Pengertian Guru agama

7:38:00 PM


GURU AGAMA ISLAM


             A.    Guru Agama Islam

          1.      Pengertian Guru Agama Islam
Pendidik merupakan salah satu faktor urgen dan juga penentu dalam pendidikan, karena pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membentuk watak, perangai, tingkah laku, dan kepribadian peserta didik. Sedangkan menurut istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidik adalah guru. Guru sering diidentifikasikan kepada pengertian pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M, bahwa guru memang pendidik, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan  dan terutama sikap mental peserta didik.[1]

            Kedua istilah tersebut (pendidik dan guru) mempunyai kesesuaian, artinya perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, non formal maupun informal. Untuk mengetahui pengertian guru, penulis akan mengemukakan pendapat dari para ahli pendidikan, di antaranya:
a.      Menurut A. Muri Yusuf Berpendapat, guru adalah
20

individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Individu yang mampu tersebut adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, orang yang sehat jasmani dan rohani dan individu yang mampu berdiri sendiri serta mampu menerima resiko dari segala perbuatannya.[2]
b.     Menurut Basyiruddin Usman guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, fasilitas belajar mengajar dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.[3]
c.      Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya ilmu pendidikan teoritis dan praktis mengemukakan bahwa guru adalah semua orang yang telah memberikan suatu ilmu tertentu atau kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang.[4]
Dari berbagai pendapat para ahli di atas dapat dipahami bahwa guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, dengan sengaja memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak mampu hidup mandiri dan bertanggung jawab. Pemberian pertolongan bukan berarti bahwa peserta didik makhluk yang lemah tanpa memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum mencapai tingkat optimal. Karena itulah perlunya bimbingan dari guru.
Dalam pasal 39 Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidik atau guru adalah:
            Tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, sehingga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik di perguruan Tinggi.[5]

Dari pengertian ini terlihat bahwa pengertian pendidik lebih dititik beratkan kepada tugas pendidik yang harus dilaksanakan secara operasional dalam pembelajaran, yaitu merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran. Selain itu pendidik juga bertugas membimbing dan melatih peserta didik menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa serta melakukan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian pendidik atau guru di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidik atau guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab untuk mendidik, melatih, membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani peserta didik secara optimal. Dengan tujuan agar peserta didik mampu menjalankan tugas-tugasnya di masa akan datang, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
Setelah penulis mengemukakan pengertian guru secara umum, maka selanjutnya akan mengemukakan pengertian guru agama Islam. Secara umum pengertian guru agama dapat diartikan guru yang mengajarkan mata pelajaran agama.[6] Menurut Ahmad D. Marimba bahwa pendidik Islam atau guru  agama adalah orang yang bertanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum agama Islam.[7]
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa guru agama Islam adalah orang yang mengajarkan bidang studi agama Islam. Guru agama juga diartikan sebagai orang dewasa yang memiliki kemampuan agama Islam secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama Islam untuk dapat mengarahkan, membimbing dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum-hukum Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
2.      Syarat-syarat Guru Agama Islam
Untuk menjadi guru agama Islam haruslah memenuhi beberapa syarat. Soejono sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir mengatakan, bahwa syarat-syarat guru adalah:
1)    Tentang umur, harus sudah dewasa.
2)    Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
3)    Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
4)    Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.[8]
Dari pendapat pakar di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru harus sudah dewasa usianya, sehat jasmani artinya seorang guru tidak boleh mempunyai penyakit, misalnya penyakit menular, seorang guru juga memiliki kemampuan mengajar serta harus berkesusilaan dan mempunyai dedikasi tinggi. Oleh karena itu seorang guru harus bisa memenuhi syarat tersebut di atas.
Menurut Nur Uhbiyati bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru agama adalah:
a.       Dia harus orang yang beragama
b.      Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama
c.       Dia tidak kalah dengan guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air
d.      Dia harus memiliki perasaan panggilan murni.[9]

Jadi, syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh guru Agama Islam adalah harus beragama Islam dan mengamalkan ajaran Agama Islam dengan baik. Maksudnya, mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya serta mengetahui hukum-hukum yang ada dalam Islam. Selain harus beragama Islam, guru Agama Islam mesti bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan juga anak didiknya di sekolah serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan Agama Islam, dalam arti kata guru Agama Islam mesti mengajar sambil berdakwah supaya orang yang diajarkannya memiliki kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT dan membentuk anak didiknya menjadi warga Negara yang demokratis. Selain itu, seorang guru Agama Islam harus memiliki perasaan panggilan murni di dalam hatinya untuk menyebarkan dan mengajarkan Agama Islam.
Sedangkan Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa tidak sembarangan orang dapat melakukan tugas guru. Tetapi orang tertentu yang memenuhi persyaratan yang dipandang mampu, yaitu:
(1)   Bertaqwa kepada Allah SWT.
(2)   Berilmu.
(3)   Sehat jasmani.
(4)   Berkelakukan baik.[10]
Dari pendapat di atas dapat penulis pahami bahwa syarat untuk menjadi guru agama adalah bertaqwa kepada Allah SWT kemudian mempunyai ilmu pengetahuan. Karena seorang guru akan mentranfer ilmu pengetahuan tersebut kepada anak didiknya. Sehat jasmani juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang guru artinya guru tidak boleh cacat fisiknya. Selain itu guru juga harus berkelakuan baik artinya seorang guru harus memberikan contoh teladan bagi anak didiknya.  
Menurut Ramayulis ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru agama. antara lain sebagai berikut:
1.    Syarat Fisik.
Seorang guru harus berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, dan tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian, kebersihan dan keindahan.
