Makalah Kepemilikan

4:22:00 PM
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masalah kepemilikan sekarang ini masih menjadi perselisihan. Ada yang menganggap milik nasional dan masyarakat harus mengakui bahwa pemerintah lah yang memiliki semua sumber. Ada juga yang memperlakukan sebagai milik perorangan, sehingga setiap orang bisa menikmati kebebasan hak memiliki.
Kepemilikan sebagai persoalan ekonomi mendapat perhatiaan yang cukup besar dalam islam. Pada dasarnya, kepemilikan merupakan pokok persoalan dalam aktivitas ekonomi manusia. Secara teologis, kepemilikan yang hakiki berada di tangan Allah. Manusia hanya di beri kesempatan untuk menjalankan dalam bentuk amanat. Islam menggariskanbahwa kepemilikan senantiasa dipahami dalam dunia dimensi, kepemilikan umum, dan khusus. Kepemilikan umum berkaitan dengan karakter manusia sebagai makhluk sosial, sedangkan kepemilikan khusus merupakan pengejawantahan sebagai makhluk individu. Manusia harus diberikan ruang yang sama untuk mengakses sumber kekayaan umum. Tidak ada pembedaan hirarkhis mengingat manusia mempunyai kedudukan sama dihadapan Tuhan. Hanya ketakwaan, dan kepatuhan terhadap demarkasi ketetapan Tuhan yaqng membedakan manusia. Dalam hal ini, kreativitas dan kapasitas personal memiliki peran penentu dalam mewujudkan kesejahteraan dari usaha pemanfaatan kekayaan alam yang telah disediakan oleh Tuhan.
Karakter makhluk sosial bukanlah hal dominan yang berkembang dalam diri manusia. Pada saat tertentu, manusia menunjukkan sisi lainnya yaitu sikap egois dan tidak memperdulikan orang lain yang merupakan pengejawantahan sisi sebagai makhluk hidup. Bahkan dalam batas-batas tertentu, manusia dapat saling menjatuhkan dan menyingkirkan orang lain. Sebagai perimbangan, harus ada institusi sosial yang mengatur dan memberikan regulasi dalam relasi sosial.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI KEPEMILIKAN
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.
Konsep dasar kepemilikan dalam  Islam adalah firman Allah swt ;
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ   ) البقرة / 284(
Milik Allah-lah  segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. QS    2: 284
Kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber ( pihak ) yang menguasainya.[1]
Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang  berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut, sehingga ia dapat mempergunakannya sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada orang lain baik secara individual maupun kelembagaan yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya tersebut.[2]
Milik secara bahasa, sebagaimana dikatakan oleh Raghib al Ashfihani adalah : “Pembelanjaan ( alokasi harta ) dengan dasar legal formal berupa perintah dan larangan yang berlaku ditengah masyarakat.[3]
MIlik atau hak milik sebagaimana yang dianut dalam KUH. Perdata pasal 570 adalah : “Hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang telah ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang, dan dengan pembayaran ganti rugi.[4]
Milik menurut pendapat para ahli fiqh sebagaimana yang didefinisikan oleh al Qurafi adalah : “Hukum syariat yang terkandung dalam suatu benda atau dalam suatu yang dimanfaatkan yang dituntut adanya pemberdayaan bagi siapapun yang menguasainya dengan cara memanfaatkan barang yang dimiliki itu”.
Menurut ulama’ syar’i kepemilikan dalam syari’ah islam adalah kepemilikan atas sesuatu sesuai dengan sturan hukum yang mana seseorang mempunyai hak untuk bertindak dari apa yang dimiliki sesuai jalur yang benar, dan sesuai dengan hokum.
Melihat dari definisi-definisi diatas, memberikan implikasi bahwa kepemilikan akan sesuatu harus atas dasar syara’, dan bahwa pemilik tersebut mempunyai hak eksklusifitas atas miliknya, dan bahwa otoritas seseorang atas milik dapat dicabut apabila terdapat alasan syara’ seperti orang yang dianggap tidak  cakap bertindak hukum, gila, bodah, zalim, dan kanak-kanak.

