de cacao dari hasil samping
industri tapioka. Penyuluhan
dan pelatihan meliputi:
1)
Teknik pembuatan dan
perbanyakan starter Acetobacter xylinum.
2)
Teknik pembuatan nata de cacao.
3)
Teknik fermentasi (pemeraman,
wadah yang digunakan, syarat kondisi lingkungan (suhu, kelembaban) dan waktu
inkubasi.
4)
Teknik pemanenan nata de cacao mentah dan perendaman untuk
menghilangkan asam.
5)
Teknik pengolahan nata de cacao mentah sampai siap dikonsumsi atau
dipasarkan.
Berat pelikel nata de cacao
Pada fermentasi nata, tebal dan berat pelikel yang dihasilkan dipengaruhi
beberapa factor. Factor yang berpengaruh pada pembuatan nata adalaha sumber
carbon, nitrogen, mineral serta pH media. Dengan pengaturan kondisi fermentasi
yang optimum akan diperoleh pelikel dengan tekstur kenyal atau kompak serta
tebal. Sedangkan pada kondisi fermenasi yang kurang baik maka akan diperoleh
pelikel tipis serat lunak sehingga berat nata juga rendah.penambahan sukrosa
yang menghasilkan pelikel optimum adalah penamabahan sukrosa dengan konsentrasi
5%.
Kadar serat kasar nata de cacao
Secara umum penambahan sukrosa semakin tinggi dihasilkan kasar serat
kasar yang semakin tinggi, hal ini disebabkan semakin tinggi kadar sukrosa yang
ditambahkan maka semakin besar sumber karbon yang tersedia untuk media
fermentasi yang berpengaruh pada pembentukan selulosa yang tinggi. Semakin
tinggi selulosa yang terbentuk maka kadar serat kasar bertambah.
Pada penambahan sukrosa 12,5% kadar serat kasar
tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan 10%, sehingga penggunaan sukrosa
10% berada pada konsntrasi yang optimum.
0 Komentar
Penulisan markup di komentar