2.    Syarat Psikis.
Seorang guru harus sehat rohaninya, tidak mengalami gangguan jiwa, stabil emosinya, sabar, ramah, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif lainnya.
3.    Syarat Keagamaan
Seorang guru harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya. Di samping itu ia menjadi sumber norma dari segala norma agama yang ada.
4.    Syarat Teknis
Seorang guru harus memiliki ijazah pendidikan guru, seperti ijazah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Tarbiyah atau ijazah keguruan lainnya. Ijazah tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan lembaga pendidikan tempat ia mengajar.
5.      Syarat Paedagogis
Seorang guru harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan ilmu-ilmu lain yang ada hubungannya dengan ilmu yang ia ajarkan. Ia juga harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan agar ia dapat menempatkan diri dalam kehidupan anak dan memberikan bimbingan sesuai dengan perkembangan anak.
6.      Syarat Administratif
Seorang guru harus diangkat oleh pemerintah yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat guru, sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar.[11]
Dari pendapat di atas, dapat penulis pahami bahwa selain harus sehat jasmani dan rohani, guru juga harus memiliki ijazah keguruan dan harus menguasai metode mengajar, menguasai materi yang akan diajarkan dan harus mengetahui psikologi, terutama psikologi anak dan psikologi pendidikan supaya bisa memberikan pelajaran dan bimbingan sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Jadi, untuk menjadi seorang guru agama Islam itu tidaklah mudah, berbagai syarat yang harus dipenuhi supaya proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila seorang guru agama Islam tidak memenuhi persyaratan tersebut maka tujuan yang ditetapkan tidak akan tercapai dengan baik. 
3.      Peranan Guru Agama Islam
Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, peranan guru tidak bisa digantikan oleh siapapun, karena guru merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran.
Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan perantara aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.[12] Sebagai pendidik, guru harus menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai.
 Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada pencerdasan otak (intelegensi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pengembangannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Kemampuan tersebut berkembang menurut sistem nilai-nilai yang dijiwai oleh norma-norma agama serta perikemanusiaan.[13] Dengan demikian kegiatan mendidik lebih luas dari areal kegiatan mengajar. Walaupun  begitu tujuannya adalah tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional.
            Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam  berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Adapun peranan guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal yaitu:
1.      Korektor
2.      Inspirator
3.      Informator
4.      Organisator
5.      Motivator
6.      Inisiator
7.      Fasilitator
8.      Pembimbing
9.      Demonstrator
10.  Pengelola kelas
11.  Mediator
12.  Supervisor
13.  Evaluator.[14]
Dari peranan di atas terlihat bahwa motivasi merupakan salah satu peranan  yang harus dimiliki oleh seorang guru (pendidik). Karena motivasi adalah salah satu faktor yang turut menentukan kefektifan pembelajaran. Karena motivasi adalah ”suatu proses atau pendorong untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan”.[15] Peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Dengan kata lain seorang peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini guru dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini peranan guru dalam memotivasi peserta didik belajar menurut Nana Saodih Sukmadinata sebagaimana dikutip oleh Nursyamsi antara lain adalah:
1.    Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang diberikan.
2.    Memiliki bahan pelajaran yang betul-betul dibutuhkan peserta didik.
3.    Memilih cara penyajian yang bervariasi.
4.    Memberikan sasaran dan kegiatan yang jelas.
5.    Memberikan kesempatan kepada peseta didik untuk sukses.
6.    Berikan kemudahan dan bantuan dalam belajar.
7.    Berikan pujian, ganjaran atau hadiah.
8.    Penghargaan terhadap pribadi anak.[16]

Oleh karena itu seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi peserta didik diantaranya adalah menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pelajaran yang akan dilaksanakan. Menggunakan metode yang bervariasi juga dapat membangkitkan motivasi karena siswa tidak merasa bosan dalam belajar. Adapun dalam rangka upaya memotivasi belajar peserta didik ada beberapa prinsip yang dapat diterapkan oleh guru, diantaranya:
1.     Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya.
2.     Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan  kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar. Peserta didik juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
3.     Peserta didik harus selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.
4.     Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
5.     Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik.
6.     Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik, misalnya perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subjek tertentu.
7.     Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar ke arah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.[17]
Berdasarkan kutipan di atas hendaknya guru harus dapat menerapkan prinsip-prinsip di atas agar peseta didik giat belajar dan merasa tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu,  seorang guru harus berusaha agar topik yang dipelajari menarik bagi peserta didik. Seorang guru harus bisa membedakan kemampuan anatara peserta didik, karena kemampuan setiap peserta didik tidak sama.
Lebih lanjut H. M. Arifin menjelaskan bahwa prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologis yang memperlancar proses pendidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islam  adalah:
1.      Prinsip memberikan suasana kegembiraan.
2.      Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut.
3.      Prinsip kebermaknaan bagi peserta didik.
4.      Prinsip pra syarat.
5.      Prinsip komunikasi terbuka.
6.      Prinsip pemberian pengetahuan yang  baru.
7.      Prinsip memberikan model prilaku yang baik.
8.      Prinsip praktek (pengalaman) secara aktif.
9.      Prinsip-prinsip lainnya: Prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik. [18]
Dengan demikian seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas, karena dengan adanya prinsip tersebut guru dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran. Sehingga dengan menerapkan prinsip tersebut maka akan dapat membantu guru memperlancar proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Menurut Decce dan Grawford ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar peseta didik, yaitu:
1.      Menggairahkan peserta didik
Dalam kegiatan pembelajaran guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat peserta didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu bagi peserta didik menurut cara dan kemampuannya sendiri. Untuk dapat meningkatkan kegairahan peserta didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai keadaan awal setiap peserta didiknya.