B.     KONSEP KEPEMILIKAN KAPITALIS, SOSIALIS, DAN ISLAM.
1.      Konsep kepemilikan Kapitalis
Sistem kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-satunya terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok pribadi dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai kekuasaannya. Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang memiliki guna materi (Provite Oriented).[5]
Dalam sistem kapitalis, individu merupakan poros perputaran ekonomi. Individu merupakan penggerak sekaligus tujuan akhir aktivitas ekonomi tersebut. Negara tidak berhak mengatur individu, bahkan Negara harus memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada individu. Individu bebas melaksanakan aktivitas ekonomi dan berbuat sesuka hati, baik itu mendatangkan laba atau sebaliknya. Mereka tidak peduli apakah tindakan mereka ini menimbulkan danpak positif maupun dampak negative bagi masyarakat.
Ø  Faktor pendorong adanya kebebasan tanpa batas antara lain :
a.       Pandangan terhadap eksistensi individu sebagai pusat dunia dan tujuan yang akan diraih.
b.      Adanya tujuan untuk merealisasikan tujuan kekuasaan terbesar bagi kepentingan individu, dengan pertimbangan bahwa kepentingan umum dinyatakan sebagai kumpulan kepentingan-kepentingan individu.
c.       Urgensi kebebasan ekonomi tanpa batas dan persaingan sempurna yang diharapkan akan memberikan jaminan kebutuhan para konsumen.
Ø  Kelemahan sistem kapitalis :
a.       Munculnya kesenjangan perimbangan dalam distribusi kekayaan antar individu, dan sarana-sarana produksi hanya akan terkumpul pada satu kelompok. Pengaruh semangat materialis akan membagi masyarakat ke dalam dua kelompok, golongan kaya dan golongan miskin.
b.      Timbulnya krisis dan merajalelanya kejahatan karena meningkatnya pengangguran yang diakibatkan banyaknya produsen yang berhenti berproduksi dan menutup pabrik. Hal ini disebabkan karena produsen komoditas berbagai kebutuhan mewah tertentu meningkat demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan pemilik modal besar, dan langkah ini memaksa pasar untuk menyerapnya.
c.       Meningkatnya praktek monopoli secara empiris-aplikatif dan yuridis sebagai bagian dari usaha untuk melemahkan samangat persaingan. Regulasi-regulasi monopoli dan semi sering di tujukan untuk mengeruk keuntunghan yang masih deapat diraih dengan jalan aturan hukum dalam produksi dan diaya (cost) melalui strategi penguatan aturan-aturan produksi. Banyak pihyak dengan sengaja menghancurkan bahan produksi dan melarang bidang pertanian atau bidang bsolute beberapa komoditi tertentu untuk menghancurkan harga.
d.      Kerbebasan tanpa batas dalam pekerjaan dasn alokasi kekayaan. Harta hanya dikelola dengan segala cara, baik halal ataupun haram.
2.      Konsep Kepemilikan sosialis
Sistem ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota masyarakat secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh sebagai bentuk pelayanan bsolu. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan dominasi sebagai kekuatan tunggal.[6]
Posisi individu menurut paham ini ibarat tentara atau prajurit dalam front peperangan. Mereka tidak menerapkan strategi peperangan dan tidak diikutsertakan dalam pemikiran apa yang terbaik. Tu8gas mereka hanya melaksanakan apa yang telah digariskan oleh komandan tertinggi yang harus dipatuhi.
Mengakui hak milik pribadi bagi kaum sosialis merupakan kezaliman dan penyimpangan sehingga harus dihapus. Segala usaha yang mengarah kepada pengakuan hak milik pribadi harus dimusnahkan. Satu prinsip penting yang harus diwujudkan ialah “ Sama Rata dan Sama Rasa “.
Ø  Faktor pendorong sistem sosialis :
Sistem ekonomi sosialis tumbuh pesat sejak pertengahan abad 19 M hingga pertumbuhan kapitalis produksi yang menyebabkan terjadinya transformasi penting pada dua hal yang ditimbulkan oleh sistem kapitalis yaitu ekonomi dan kemasyarakatan.