2.      Memberikan harapan realistis
Guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap peserta didik di masa lalu. Dengan demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimis atau terlalu optimis. Apabila peserta didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak mungkin keberhasilan peserta didik  harapan yang diberikan tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi peserta didik.
3.      Memberikan insentif
Apabila peserta didik mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah bisa berupa pujian, angka yang baik dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga peserta didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
4.      Mengarahkan prilaku peserta didik
Mengarahkan prilaku peserta didik adalah tugas guru. Di sini kepada guru dituntut untuk memberikan respon terhadap peserta didik yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Peserta didik yang diam yang membuat keributan dam sebagainya harus diberikan teguran secara bijaksana. Cara mengarahkan perilaku peserta didik dapat berupa penugasan, bergerak mendekati, memberi hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.[19]
Demikian upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, namun motivasi merupakan karakteristik internal individu yang tidak dapat diajarkan sebagai suatu konsep atau suatu keterampilan. Untuk itu ada resep  umum untuk meningkatkan motivasi belajar, karena terlalu banyak keragaman dan karakteristik siswa. Suatu hal yang harus diupayakan secara maksimal oleh guru adalah menjadikan kegiatan belajar sebagai suatu yang menarik dan menghibur dalam pandangan peserta didik, di samping memuat manfaat dan nilai pengetahuan.
4.      Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Islam
Kemuliaan dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan olah guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Dalam Al-Qur’an  surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى اْلخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِوَأُوْلَئِكَ هُمْ اْلمُفْلِحُوْنَ.
Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar  merekalah orang-orang yang beruntung”.[20]
Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain, karena penyampaian hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolong-tolonglah orang lain dalam memahami ajaran Islam. Hal yang sama sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Mustafa Al-Maraghi bahwa orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikan, yang mempunyai dua tugas yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar.[21]
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah diterangkan bahwa Allah memerintahkan orang yang beriman untuk menempuh jalan yang luas dan lurus serta mengajak orang lain menempuh jalan kebaikan dan makruf.[22]
Berdasarkan penjelasan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju dewasa yang sesuai  tujuan yang agamis yaitu membentuk agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Dengan demikian bahwa tugas dan tanggung jawab guru, terutama guru agama Islam adalah menyampaikan ajaran Allah dan Sunnah rasul sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
حد  ثنا أبو عا صم الضحاك بن مخلد أخبر نا الأوزاعى حد ثنا حسان بن عطية عن أبى كبشة عن عبد الله بن عمرو أن النبى- صلى الله عليه وسلم  قال بلغوا عنى ولو ايه،  (رواه البخارى)
Artinya: ”Diriwayatkan oleh Abu ’Ashim Ad-Dukhak bin Mukhallad telah menceritakan kepada kami, Al-Auza’i telah mengkhabarkan kepada kami, Hasan bin Athiyah telah menceritakan kepada kami , bahwa riwayat itu dari Abi Kabsah, dari Abdullah bin Umar bahwasanya Nabi bersabda: Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”.(HR. Bukhari).[23]
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui termasuk pendidik atau guru adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui. Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru agama Islam, M. Athiyah Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Imam Ghazali mengemukakan bahwa:
1.      Seorang guru harus memiliki rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti terhadap anaknya sendiri.
2.      Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi dengan mengajar itu bermaksud mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadanya.
3.      Memberikan nasehat kepada anak murid pada setiap kesempatan.
4.      Mencegah murid dari suatu akhlak yang tidak baik.
5.      Memperhatikan tingkat akal pikiran dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya.
6.      Jangan menimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.
7.      Memberikan pelajaran yang jelas dan pantas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak.
8.      Seorang guru harus mengamalkan ilmu-ilmu yang dimilikinya dan jangan berlainan antara perkataan dan perbuatan.[24]
Tugas dan tanggung jawab guru sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan tugas dan tanggung  jawab yang mesti dilaksanakan ketika seorang guru melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain, ketika berlangsungnya interaksi belajar mengajar terdapat tugas tersendiri yang mesti dilaksanakan oleh guru di luar materi pelajaran, sebagaimana tugas dan tanggung jawab di atas.
Menurut Henry Noer Ali tugas guru agama Islam adalah:
a.    Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatan diri kepada Allah, menjauhkan dari keburukan dan menjaga agar tetap berada pada fitrahnya.
b.    Tugas pengajaran, guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.[25]
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa Guru  merupakan orang yang mempunyai peranan penting dalam membina kepribadiaan siswa. Guru tidak sekedar menuangkan ilmu ke dalam otak anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai dengan ideologi, falsafah dan apalagi agama. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dsan asusila, mana perbuatan moral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti guru berikan ketika ada di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru harus mencontohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.
Secara umum tanggung jawab guru Agama meliputi tiga hal:
1)      Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum
2)      Tanggung jawab mengembangkan profesi
3)      Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat.[26]
Tanggung jawab dalam upaya pengembangan kurikulum  mengandung arti guru selalu dituntut untuk mencari gagasan baru atau ide-ide baru, menyempurnakan praktek pendidikan khususnya dalam bidang pengajaran.Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya adalah panggilan untuk mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya dan tugas dan tanggung jawabnya tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Sebagian tugas dan tanggung jawab profesi  guru harus dapat membina hubungan baik dengan masyarakat dalam meningkatkan pendidikan.
Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Hal ini senada dengan pendapat Paul Suparno, ia mengatakan bahwa:
             Tugas guru agama Islam itu adalah mendidik dan mengajar. Mendidik artinya mendorong dan membimbing peserta didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral. Sedangkan mengajar adalah membantu dan melatih peserta didik agar mau belajar untuk mengetahui sesuatu dan mengembangkan pengetahuan.[27]

Dengan demikian, Tugas guru agama Islam itu mencakup tiga hal, selain mengajar dan mendidik ia juga bertugas sebagai pemimpin yang akan memimpin dirinya dan orang lain. Samsul Nizar juga mengungkapkan bahwa mendidik merupakan rangkaian mengajar, memberi dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan.[28] Jadi, tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar, di samping itu juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Dari jabaran di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tugas guru dalam pendidikan agama Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik.Tugas seorang guru juga harus dapat menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan, menambah dan mengembangkan ilmu yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia.



[1] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakata: Raja Grafindo,
1990), h. 135
                [2] A. Muri  Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), Cet. Ke 2,  h. 53
                [3] Basyiruddin Usman, Strategi Belajar Mengajar dan Media Pendidikan, (Jakarta: Quatum Press, 2002), h. 2
[4] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda karya, 1994), h. 126

[5]  Undang-Udang Sistem Pendidikan Nasional 2003, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 5
                [6] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke 2, h. 228
                [7] Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam,  (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 98
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h.80
[9] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h.74
[10] Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal 41-42
[11] Ramayulis, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Padang: The Minangkabau Foundation press, 2004), h. 41
[12] Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Penerapan dalam Pendidikan Agama),(Surabaya: Citra Media, 1996), h. 54
[13] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 118
                [14] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 43-48
[15] Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h. 15
[16] Nursyamsi, Psikologi Pendidikan, (Padang: Baitul Hikmah Press, 2003), h. 121-122
[17] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik dan Implementasi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 114-115
[18] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),  h. 199-209
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 135
[20] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Semarang: Toha Putra, 1996), h. 115
[21] Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, Terj. Bahrun Abu Bakar, (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 36
[22] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran,(Jakarta: Lentera Ilahi, 2006), h. 173
[23] Muhammad bin Ismail  bin Ibrahim (Al-Bukhari), Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Darul Al-Fikr, 1981), Juz 12, h. 174
[24] M. Athiyah Al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj.  Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 143-144
[25]Henry Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1998), Cet. Ke-42, h. 95-96.
[26] Piet A. Suhertian dan Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan dalam Rangka Inservice Education, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), Cet. Ke-1, h. 38 
[27] Paul Suparno, Guru Demokrasi di Era Reformasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 26
[28] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 72


PERANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Oleh : Khamdan, M.Pd.I
Abstraks
Guru atau pendidikan adalah orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh, toleran dan menjadikan peserta didiknya lebih baik dalam segala hal. Dalam Islam makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku sekolah pergurun tinggi, melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam segi kognitif, afektif dan psikomotorik.
Secara formal makna guru atau pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususanya, serta berpatisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Jika ini dipahami secara universal setiap kegiatan pembelajaran, baik yang terencana maupun tidak tentunya membutuhkan seorang pembimbing yang langsung atau tidak langsung. Atau dapat dikatakan bahwa setiap proses pembelajaran wajib membutuhkan seorang guru.
Guru secara profesional disamping sebagai pendidik, juga mengajar dan melatih.Tugas guru tersebut merupakan realisasi dari perbuatan yang a highly complexion prosess. Dinamakan kompleks karena guru dituntut untuk berkompetensi personal, profesional, dan sosiokultural secara terpadu dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya mampu mengintegrasikan penguasaan materi dan metode, teori dan praktek dalam interaksi peserta didiknya. Guru juga harus mampu memadukan unsur seni, ilmu, teknologi, pilihan nilai, dan keterampilan bagi anak asuhnya dalam proses belajar mangajar.
Dalam Interaksi kelas “ proses pembelajaran “ ada tiga unsur yang tidak terelakkan yaitu; guru, siswa dan materi ajar. Oleh karena itu guru hendaknya mampu memilih dan mengembangkan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Disamping itu guru juga dianjurkan untuk mengkaji strategi atau metode pengajaran dan berlatih mengembangkanya sehingga sesuai dan tepat bagi peserta didiknya.
Kegiatan guru dan murid dalam proses pembelajaran harus dimaknai sebagai kegiatan bersama-sama untuk memperoleh pengetahuan, membentuk prilaku atau kepribadian peserta didik, sebab mengajar  adalah kegiatan pembinaan yang terkait dengan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif dengan tujuan agar siswa lebih cerdas, banyak pengetahuan, berpikir kritis, sitematis, dan obyektif. Untuk ranah psikomotoriknya dengan tujuan terampil melaksanakan sessuatu secara efektif dan efesien serta tepat guna seperti membaca, menulis, menghitung ,menggambar dan melukis. Sedangkan ranah afektif menjadikan siswa mempuyai prilaku yang baik berbudi luhur, sopan dan berjiwa sosial.
Guru merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan Islam keberadaan peran dan fungsi guru merupakan keharusan yang tak dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika Pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai bagaimana usaha anak didik seharusnya belajar yang baik dan benar  dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup.
Kata Kunci : Guru, Pembelajaran.
A.    PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang Masalah
Pendidik adalah seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan dimana saja. Di rumah orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orangtua. Karena secara moral dan teologi merekalah yang diserahi tanggung jawab mendidik anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya. Atas dasar ini, maka yang termasuk dalam pendidik itu bisa kedua orangtua, guru, tokoh masyarakat, dan sebagainya. 
Dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 pasal 39, disebutkan : Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi .
Dalam pendidikan formal maunpun non farmal salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada digarda depan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan anak didiknya dikelas melalui proses belajar mengajar. Ditangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademik, skill ( keahlian ), kematangan emosional, dan moral serta spriritual.
Guru dituntut tidak hanya sekedar mengajar, tetapi juga mendidik. Sebab kalau hanya mengajar  cenderung mendidik peserta didik untuk menjadi orang yang pandai dalam ilmu pengetahuan saja tetapi jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina, sedangkan mendidik adalah kegiatan yang menitik beratkan pada transfer of value yaitu memindahkan sejumlah nilai kepada anak didiknya. Sehingga anak tidak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan tetapi juga mempuanyai watak dan kepribadian.
Apabila diperhatikan dari kebiasaan guru mengajar sekarang, maka dapat dikatakan bahwa mereka melakukan kegiatan yang muatanya lebih kearah kinerja yang sangat tektual dalam segala hal, baik dalam membaca kurikulum, menghadapkan kurikulum kepada peserta didik, maupun dalam membelajarkan materi pelajaran kepada peserta didik. 
Sementara permasalahan klasik dalam proses belajar mengajar yang sering terjadi dan dilakukan oleh guru menurut mulyasa adalah seringnya guru mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berprilaku negative, menggunakan destructive disipliner, mengabaikan perbedaan peserta didik, merasa paling pandai dan tahu, tidak adil ( diskriminatif ), dan memaksa hak peserta didik. 
2.    Permasalahan
Dunia pendidikan dewasa ini berkembang semakin pesat dan semakin kompleksnya persoalan pendidikan yang dihadapi bukanlah tantangan yang dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan pemikiran yang konstruktif demi tercapainya kualitas yang baik. Dalam proses pendidikan hendaklah melibatkan transfer of knowledge dan transfer of value. Dari kedua proses transfer ini , setiap manusia menyerap ilmu dan meresapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disinilah peran pendidik sangat menentukan. Oleh karena itu diperlukan  sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.
Dari latar belakang masalah diatas karya ilmiyah yang penulis susun ini secara spesifik akan mengkaji permasalahan yang sangat urgen dalam dunia pendikan yaitu  : bagaimakah peranan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam ? Sedangkan fokus pembahasan meliputi : Guru dalam Perspektif pendidikan Islam (pengertian guru, kedudukan guru, tugas, syarat  dan sifat guru)  dan Guru dalam Pembelajaran PAI ( guru sebagai pengembang kurikulum, merancang desain pembelajaran, mengelola proses pembelajaran , mengevaluasi dan menganalisis dalam proses pembelajaran.  
B.    PEMBAHASAN
1.    Guru Dalam Perspektif Pendidikan Islam
a.    Difinisi Guru Dalam Pendidikan Agama Islam
Dalam pengertian bahasa, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. atau orang yang mikul pertanggung jawaban untuk mendidik. Istilah guru berasal dari bahasa India yang artinya mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. 
Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata “teacher” yang berarti pengajar.  Dalam literatur pendidikan Islam seorang guru biasa disebut dengan ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan muaddib.  Sebutan diatas sekaligus mengandung pengertian dan makna guru itu sendiri dalam pendidikan Islam.
Kata ustad identik untuk profesor, ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Kata mu’allim yang berarti mengetahui dan menangkap hakekat sesuatu mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hahekat ilmu pengetahuan yang diajarkanya serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan siswa untuk mengamalkanya. Kata murabbiy  yang artinya menciptakan, mengatur dan memelihara, mengandung makna bahwa guru adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masarakat dan alam sekitarnya. Kata mursyid sebutan guru untuk thariqah ( tasawuf ) orang yang berusaha meninggalkan perbuatan maksiyat. Jadi makna guru adalah orang yang berusaha menularkan penghayatan akhlak  atau kepribadiannyan kepada peserta didiknya baik yang berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya maupun dedikasinya yang serba Lillahi Ta’ala. Guru adalah model ( teladan sentral bahkan konsultan ) bagi anak didik. Kata mudarris (terhapus, melatih, mempelajari ) mengandung maksud guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didik , menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Kata muaddib ( moral, etika )  guru adalah orang yang beradap sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang berkualitas dimasa depan.
Secara konvensional guru paling tidak harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu menguasai materi, antusiasme, dan penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik.
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya .
Berdasarkan juga pada firman Allah seperti yang tersebut dalam al-Qur’an Surat At-Tahrim Ayat 6.
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.  (QS. At-Tahrim : 6).
Guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional intelektual, fisikal maupun aspek lainnya.
b.    Kedudukan Guru Dalam Pendidikan Islam
Penghargaan Islam terhadap guru sangat tinggi, begitu tingginya hingga menempatkan posisi guru kedudukanya setingkat dibawah Nabi dan rasul. 
Didalam Alqur’an  maupun al-Hadis  kita banyak menemukan ajaran  yang berisi tentang penghargaan terhadap ilmu pengetahuan ( termasuk didalamnya adalah orang yang berilmu pengetahuan ). Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai manakala orang itu mengamalkan Ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam. Menurut Al Gazali dalam kitab  ihya’ yang dikutip oleh Asma Hasan Fahmi mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar maka  ia telah memilih pekerjaan yang paling penting. 
Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam adalah realisasi dari ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan ilmu pengetahuan, pengetahuan didapat dari belajar sedangkan dalam proses belajar ada murid dan guru. Maka tidak boleh tidak Islam sangat memuliakan guru. 
c.    Tugas Guru Dalam Pendidikan Islam
Mengenai tugas guru dalam pendidikan Islam, para ahli sepakat bahwa guru tidak hanya sekedar sebagai pengajar tetapi sekaligus sebagai seorang pendidik. Tugas seorang pendidik sangat luas cakupanya. Menurut Akmal Hawi dalam bukunya Dasar-Dasar Pendidikan Islam mengakatakan bahwa tugas pendidik ada 4 macam meliputi : 1) membentuk anak menjadi pengabdi Allah SWT, 2) memilih dan menyiapkan bahan yang tepat, 3) memilih dan mengatur penggunaan alat-alat pendidikan, 4) meneliti dan mengontrol hasil pendidikan. 