a.       Dari sudut ekonomi, sistem kapitalis diharapkan dapat menambah sumber kekayaan dan kemakmuran yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Padahal kenyataannya dalam praktek, sistem kapitalis hanya menyebabkan terjadinya krisis produksi yang berlebihan secara bsolute setiap tujuh atau sepuluh tahun. Akibatnya pasar menjadi stagnan dan tidak dinamis, harga komoditas merosot yang mengakibatkan pailit, dan merebaknya kejahatan antar para pekerja.
b.      Dari sudut kemasyarakatan, sistem ekonomi kapitalis menciptakan dua kelompok masyarakat yang paling bertentangan, kelas pemilik modal dan kelas buruh. Setiap kelompok berusaha untuk saling menjatuhkan kepentingan lawannya. Mereka bersatu dalam organisasi pertahanan dan asosiasi pemilik modal di satu sisi dan serikat buruh di sisi lainnya. Adanya tugas buruh yang berat yang dibebankan oleh pemilik modal dan tidak adanya kesesuaian upah yang dituntut oleh para pekerja  dijalankan menjadi sebab merajalelanya kejahatan dan kezaliman.
Akibat-akibat secara ekonomi dan kemasyarakatan inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran-pemikiran sosialis.
Ø  Kelemahan sistem sosialis :
a.       Adanya kontradiksi antara kecenderungan yang ditetapkan oleh sistem sosialis dengan fitrah yang telah digariskan oleh Allah, yaitu naluri untuk memiliki.
b.      Gradasi kedudukan individu pada derajat budak dalam periode yang penuh dengan ketidakadilan dan angan-angan untuk menciptakan kesejajaran dalam masyarakat. Hal itu hanya melemahkan semangat berproduksi dan lebih merupakaqn langkah penyesuaian dengan rencana yangt telah dikalkulasi oleh kelompok yang telah menguasai pemerintahan.
c.       Semakin menyempitnya sumber pendapatan Negara-negara sosialis. Mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan kekurangan dikarenakan produksi-produksi Negara yang digali dari tenaga kerja yang terlarang bagi adanya investasi bagi golongan kecil dalam masyarakat. Kendali pengelolaan kekayaan hanya tersentral pada kelompok kecil penguasa. Kekuasaan produksi terbatas dan hanya dapat diakses oleh para anggata partai yang berkuasa.
3.      Konsep Kepemilakan Islam
Kepemilikan kekayaan pribadi dianggap sebagai motivasi untuk merangsang upaya terbaik manusia untuk memperluas kekayaan masyarakat. Akan tetapi bagi kaum sosialis ini merupakan penyebab utama dari distribusi kekayaan yang irasional dan tidak adil. Konsep islam dalam kepemilikan pribadi bersifat unik. Kepemilikan, dalam esensinya merupakan kepemilikan Tuhan, sementara hanya sebagiannya saja, dengan syaray-syarat tertentu, menjadi milik manusia sehingga ia bisa memenuhi tujuan Tuhan. Yaitu, tujuan masyarakat dengan cara bertindak sebagai wali bagi mereka yang membutuhkan.[7]
Kepemilikan dalam signifikannya yang komprehensif, menyatakan hubungan antar seseorang dan semua hak-hak yang mana terletak padanya. Apa yang dimiliki manusia adalah hak dalam segala hal. Hak seperti itu dalam islam membawa kemurnian ketika hak itu tidak digunakan untuk kepentingan pemilik semata akan tetapi juga untuk kepentingan masyarakat.
Islam menolak paham , bahwa kepemilikan adalah tugas kolektif. Posisi islam dengan pengikut paham ini jelas berbeda. Islam juga berbeda dengan paham kapitalis yang menganggap bahwa kepemilikan individu sangat bsolute, selain itu islam juga menolak bahwa kepemilikan adalah hak bersama. Islam sangat mengakui dan tidak menentang bahwa kepentingan umum harus dipertimbangkan dan didahulukan daripada kepentingan sekelompok kecil atau segelintir orang. Sebab mempertimbangkan kemaslahatan umum adalah satu hal yang harus diterima dalam rumusan kepemilikan.[8]
Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku. Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini pun sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target sosial kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi islam yang demikian dimaksudkan untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi yang ditakutkan berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum.
a)      Sifat Hak Milik
Pemilikan pribadi dalam pandangan islam tidaklah bersifat mutlak/absolute ( bebas tanpa kendali dan batas ). Sebab Di dalam islam ketentuan hukum dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya. Untuk itu dapat disebutkan prinsip dasarnya.[9]
1)      Pada hakikatnya individu hanya wakil masyarakat.
Prinsip ini menekankan bahwa sesungguhnya individu hanya wakil masyarakat yang diserahi amanah. Pemilikan atas harta benda tersebut hanyalah bersifat sebagai “uang belanja”. Dalam hal ini ia mempunyai sifat hak kepemilikan yang lebih besar dabanding anggota masyarakat lainnya. Sesungguhnya keseluruhan harta benda tersebut, secara umum adalah milik masyarakat. Masyarakat diserahi  tugas oleh Allah untuk mengurus harta tersebut. Sedangkan yang memiliki harta secara mutlak tersebut ialah Allah Firman Allah :

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” ( QS. Al-Hadiid :7 )
2)      Harta Benda Tidak Boleh Hanya Berada di Tangan Pribadi ( Sekelompok ) Anggota Masyarakat.
Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan dalam masyarakat. Ketidakbolehan penumpukan harta ini didasarkan pada ketentuan :

….”Supaya harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu….” ( QS. Al-Hasyr:7 )
b)      Pembagian Jenis kepemilikan Dalam Islam
Pengaturan kepemilikan dalam islam bertujuan uyntuk memberikan perlindungan agar tidak terjadi persoalan yang mendasar, yaitu :
1)      Penguasaan Harta oleh seseorang secara berlebihan dan menjadikannya tak terbatas. Firman Allah :
ketahuilah!  Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup”.(al –‘alaq :6-7).
2)      Munculnya kemiskinan dan efek-efek negatifnya, baik dalam dalam ukuran individu maupun sosial.
Kepemilikan dalam islam dibagi dua macam, yaitu kepemilikan umum dan kepemilikan khusus.[10]
I.            Kepemilikan Umum
Artinya jika dilogikakan pada parkembangan saat  ini, maka harta hanya di khususkan untuk kegunaan umum, kegunaan bagi kaum muslimin. Dalam kajian kontemperer pemikiran arab, Al Khailani menyebutkan bahwa jenis kepemilikan ini dapay disamakan dengan kepemilikan Negara, sehingga ia mendefinisikan kepemilikan umum atau kepemilikan Negara sebagai lepemilikan yang nilai gunanya berkaitan dengan semua kewajiban Negara terhadap rakyatnya, termasuk bagi kelompok non-muslim. Yang tercakup dalam jenis kepemilikan ini ialah semua kekayaan yang tersebar diatas dan perut bumi diwilayah Negara tersebut.. Pengkaitan kepemilikan Negara dengan kepemilikan umum tidak terlepas dari nilai guna terhadap benda-benda yang ada bagi kepentingan semua orang tanpa diskriminatif dan memang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan sosial.
Tujuan Kepemilikan umum bertujuan untuk merealisasikan beberapa tujuan umum, diantaranya :
a.       Untuk memberikan kesempatan seluruh manusia terhadap sumber kekayaan umum yang mempunyai manfaat sosial, baik yang tergolong pada kebutuhan primer maupun jenis kebutuhan lain dan diperluas bagi kaum muslim secara umum. Diantara hal penting yang berkaitan dengan tujuan itu adalah pelayanan yang mempunyai fungsi sosial harus dimiliki secara kolektif oleh semua manusia, baik yang tergolong kebutuhan primer maupun jenis kebutuhan lain. Rasullulah bersabda :
“Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api” ( HR. Ahmad dan Abu Daud ).
b.      Jaminan pendapatan Negara. Negara menjaga hak-hak warganya dan bertanggung jawab atas berbagai kewajiban dengan menjauhkan dari mara bahaya.
c.       Pengembangan dan penyediaan semua jenis pekerjaan produktif yang diperuntukan bagi masyarakat yang membutuhkannya.
d.      Urgensi kerja sama antar Negara dalam usaha menciptakan kemakmuran bersama. Karakter manusia terbentuk berdasarkan fitrahnya, yaitu keharusan untuk selalu berhubungan dengan banyak orang. Diperlukan adanya pertukaran kemaslahatan dan kemajuan antar mereka Mereka saling menyempurnakan. Karena begitu banyaknya kebutuhan dan tuntutan dalam kehidupan ini, tampak bahwa Negara atau bangsa manapun tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Negara akan merealisasikan adanya kemakmuran dalam semua bidang kehidupan. Realisasinya hanya dengan menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk menutupi semua kekurangan dari Negara tersebut.
Ø  Bidang Dan sumber Kepemilikan Umum
1.      Wakaf
2.      Proteksi, adalah proteksi Negara terhadap tanah tak bertuan yang diperbolehkan untuk kepentingan masyarakat.
3.      Barang –barang tambang
4.      Zakat
Allah berfirman dalam sura At-taubah :
“ Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, para mua’alaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan yang telah diwajibkan oleh Allah; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.” ( At-Taubah : 60).
Zakat merupakan income bebas yang masuk dalam area kepemilikan umum. Pada sisi lain, zakat terpisah dengan sumber pemasukan lainnya dengan limitasi alokasi penyalurannyauntuk membantu kelompok tertentu
5.      Pajak
Dalam konsepsi islam, pajak merupan harta yang diambil dari kelompok masyarakat dewasa yang berada dibawah perlindungan pemerintah islam. Kewajiban ini merupakan bentuk partisipasi warga Negara dengan menyumbangkan kekayaan untuk kas Negara demi untuk kepentingan umum.
II.            Kepemilikan khusus
a.       Arti Kepemilikan Khusus
Kepemilikan seperti yang diutarakan oleh  Qurafi yaitu hukum syariat yang diberlakukan pada suatu benda atau manfaat yang memungkinkan orang yang bersangkutan memanfaatkan harta yang dimiliki dang menggantinya jika memang menghendaki. Dengan kata lain, kepemilikan semacam ini dimaksudkan agar manusia memiliki hah atas harta, hasil usaha, hak pemanfaatan, dan hak membelanjakan sesuai dengan fungsinya.
b.      Tujuan Kepemilikan khusus
1.      Untuk meningkatkan kerjasama internasional melalui kerjasama antar individu dan kelompok-kelompok non-pemerintahan.
2.      Untuk merealisasikan kebaikan, kemakmuran, dan kemanfaatan umum melalui persaingan sehat antar produsen.
3.      Menimgkatkan kreatifitas individu
4.      Untuk memenuhi dan menginvestasikan naluri cinta materi dalam bidang yang telah ditentukan Allah.
Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah menusia. Islam menjaga dan menumbuhkan naluri itu dengan sempurna melalui pemenuhan naluri kecintaan terhadap benda secara seimbang tanpa adanya dominasi terhadap salah satunya.
c.       Jenis-Jenis Kepemilikan Khusus
1.      Kepemilikan pribadi
Merupakan kepemilikan yang manfaatnya hanya berkaitan dengan satu orang.
2.      Kepemilikan perserikatan
Merupakan kepemilikan yang manfaatnya dapat digunakan oleh beberapa orang yang dibentuk dengan cara tartentu, seperti kerjasama yang melibatkan beberapa orang tanpa melibatkan sekelompok orang lainnya.
3.      Kepemilikan kelompok
Merupakan kepemilikan yang tidak boleh dimiliki secara perorangan, atau kelompok kecil orang, namun pembagiannya harus didasarkan pada persebaran terhadap banyak pihak.
d.      Sebab-Sebab Kepemilikan Umum
1.      Penguasaan, ada beberapa mediasi yang dapat digunakan manusia untuk menguasai harta orang lain tanpa melalui usaha keras atau perniagaan. Contoh : Warisan dan Wasiat.
2.      Kepemilikan barang-barang halal, dimana seseorang memiliki sesuatu yang belum dimiliki orang lain, seperti mencari kayu bakar dihutan atau mencari ikan dilaut.
3.      Transaksi, diantaranya adalah transaksi barang seperti jual beli dan sewa.
4.      Keputusan hakim terhadap perubahan status kepemilikan umum seperti tentang tanah dan perkebunan.
5.      Zakat, nafkah, hasil denda, dan harta nadzar.
6.      Wakaf
e.       Kewjiban Dalam kepemilikan Khusus
1.      Memberikan nafkah bagi mereka yang berhak seperti istri, anak, dll.
2.      Zakat, yaitu sebagian dari fardlu yang diwajibkan Allah dalam harta orang-orang kaya dan dialokasikan kepada orang-orang miskin.
3.      Beberapa hak yang harus ditunaikan selain zakat sebelum zakat ditunaikan, maka semua hak selain zakat harus ditunaikan terlebih dahulu. Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya dalam harta terdapat hak yang harus ditunaikan selain zakat”. (HR. At-Tirmidzi).
f.       Sumber Kepemilikan Khusus
1.      Perniagaan
Allah berfirman :
“Dan Allah menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba”. ( Al-Baqarah : 275 ).
2.      Upah pekerjaan
3.      Pertanian
4.      Mengelola tanah mati
Rasulullah bersabda : “Barang siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya”. ( HR. Abu Daud )
5.      Keahlian profesi, dll.
Sistem ekonomi islam yang didasarkan atas konsep harmonisasi merupakan sarana yang dapat dibedakan dengan kapitalisme dan sosialisme. Ia mengkombinasikan hal-hal yang dianggap baik dari kedua sistem ekonomi tersebut dengan menghindari atau meminimalisir kesalahan dan kekurangan keduanya.[11]
Oleh karena itu cara memperoleh kekayaan tersebut harus dibatasi dengan mekanisme tertentu, yang mencerminkan kesederhanaan yang bisa dijangkau orang dengan perbedaan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka.