Guru merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan Islam keberadaan peran dan fungsi guru merupakan keharusan yang tak dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika Pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai bagaimana usaha anak didik seharusnya belajar yang baik dan benar  dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup.
Menurut Ag. Soejono  yang  dikutip Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam mengatakan, tugas guru dapat dirinci sebagai berikut: 
1)    Wajib  menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
2)    Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik  dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3)    Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4)    Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik. 
d.    Syarat Guru Dalam Pendidikan Islam
Menjadi guru idealnya  berdasarkan tuntutan hati nurani tidak karena terpaksa atau hanya sekedar tuntan pekerjaan. Sebab guru dituntut mempunyai pengabdian yang penuh  dedikasi, loyalitas, dan keihkasan sehingga mampu mencetak anak didik yang dewasa, berakhlak dan berketerampilan.
Menurut Zakiyah Daradjat, menjadi guru harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :  1) takwa kepada Allah, 2) berilmu, 3) sehat jasmani, dan 4) berkelakuan baik.
Dalam beberapa literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam syarat-syarat guru paling tidak meliputi : 1) umur harus sudah dewasa, 2) sehat jasmani dan rohani, 3) mempunyai keahlian mengajar, 4) berakhlak mulia, 5) berdedikasi tinggi, 6) berkepribadian muslim ( beragama islam ) .
Dalam kontek pendidikan formal seorang pendidik dipersyaratkan sehat jasmani dan rohani, memiliki ijazah atau sertifikat keahlian, dan memiliki kompetensi (paedagogik, profesional, personality , social ). 
e.    Sifat Guru Dalam Pendidikan Islam
Seorang guru belum berpredikat menjadi pendidik yang sebenarnya jika belum mampu menciptakan situasi relasi pendidikan dalam kebersamaan dengan peserta didik. Jika keduanya tidak terjadi sentuhan pendidikan maka terjadi hanya pergaulan biasa dan bukan situasi pendidikan. Setiap pendidik hanya akan mampu menjalankan fungsinya sebagai pendidik jika didalam dirinya terdapat tiga unsur yaitu berbiwaba, ikhlas dalam pengabdian dan keteladanan. 
Sedangkan An-Nahlawi menjelaskan bahwa seorang pendidik paling tidak harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1) memiliki sifat robbani, 2) ikhlas, 3) sabar, 4) jujur, 5) adil, 6) pandai                  ( menguasai ilmu pendidikan ) dan , 7) tegas. 
Senada dengan sifat guru diatas , Athiyah al-Abrasi memberikan kriteria lain untuk menjadi seorang guru yaitu : 1) zuhud, 2) bersih, 3) ikhlas, 4) pemaaf, 5) berperan sebagai bapak, 6) menguasai materi pelajaran.   
2.    Guru Dalam Pembelajaran PAI
Peranan guru sebagai pendidik professional sesungguhnya sangat kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaktif edukatif di kelas tetapi juga diluar kelas.
Dalam kaitanya dengan peran guru dalam konteks pembelajaran James B. Broww berpendapat peran guru itu meliputi menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan, mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa. 
Peran guru PAI dalam kontek kurikulum yang berbasis pada sekolah paling tidak meliputi : 1) mengembangkan kurikulum, 2) menyusun rencana pembelajaran, 3) melaksanakan proses pembelajaran, 4) mengadakan evaluasi pembelajaran, 5) mengadakan analisis pembelajaran. 
a.    Pengembang Kurikulum 
Guru dituntut untuk turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalm merumuskan dalam setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum.
Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai  : (1)   kegiatan menghasilkan kurikulum PAI atau (2) proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik;dan/ atau(3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran, tugas guru paling tidak meliputi : 1) menganalisis tujuan berdasarkan apa yang tertuang dalam kurikulum, 2) mengembangkan alat evaluasi berdasarkan tujuan, 3) merumuskan bahan yang sesuai dengan kurikulum, 4) merumuskan bentuk kegiatan belajar yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik dalam melaksanakan apa yang telah diprogramkan. 
Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), guru berada di garda terdepan. Guru diberi tugas untuk mengembangkan Standar Isi kurikulum. Pengalaman yang selama ini bergulat dengan anak didik menjadi modal utamanya dalam mengimplementasikan semangat Standar Isi ini. Di tengah persyaratan formal sebagai standar minimal seperti stratifikasi guru dalam bentuk sebuah ijazah sesuatu yang perlu dipenuhi. Tetapi, selembar ijazah belum cukup menjamin keberhasilan dalam membawa misi Standar Isi PAI. Sikap keingintahuan terhadap segala hal, melakukan langkah-langkah yang kreatif serta tidak kenal menyerah dan putus asa menghadapi kendala di lapangan sangat diperlukan. 
Belajar PAI di sekolah bagi anak didik bukan saja belajar tentang yang boleh dan tidak boleh, tetapi mereka belajar adanya pilihan nilai yang sesuai dengan perkembangan anak didik. Guru dalam mentransfer nilai tidak hanya diberikan dalam bentuk ceramah, tetapi juga terkadang dalam bentuk membaca puisi, bernyanyi, mendongeng dan bentuk lainnya, sehingga suasana belajar tidak monoton dan terasa menyenangkan. 
Kemudian Guru PAI diharapkan mengikuti perkembangan metode pembelajaran mutakhir untuk menggunakan media teknologi informasi dalam pembelajarannya. Melalui alat teknologi ini, pembelajaran yang efisien dapat dicapai. Dengan demikian, Standar Isi yang komprehensif dan implementatif belumlah cukup, tetapi juga memerlukan guru-guru yang memiliki kriteria-kriteria di atas. 
b.    Merancang Desain Pembelajaran
Dalam konteks pendidikan Islam, Kamrani Buseri   menekankan bahwa peranan pendidik adalah untuk menumbuhkan nilai Illahiah terhadap peserta didik, nilai Illahiah berkaitan dengan konsep tentang ketuhanan dan segala sesuatu bersumber dari Tuhan. Nilai Illahiah berkaitan dengan nilai Imaniah, Ubudiyah dan Mualamah, dalam hal ini pendidik mesti berusaha sekuat kemampuannya untuk mengembangkan diri peserta didik terhadap nilai-nilai tersebut. Peranan pendidik dalam penumbuhan nilai-nilai Illahiah akan lebih meningkat bila disertai dengan berbagai perubahan, penghayatan, dan penerapan strategi dengan perkembangan jiwa peserta didik yang disesuaikan dengan jiwa peserta didik.
Terkait dengan desain pembelajaran, peran guru adalah menciptakan dan memahami sintaks pembelajaran. Penciptaan sintaks pembelajaran yang berlandaskan pemahaman akan mempermudah implementasi pembelajaran oleh guru lain atau oleh siswa itu sendiri. Sintaks pembelajaran adalah langkah-langkah operasional yang dijabarkan berdasarkan teori desain pembelajaran. Sintaks pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik acap kali mengalami adaptasi sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menjadi penting untuk menyempurnakan sintaks yang rekursif, fleksibel, dan dinamis. 
Dalam menyusun rancangan atau desain pembelajaran, ada beberapa komponen yang harus diperhatikan, yaitu meliputi merumuskan tujuan, menyiapkan materi, merancang metode, menyiapakan sumber belajar dan  menyiapkan media.  
c.    Mengelola Proses Pembelajaran
Didalam mengelola proses pembelajaran guru harus pandai memilih dan menerapkan metode-metode pembelajaran. Dalam kontek pendidikan Islam ada beberapa metode yang dapat dipakai dalam pengelolaan proses pembelajaran, yaitu keteladanan, pembiasaan, Nasihat, ceritera, kedisiplinan, partisipasi dan pemeliharaan dll.
Tujuan umum mengelola proses pembelajaran adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar , menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan .
Menurut hasil forum Carnegie  tentang pendidikan di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran. 
Para guru diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis. Para guru diharapkan menjadi masyarakat memiliki pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam.
Di samping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang. 
Konsep pembelajaran tersebut meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan guru tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancang, model, pelatih, dan pembimbing.
Di samping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai expert learners, sebagai manager, dan sebagai mediator. Sebagai expert learners, guru diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang materi pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk siswa, menyediakan masalah dan alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi ketika siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif, metakognitif, afektif, dan psikomotor siswa.
Sebagai manager, guru berkewajiban memonitor hasil belajar para siswa dan masalah-masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin kelas dan hubungan interpersonal, dan memonitor ketepatan penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini, guru berperan sebagai expert teacher yang memberi keputusan mengenai isi, menseleksi proses-proses kognitif untuk mengaktifkan pengetahuan awal dan pengelompokan siswa. 
Kelas merupakan tempat belajar didalamnya terdapat guru menyampaikan pelajaran pada siswanya dengan materi dan waktu yang sama. Manajemen interaksi kelas berarti menciptakan lingkungan belajar dikelas yang kondusif dalam bentuk merencanakan,  melaksanakan, memberbaiki kelas untuk menjadi lingkungan yang interaktif, efektif dan efesien .
Sebagai mediator, guru memandu mengetengahi antar siswa, membantu para siswa memformulasikan pertanyaan atau mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para siswa mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan perhatian, mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal, dan menjelaskan bagaimana mengaitkan gagasan-gagasan para siswa, pemodelan proses berpikir dengan menunjukkan kepada siswa ikut berpikir kritis.
Peran guru dalam pembelajaran harus memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik, dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan dengan memposisikan diri sebagai berikut  : 1) sebagai orang tua yang penuh kasih sayang, 2) teman tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi peserta didik dan , 3) fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai dengan minat kemampuan dan bakatnya. 
d.    Mengevaluasi Proses Pembelajaran
Dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan : 
” Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,  penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan”.
Dalam PP.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17 dikemukakan bahwa “ Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik”. 
Ditjen Dikdasmen Depdiknas secara eksplisit mengemukakan bahwa antara evaluasi dan penilaian mempunyai persamaan dan perbedaan.  Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu. Adapun perbedaannya terletak pada konteks penggunaannya. Penilaian (assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit dan biasanya dilaksanakan secara internal, yakni oleh orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem yang bersangkutan, seperti guru menilai hasil belajar murid, atau supervisor menilai guru. Baik guru maupun supervisor adalah orang-orang yang menjadi bagian dari sistem pendidikan. Adapun evaluasi digunakan dalam konteks yang lebih luas dan biasanya dilaksanakan secara eksternal, seperti konsultan yang disewa untuk mengevaluasi suatu program, baik pada level terbatas maupun pada level yang luas.
Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilan keputusan Sesuai pendapat Grondlund dan Linn   mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran. Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Evaluasi adalah proses mendeskripsikan, mengumpulkan dan menyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. 
Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.
Pada prinsipnya guru harus mampu mengadakan evaluasi pembelajaran yang tepat,  karena  dengan evaluasi akan dapat dapat di ketahui sejauh mana keberhasilan proses pembelajan dan ketercapaian tujuan pembelajaran.