Pada hakikatnya semua sumber daya alam yang diciptakan Allah adalah untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, bukan untuk seseorang, suatu Negara, atau suatu kaum saja. Namun secara teknisnya untuk mencapai distribusi yang adil diatur hak-hak kepemilikan dalam islam, yaitu kepemilikan individu, Negara, dan masyarakat[12]























BAB III
KESIMPULAN DAN ANALISIS
A.    Kesimpulan
1.      Definisi Kepemilikan
Kepemilikan berasal dari kata milik yang berarti pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber ( pihak ) yang menguasainya.
Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki suatu barang  berarti mempunyai kekuasaan atas barang tersebut, sehingga ia dapat mempergunakannya sesuai dengan kehendahnya dan tidak ada orang lain baik secara individual maupun kelembagaan yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya tersebut.
2.      Konsep kepemilikan Kapitalis
Sistem kapitalis memandang bahwa manusia merupakan pemilik satu-satunya terbadap harta yang telah diusahakan. Tidak ada hak orang lain di dalamnya. Ia memiliki hak mutlak untuk membelanjakan sesuai dengan keinginannya. Sosok pribadi dipandang memiliki hak untuk memonopoli sarana-sarana produksi sesuai kekuasaannya. Ia akan mengalokasikan hartanya hanya pada bidang yang memiliki guna materi (Provite Oriented).
3.      Konsep Kepemilikan sosialis
Sistem ekonomi sosialis memandang bahwa segala bentuk sumber kekayaan dan alat-alat produksi adalah milik bersama masyarakat. Para anggota masyarakat secara individu tidak memiliki hak kecuali pada retribusi yang mereka peroleh sebagai bentuk pelayanan bsolu. Negara hadir menggantikan masyarakat dengan dominasi sebagai kekuatan tunggal.
4.      Konsep Kepemilakan Islam.
Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak masyarakat lain. Keberhakkan pemilik dalam pandangan islam adalah baku. Hanya saja pemerintah mempunyai hak intervensi atas nama undang-undang. Ini pun sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu yang kaitannya adalah target ocial kemasyarakatan yang hendak diwujudkan. Posisi islam yang demikian dimaksudkan untuk membuat perimbangan antara hak milik dan hak intervensi yang ditakutkan berlebihan dengan dalih : demi kesejahteraan umum.
5.      Analisis
Islam adalah agama yang fleksibel dan relefan di semua jaman dan waktu. Termasuk dalam konsep kepemilikan, islam sangat menekankan konsep harmonisasi antara hak kepemilikan umum dan khusus. Pada hakikatnya manusia secara fitrah mempunyai motifasi/keinginan untuk memiliki sesuatu, dan islam sangat menghargai hal tersebut. Akan tetapi kepemilikan secara individu ini tidak dibebaskan sebebas-bebasnya. Islam juga tidak mengekang seseorang untuk memiliki sesuatu. Hanya saja islam selalu mementingkan kepentingan umum diatas kepentingan individu, karena kepentingan umum merupakan kepentingan yang menyangkut kehidupan orang banyak. Dan sudah barang tentu konsep harmonisasi ini lebih baik, dan lebih sempurna dibandingankan konsep kapitalisme dan sosialisme.












DAFTAR PUSTSKA

An Nababan Faruq. Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: UII Pres. 2000.

K.Lubis Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.2000.

Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004.

Abdurrahim Ahim. Dalil-Dalil Naqli Seri Ekonomi Islam. Yogyakarta: CV. Mitra Karya Santoso.2001.

Djuwaini. Dimyauddin. Pengantar fiqih muamalah. Pustaka pelajar. Yogyakarta. April 2008

Nabhani Tayudin. Membangun sistem Ekonomi Alternatif. Surabaya: Risalah Gusti.2002.

Muhamad, Alimin. Etika Dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE. 2004.

Qardawi yusuf. Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press.1997.

Abu Saud Mahmud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 1984.

Rahman Afzahur. Doktrin Ekonomi Islam I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.1995



[1] http://hidayatullah-budaya.blogspot.com/2009/03/konsep-kepemilikan-dalam-islam.html
[3] Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 58.
[4] Muhamad, Alimin. Etika Dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam. Yogyakarta: BPFE. 2004. Hal 150
[5] Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 40
[6] Idid, hal 42
[7] Djuwaini. Dimyauddin. Pengantar fiqih muamalah. Pustaka pelajar. Yogyakarta. April 2008. Hal 25
[8] An Nababan Faruq. Sistem Ekonomi Islam. Yogyakarta: UII Pres. 2000. Hal 41
[9] K.Lubis Suhrawardi. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.2000. hal 5
[10] Abdullah Abdul Husein at-Tariqi. Ekonomi Islam, prinsip, dasar, dan tujuan. Yogyakarta: Magistra Insani Press.2004. hal 57
[11] Rahman Afzahur. Doktrin Ekonomi Islam I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.1995
[12] Abu Saud Mahmud. Garis-Garis Besar Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 1984.

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