C.    Penutup
1.    Kesimpulan
Dalam perspektif pendidikan Islam hakekat pendidik adalah sebagai berikut :
a.    Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik.
b.    Tingginya kedudukan guru dalam Islam adalah realisasi dari ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan ilmu pengetahuan, pengetahuan didapat dari belajar sedangkan dalam proses belajar ada murid dan guru. Maka tidak boleh tidak Islam sangat memuliakan guru.
c.    Dalam perspektif pendidikan Islam keberadaan peran dan fungsi guru merupakan keharusan yang tak dapat diingkari. Guru merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai bagaimana usaha anak didik seharusnya belajar yang baik dan benar  dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup.
d.    Dalam pendidikan Islam syarat-syarat guru adalah 1) umur harus sudah dewasa, 2) sehat jasmani dan rohani, 3) mempunyai keahlian mengajar, 4) berakhlak mulia, 5) berdedikasi tinggi, 6) berkepribadian muslim ( beragama islam ).
e.    Setiap pendidik secara umum didalam dirinya harus memiliki terdapat tiga unsur yaitu berwibawa, ikhlas dalam pengabdian dan keteladanan.
Sedangkan dalam kontek kurikulum peran guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah :
a.    Guru dituntut untuk turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya.
b.    Guru harus mampu menyusun rancangan atau desain pembelajaran. Dalam menyusun desain pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan, yaitu meliputi merumuskan tujuan, menyiapkan materi, merancang metode, menyiapakan sumber belajar dan  menyiapkan media.
c.    Dalam mengelola proses pembelajaran guru harus mampu menyediakan dan menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar. Sebab guru dituntut untuk  mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar , menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
d.    Guru harus mampu mengadakan evaluasi pembelajaran. Evaluasi adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secaras sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
2.    Saran
Dalam Kaitanya dengan peran guru sebagai pendidik dan sekaligus pengajar yang profesional , kiranya tepat apa yang disarankan oleh Kunandar , tentang perlunya mengubah paradigma baru sebagai guru sebagai berikut : 
a.    Guru sebaiknya tidak terjebak dengan rutinitas belaka, tetapi sebaiknya selalu mengembangkan dan memberdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya.
b.    Guru   harus mampu menyusun, menggunakan, dan melaksanakan berbagai macam Strategi dan model-model  pembelajaran                  ( PAIKEM ). 
c.    Dominasi guru dalam pembelajaran sebaiknya dikurangi dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih mengembangkan potensi dirinya lebih berani, mandiri dan kreatif.
d.    Guru harus mampu menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dan masyarakat luas.
Demikian makalah ini penulis susun, semoga menjadi sebuah ilmu yang bermanfa’at di dunia dan akhirat. Masih banyak kekurangan dalam makalah ini, maka kritik dan saran yang konstruktif sangat berguna untuk menambah baik kualitas makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994.
Akmal Hawi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam,  Palembang : IAIN Raden Fatah Press, 2005.
An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat , Jakarta : Gema Insani Press, 1995. 
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam ,terjemahan Ibrahim Husen, Jakarta : Bulan Bintang, 1979. 
Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar , Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Fatah Yasin, A, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta : UIN Malang Press, 2008.
Fitrio Atmaja,” Peranan Guru Dalam Pendidikan Islam” dalam Website http:// http://www.scribd.com/doc/39080879/Peranan-Guru-Dalam-Pendidikan-Islam-Makalah-Jadi.
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta : Al Husna, 1987.
Hasbi Indra, “ Peran Guru Agama Islam Dalam Implementasi Kurikulum Standar Nasional “, Dalam Website http:// aksay. multiply.com /journal/item/7/ PERANAN_GURU_PAI/ 2007/09/06.
Hamzah, B. Uno, Profesi Kependidikan Problema Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indosesia, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
I Wayan Santyasa, “ Peranan Guru Dalam Pembelajaran “, website http://semangat belajar.com/peranan-guru-dalam-pembelajaran/ Peranan Guru dalam Pembelajaran/2009/06/19.
Kaharudin Eka Putra dkk,  “ Peranan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum PAI “ dalam website http://kumpulan makalah dan artikelpendidikan. blogspot.com/2011/01/peranan-guru-dalam-pengembangan-kurikul.html.
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) dan persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
Maftuhin, “Peran Guru Ideal Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, Website  http://www. scienamadani.co.cc/2011/04/peran-guru-ideal-dalam-pembelajaran.html.
Mas’ud, Abdurrahman , Mengagas Format Pendidikan Non dikotomik, Yogyakarta : Gama Media, 2007.
Muhammad Athiyah al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1993.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya : Pustaka Pelajar, 2003. 
Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005. 
Mursi, Muhammad Munir, At Tarbiyyat al Islamiyah Usuluha wa Tatawuruha fi Bilad al Arabiyat , Qahirah : ‘Alam al Kutub, 1977.
Nawawi, Hadari, Pendidikan Dalam Islam, Surabaya : Al Ikhlas, 1993. 
Soejono, Ag., Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum,  Bandung : CV Ilmu, 1982. 
Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Kelas, Jakarta : Reneka Cipta, 1997.
Thoefuri, Menjadi Guru Inisiator, Semarang : Rasail Media Group, 2008.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas )Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Beserta penjelesanya Dilengkapi dengan Peraturan Perundangan Yang terkait, Bandung : Nuansa Aulia, 2008.
Zaenal Arifin, “Pengertian Fungsi dan Prosedur Evaluasi Pembelajaran “, Website http://hilman.web.id/posting/blog/827/pengertian-fungsi-dan-prosedur-evaluasi-pembelajaran.html./ 05-03-2010.









Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